Kota Malang, Bhirawa
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengukuhkan tiga guru besar dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pada Sabtu, 22/11 besok. Pengukuhan ini melahirkan kontribusi ilmiah yang fokus pada isu krusial mulai dari pengembangan kurikulum nasional, solusi limbah berbasis mikrobiologi, hingga pentingnya pendidikan bioetika.
Ketiga profesor yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Moh. Mahfud Effendi, MM., Prof. Dr. Lud Waluyo, Drs., M.Kes., dan Prof. Dr. Atok Miftachul Hudha, M.Pd.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Mahfud Effendi mengajukan gagasan Kurikulum Indonesia Satu (KIS). Ia menegaskan bahwa kurikulum ini dirancang sebagai kurikulum pemersatu bangsa yang tidak menghilangkan keberagaman, melainkan wajib memberi ruang bagi identitas lokal dan menempatkan budaya daerah sebagai akar pembelajaran.
Mahfud mengkritik pendidikan nasional yang kerap terjebak pada keseragaman. Menurutnya, KIS harus menuntun arah peradaban, bukan hanya mengikuti perubahan zaman. “Kurikulum Indonesia Satu harus menuntun, bukan menyeragamkan,” tegas Mahfud.
Ia menekankan perlunya kurikulum yang humanis, inklusif, terintegratif, dan berbasis teknologi yang berkeadilan sebagai syarat mutlak untuk membentuk generasi Indonesia Emas 2045.
Prof. Lud Waluyo, dalam orasinya, menyoroti persoalan limbah cair yang kompleks akibat senyawa sulit urai (rekalsitran dan xenobiotik). Ia menilai solusi kimia sudah tidak memadai dan mengusulkan pendekatan mikrobiologi lingkungan sebagai solusi mendesak yang berkelanjutan.
Hasil riset panjangnya sejak 1998 berhasil mengidentifikasi 108 isolat bakteri heterotrofik indigen yang toleran deterjen dan efektif mematikan patogen. Inovasi utamanya adalah pengembangan biofitoremediator, yakni sistem hibrid yang menggabungkan konsorsium bakteri Bacillus spp. dengan tumbuhan air. Teknologi ini terbukti mempercepat penurunan polutan dan telah berhasil diterapkan pada berbagai jenis limbah, dari domestik, tahu, perhotelan, hingga tapioka. Ia menegaskan bahwa keberhasilan ini merupakan bukti bahwa bioremediasi adalah tanggung jawab moral untuk menjaga keberlanjutan ekologis.
Sementara itu, Prof. Atok Miftachul Hudha menggarisbawahi lemahnya literasi etis dalam pendidikan sains di Indonesia. Ia menilai perkembangan bioteknologi yang cepat menuntut adanya pendidikan bioetika agar keputusan ilmiah tidak hanya benar secara teknis, tetapi juga bertanggung jawab terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia mengembangkan Model Pembelajaran OIDDE (Orientation, Identify, Discussion, Decision, Engage in Behaviour). Penelitiannya membuktikan bahwa model OIDDE secara konsisten mampu meningkatkan kemampuan penalaran etis dan memperkuat pertimbangan moral mahasiswa ketika menghadapi dilema eksperimen. “Model ini menjadi landasan penting bagi masa depan pendidikan sains karena membentuk ilmuwan yang tidak hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga mampu mengambil keputusan ilmiah yang bijak dan etis,” pungkasnya. [mut.wwn]


