25 C
Sidoarjo
Friday, October 4, 2024
spot_img

FK Universitas Ciputra Berikan Pelatihan Kesehatan Reproduki Calon Pekerja Migran

Peserta berfoto bersama usai mengikuti pelatihan Kesehatan Reproduksi di Gedung BBPPMPV di kota Malang.

Kota Malang. Bhirawa.
Pekerja Migran Indonesia, khususnya kaum perempuan, tampaknya masih rentan mengalami kekerasan seksual. Mengutip laporan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), yang dirilis Databoks menyebutkan, terdapat 321 kasus kekerasan terhadap perempuan pekerja migran Indonesia (PPMI) sepanjang 2023. Dari jumlah tersebut, mayoritas atau 43 persen merupakan kasus kekerasan ekonomi, seperti gaji tidak dibayar, upah rendah, hingga kerja paksa.

Selain itu, tercatat 20 persen merupakan kasus kekerasan fisik seperti pemukulan, penganiayaan, dan penyiksaan yang menyebabkan cedera fisik serta trauma berkelanjutan. Masih menurut laporan Komnas Perempuan, tercatat 27 persen lainnya, merupakan kasus kekerasan psikis, seperti perundungan, pelecehan verbal, dan ancaman yang berdampak pada kesehatan mental, hingga memicu depresi, kecemasan, dan trauma. Terakhir, 10 persen berupa kasus kekerasan seksual yang mencakup perkosaan, pelecehan seksual, dan perdagangan orang.

Berangkat dari keprihatinan tersebut di atas, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Ciputra (UC) , memberikan pelatihan kepada calon Pekerja Migran Indonesia, khususnya yang berada di wilayah Jawa Timur. Kegiatan ini adalah rangkaian dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat (abdimas) yang diinisiasi Fakultas Kedokteran Universitas Ciputra.

‘’Pelatihan ini diikuti 30 LPK dan berlangsung selama tiga hari. Pelatihan terakhir dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Pejaminan Mutu Pendidikan Vokasi di kota Malang,“ ujar dr. Florence, M.Si, dari Fakultas Kedokteran Universitas Ciputra.

Berita Terkait :  Laksanakan Monev Jaminan Kesehatan di UPT Dinsos Jatim Temukan Beberapa Kendala

Dokter Flo –panggilan akrab dr. Florence—menambahkan, ada tujuh topik materi yang disampaikan dalam pelatihan tersebut. Antara lain, organ reproduksi dan ejakulasi, kontrasepsi, siklus menstruasi, kehamilan dan aborsi, fungsi seks dalam keluarga, infeksi penularan seksual, serta pelecehan seksual.

“Memang para pekerja migran Indonesia sangat rentan terhadap masalah pelecehan seksual. Kita edukasi bukan saja masalah organ reproduksi dan ejakulasi, namun juga masalah pelecehan seksual. Dampak fisik dan psikologis pelecehan seksual pada korban, dapat mengakibatkan trauma. Tidak jarang, banyak korban tidak melaporkan kasusnya,‘‘ tambah dr. Flo sambil membenarkan letak kaca matanya.

Sementara itu dr.Sarah Hagia Lestari, M.Biomed., yang juga terlibat dalam kegiatan ini memberikan materi pelatihan menyangkut masalah kekerasan seksual, mulai dari catcalling (panggilan tidak senonoh), pelecehan seksual fisik (sentuhan atau eksibisionisme), hingga kekerasan seksual fisik agresif, perkosaan, dan serangan seksual. Ada beberapa tips yang dibagikan kepada peserta pelatihan untuk melindungi kaum perempuan pekerja migran dari kasus kekerasan seksual. Misalnya untuk menghindari tempat sepi dan berjalan sendirian, berteriak sekeras-kerasnya untuk menarik perhatian orang sekitar.

“Ya sedapat mungkin dapat merekam atau mengambil foto pelaku kekerasan sebagai bukti. Bisa juga melengkapi diri dengan alat proteksi diri, seperti payung atau semprotan cabai atau merica bubuk,’’ tambah dokter Sarah Hagia sambil tersenyum.

Dalam kegiatan pelatihan ini, Dr.dr. Hudi Winarso, M.Kes.Sp.And.(K), dosen dari Fakultas Kedokteran Universitas Ciputra, menjelaskan seputar kesehatan reproduksi, dan beberapa masalah seks yang seringkali terjadi pada pekerja migran khususnya kaum Perempuan.

Berita Terkait :  Wiralagabae : Ubah Limbah jadi Tas Estetik Bernilai Tinggi

‘’Dari beberapa kali wawancara yang kita lakukan di beberapa negara di luar negeri, seringkali pekerja migran kita menjadi korban perkosaan, hamil, hubungan seks di luar nikah, sampai masl]alah infeksi menular seks,’’ tambahnya.

Pada bagian akhir kegiatan ini, Dr. Ismojo Herdono, M.Med.Kom. memberikan pelatihan menyangkut membangun komunikasi yang efektif antara trainer dengan para pekerja migran. Sebab, masih ada anggapan di masyarakat jika berbicara menyangkut organ reproduksi, maka dianggap tabu, tidak pantas dan bahkan dianggap porno.

Kegiatan pelatihan yang diikuti 30 pengelola LPK (Lembaga Pelatihan Kerja) ini, mendapatkan tanggapan yang positif dari para peserta yang tidak hanya berasal dari kota Malang, namun juga ada yang berasal dari kota Batu, Jember dan Blitar. LPK yang disertakan dalam pelatian ini, memiliki jangkauan yang cukup luas dan diprediksi dapat mencapai 1.000 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI).

‘’Wah, pelatihan ini sangat bermanfaat bagi kami. Bukan hanya diajari teori-teori saja, namun juga kita bisa langsung mempraktekan, mendemostrasikan apa-apa yang sudah diajarkan para pemateri,’’ ujar Eva, peserta dari Malang. (hel.mut).

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img