DPRD Surabaya, Bhirawa
DPRD Kota Surabaya menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Penyampaian Penjelasan atas Tiga Usulan Raperda Prakarsa DPRD, Senin (8/12/2025) pukul 13.53 WIB.
Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Surabaya, Arif Fathoni, dan dihadiri Sekretaris Daerah Kota Surabaya, pimpinan BUMD, sejumlah kepala OPD, 34 anggota dewan, serta undangan dan awak media.
Dalam pembukaan rapat, Arif Fathoni menjelaskan dasar pelaksanaan sidang ini.
“Peraturan daerah DPRD Kota Surabaya telah menyampaikan surat bernomor 07-BBB-11-2025 tanggal 6 November 2025 tentang laporan hasil pembahasan atas rancangan peraturan daerah usul prakarsa DPRD Kota Surabaya,” ujarnya.
Ia menyebut tiga raperda yang dibahas, yakni perubahan Perda Kawasan Tanpa Rokok, perubahan Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, serta Raperda Kesehatan Ibu dan Anak.
“Pada rapat paripurna ini pengusul yang diwakili oleh Badan Pembentukan Perda akan menyampaikan penjelasan atas tiga rancangan peraturan daerah usul prakarsa DPRD tersebut,” jelas Arif Fathoni menambahkan.
Sedangkan menurut Ketua Bapemperda, Hj. Eny Minarsih menegaskan urgensi tiap raperda. Ia menjelaskan Raperda tentang Kesehatan Ibu dan Anak merupakan usul prakarsa Komisi D DPRD Kota Surabaya.
Terkait tingginya angka kematian ibu dan bayi, Eny menguraikan data nasional.
“AKI di Indonesia tercatat mencapai 189 per 100 ribu kelahiran hidup tahun 2020. Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi di Asia Tenggara,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa kondisi tersebut masih jauh dari target SDGs pada 2030.
“Kondisi sosial ekonomi, keterlambatan penanganan darurat, serta rendahnya akses layanan kesehatan menjadi faktor penyebab yang harus diantisipasi melalui kebijakan yang terarah,” jelasnya.
Karena itu, pihaknya menilai raperda ini penting untuk memperkuat fasilitas kesehatan, tenaga medis, serta deteksi dini komplikasi.
Mengenai perubahan Perda Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. “Ketentuan dalam peraturan daerah sebelumnya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum yang berlangsung,” kata Eny Minarsih.
Pembaruan aturan dinilai penting untuk memberikan kepastian hukum dan menjawab persoalan lapangan saat ini. Dalam raperda ketiga, Eny menjelaskan perlunya harmonisasi aturan terkait Kawasan Tanpa Rokok.
“Peraturan daerah nomor 2 tahun 2019 berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta PP Nomor 28 Tahun 2024,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa sejumlah ketentuan, termasuk sanksi denda maksimal Rp50 juta bagi pelanggar, harus diselaraskan dengan regulasi pusat. [dre.hel]


