28 C
Sidoarjo
Friday, November 22, 2024
spot_img

Digitalisasi Pendidikan, Inovasi Memerangi Korupsi


Oleh :
Galan Rezki Waskita
Alumni HMI Malang/Pegiat Media NTB

Sebagaimana kita memahami arti penting pendidikan, maka seperti itulah seharusnya kita memahami peran penting anggaran. Ini karena kita membutuhkan fasilitas penunjang berupa bangunan, kurikulum, pendidik, dan operasional lainnya. Karena itulah negara melihat kebutuhan ini sebagai proses yang memerlukan akuntabilitas.

Pernyataan ini bukan tanpa dasar. Terlalu banyak upaya penyelewengan dalam pengelolaan anggaran di hampir setiap rencana perbaikan. Pembaca sekalian hanya perlu melihat ke halaman google dengan keyword “korupsi dana bos”. Anda akan mendapati banyaknya kasus yang termuat di media. Singkatnya, dengan itu kita bisa menafsirkan hasil dari pengelolaan anggaran pendidikan Indonesia .

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah nominal untuk membantu mengurangi biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua siswa. Ketentuan ini diatur berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2011 tentang APBN. Aturan tersebut telah berlaku sejak 2012. Anggaran ini kemudian dibebankan pada APBD dengan segala bentuk perhitungannya.

Dana BOS dapat diarahkan untuk penyelenggaraan administrasi sekolah, pembayaran honor, dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Selain itu, dana tersebut juga dapat digunakan untuk pelaksanaan pembelajaran dan ekstrakurikuler, pengembangan perpustakaan, dan masih banyak lagi. Penyelenggaraan fasilitas tersebut bisa saja hilang jika tidak diawasi dengan baik. Malah kadang di beberapa tempat, pelayanan seperti ini dibebankan pada komite yang notabene sumbangan wali murid.

Berita Terkait :  Kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia

Pada posisi ini perlu disadari pentingnya digitalisasi dalam pengelolaan anggaran. Digitalisasi memungkinkan pelaporan penggunaan anggaran lebih tertata dan terpantau. Itulah yang sekiranya dimaksudkan dari hadirnya Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS). Aplikasi ini diadakan untuk memudahkan sekolah menyusun perencanaan hingga pelaporan anggaran.

Selain itu, dikenal juga Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah) untuk pengadaan barang secara elektronik. Ada pula yang namanya Manajemen Aplikasi Rencana Kegiatan Sekolah (MARKAS). Aplikasi ini dipegang oleh dinas untuk melakukan pemantauan dan pengawasan pengelolaan keuangan sekolah. Aplikasi ini saling berhubungan satu sama lain untuk menjamin transparansi keuangan.

Sistem di atas mungkin sudah familiar atau bahkan masih asing di telinga pembaca sekalian. Pasalnya, model ini harus diakui belum merata digunakan di seluruh sekolah di Indonesia. Ada beberapa kendala misalnya soal akses listrik, internet, hingga kompetensi tenaga pendidik dalam menggunakan model ini. Meski begitu, kendala ini tidak serta menjadi alasan inovasi tersebut ditinggalkan.

Kebutuhan transparansi selaras dengan urgennya kebutuhan kita memerangi praktik korupsi. Lembaga yang mendidik orang untuk tidak korupsi tidak boleh disusupi oleh praktik korupsi. Lembaga yang mengajarkan orang untuk tumbuh dengan moral tidak boleh kehilangan moral. Maka sistem/prinsip ini agaknya perlu untuk terus dijalankan. Sehingga Pungli dalam bentuk apapun dapat dihindarkan.

Kenyataannya, masih banyak pungutan-pungutan yang membebankan wali murid dengan dalih tanpa paksaan dan seikhlasnya. Saudara pembaca bisa bayangkan jika anda tidak membayar sementara mayoritas wali murid lainnya membayar ‘sumbangan’ misalnya pembangunan. Tentu ini akan menjadi gangguan secara tidak langsung bangi anak anda yang bersekolah. Maka mau tidak mau, ikhlas atau tidak ikhlas anda harus membayar.

Berita Terkait :  Kesetaraan Gender Ojek Online Perempuan di Surabaya

Pungutan semacam ini biasanya muncul dengan alasan sekolah hendak berinovasi, atau sekolah dalam kesulitan anggaran. Hal seperti itu bisa saja benar namun sangat rentan penyelewengan. Digitalisasi memberikan jaminan pada kita untuk mengerti alur anggaran sekolah. Melalui Rapor Sekolah, Dinas bisa mengevaluasi baik buruk dan melihat skala prioritas anggaran yang ditetapkan.

Tidak dalam arti bahwa aplikasi yang ada saat ini tidak memiliki kelemahan. Namun sejauh ini, berbagai pembaharuan terus dilakukan termasuk mengadakan model integrasi. Sehingga, pengguna dimudahkan dalam mengakses layanan yang disediakan. Tentunya ini harus berbarengan dengan aspek-aspek lain di luar kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Misalnya terkait akses listrik dan jaringan internet tadi.

Sejak 2022 saat ide ini dilaunching, semestinya kita telah memiliki kesadaran yang sama. Di luar persoalan transparansi, cara kerja pendidikan memang haruslah berubah agar lebih efisien. Misalnya pada pandanaan sederhana, kebutuhan administrasi tidak lagi dibebankan pada lembar kertas yang memakan anggaran ATK. Ranah inipun rentan penyelewengan anggaran. Transformasi itu penting sebagaimana pentingnya kemajuan pendidikan Indonesia.

————- *** —————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img