Pemprov, Bhirawa
Sebanyak 20 pasang sapi betina tampil anggun dalam ajang Kontes Sapi Sonok 2025 yang digelar di halaman kantor Bakorwil IV Pamekasan, Minggu (2/11). Sapi-sapi unggulan dengan harga mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah ini datang dari tiga kabupaten di Pulau Madura: Sumenep, Pamekasan, dan Sampang.
Pasangan sapi tampil beriringan dengan hiasan ukiran kayu pada pengikatnya, diiringi alunan musik saronen dan penampilan para joki berpakaian adat Madura. Dalam kontes ini, setiap pasangan sapi diuji keserasian langkah dan kekompakan di lintasan sepanjang 25 meter, lalu berhenti bersamaan di depan gerbang penilaian.
Mewakili Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang berhalangan hadir, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Indyah Aryani, menyampaikan bahwa Festival Sapi Sonok telah masuk dalam kalender wisata nasional dan internasional.
“Sapi Madura memiliki keistimewaan tersendiri. Sapi jantan digunakan untuk karapan sapi, sementara sapi betina tampil dalam Sapi Sonok. Tujuan utama kontes ini adalah melestarikan budaya dan menjaga nilai-nilai tradisi Madura,” ujar Indyah dalam sambutannya.
Lebih lanjut, Indyah menjelaskan bahwa ajang ini juga berperan menggerakkan potensi ekonomi lokal, terutama bagi pelaku usaha kecil di Pamekasan dan Madura. Selain menjadi atraksi budaya yang unik dan mendunia, Sapi Sonok juga menjadi sarana pengendalian pemotongan sapi betina produktif.
“Festival ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan bahkan sapi Madura telah diakui secara internasional sebagai plasma nutfah asli Indonesia yang terdaftar di FAO sejak tahun 2010,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bakorwil Pamekasan, Sufi Agustini, menyampaikan bahwa kegiatan ini juga merupakan bagian dari peringatan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Timur. “Selain menjadi ajang kebanggaan masyarakat Madura, Sapi Sonok adalah bentuk pelestarian budaya sekaligus upaya meningkatkan kualitas sapi lokal,” kata Sufi.
Dari sisi teknis, Pembina Paguyuban Sapi Sonok se-Madura, Rudi Hariyanto, menjelaskan bahwa penilaian kontes meliputi langkah kaki, keserasian pasangan, serta postur tubuh sapi. “Jika kaki sapi menyentuh tali pembatas lintasan, maka dinilai sebagai pelanggaran dan mengurangi poin. Semua aspek ini menilai keindahan dan keharmonisan gerak sapi,” jelas Rudi.
Menurut Rudi, tradisi Sapi Sonok bukan sekadar lomba, melainkan wujud kecintaan masyarakat terhadap sapi Madura serta komitmen dalam menjaga plasma nutfah lokal agar tetap lestari di tengah arus modernisasi.
Festival Sapi Sonok 2025 ini menegaskan kembali bahwa Madura tak hanya dikenal lewat karapan sapi, tetapi juga melalui keanggunan dan nilai filosofi Sapi Sonok sebagai simbol harmoni, kesabaran, dan keindahan budaya lokal yang mendunia. [rac.wwn]


