28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Dava Fatmawati, Menjahit Mimpi dari Sidoarjo hingga Emas LKS Nasional


Belajar dari Pengalaman, Sempat Gagal Hingga Tambah Durasi Asah Keterampilan

Di balik denting jarum mesin jahit dan pola-pola rumit di atas kain, murid SMK Negeri 1 Buduran, Sidoarjo, berhasil menorehkan prestasi nasional yang membanggakan. Dava Fatmawati Agil Junista Efendi, murid kelas XII jurusan Tata Busana, sukses meraih medali emas dalam ajang Lomba Kompetensi Siswa (LKS) Nasional 2024 kategori Technology Mode. Atas penghargaan ini, Dava menerima berbagai apresiasi berupa hadiah bonus dari Kemendikdasmen dan Gubernur Khofifah.

Oleh :
Diana Rahmatus, Kab Sidoarjo

Di ajang bergengsi LKS Nasional yang berakhir pada awal Agustus lalu, Dava sukses menyingkirkan pesaing terberatnya Jawa Tengah. Dengan selisih 1 poin diangka 81, ia sukses menyumbang pundi-pundi medali Emas bagi Jawa Timur. Hingga mengantarkan Jatim meraih Juara Nasional LKS tahun 2025 ke XXXIII.

“Sempat ragu juga karena selisih cuma satu poin. Tapi target awal memang emas,” ujarnya, saat dikunjungi ke sekolah beberapa waktu lalu.

Bakat Dava di dunia fesyen bukan datang tiba-tiba. Sejak kecil, ia sudah terbiasa melihat aktivitas orang tuanya yang berprofesi sebagai penjahit. Dari sanalah ketertarikannya muncul. Di bangku SMK, minat itu makin serius digeluti.

“Dari kecil suka menggambar. Di SMK, diarahkan ke busana, dan makin jatuh cinta saat mulai belajar desain dan menjahit,” katanya.

Namun, perjalanan menuju medali emas tidak mulus. Tantangan datang dari berbagai sisi. Salah satunya perubahan mendadak pada soal lomba yang memaksanya menyesuaikan teknik dalam waktu singkat. Serta penguasaan materi pecah pola.

Berita Terkait :  DPRD Tulungagung Gelar Rapat Paripurna Penyampaian Visi Misi Bupati dan Wakil Bupati Tulungagung

LKS Nasional bukan sekadar soal menjahit baju. Ada standar tinggi dan tekanan waktu. Dalam lomba ini, peserta harus menyelesaikan satu busana lengkap dalam waktu 8 jam, dengan kriteria teknis yang kompleks mulai dari simetri-asimetri, kerah lapel, kerah stan, potongan empire hingga waistline.

Pada Modul 1, Dava harus membuat celana dan meletakkan kain dengan presisi tinggi. Hari pertama hanya diberi waktu 1,5 jam. Hari kedua, ia harus menyelesaikan satu gaun dalam waktu penuh 8 jam.

“Tantangannya waktu dan detail. Ada bagian yang harus dibongkar ulang, seperti resleting dan bagian merah yang tidak presisi,” kenangnya.

Sebagai apresiasi atas prestasinya, Dava menerima bonus total Rp37 juta. Rinciannya dari Kemendikdasmen sebesar Rp25 juta, Gubernur Jatim Rp10 juta, dan Cabang Dinas Rp2 juta. Uang tersebut rencananya akan ia gunakan untuk membangun usaha jahit sendiri.

“Pengen punya tempat usaha sendiri, lebih besar dari punya orang tua. Cita-cita jadi desainer,” ucap anak kedua dari tiga bersaudara ini dengan penuh semangat.

Pengalaman tahun lalu yang sempat gagal lolos ke nasional menjadi pelajaran besar. Saat itu, Dava hanya menjadi juara 2 di tingkat provinsi. Namun kegagalan tidak membuatnya menyerah, justru menjadi cambuk untuk berbenah.

Sementara itu, Kepala Kepala SMKN 1 Buduran, Agustina menyebut, kesuksesan Dava yang membawa prestasi membanggaksn tak lepas dari persiapan matang yang telah dilakukan sejak Januari, tepatnya saat seleksi berjenjang ditingkat Kabupaten/kota

Berita Terkait :  Babinsa Koramil 0815/06 Kemlagi Bantu Petani Tanam Jagung

Selain itu, dalam mematangkan kompetensinya, sekolah juga rutin melakukan pelatihan teknis hingga mental yang harus ditempa. Kendari begitu seminggu sebelum lomba nasional, kisi-kisi baru keluar. “Kita sempat panggil motivator dan guru BK untuk bantu murid secara psikologis,” ujar Agustina.

Kepala sekolah sekaligus Ketua Tim Sukses LKS Nasional ini menyebut keberhasilan Dava adalah hasil dari kolaborasi erat antara sekolah, orang tua, dan industri. Sejak kelas 10, Dava sudah dimonitor, bukan hanya dari segi keterampilan, tapi juga etos kerja dan sikap tanggung jawabnya.

Saat TC, sekolah pun rutin mengirimkan murid ke dunia industri (DUDI) selama tiga minggu. Industri juga memberi masukan agar kurikulum sekolah selaras dengan kebutuhan lapangan.

“Kami undang pelaku industri untuk melatih langsung siswa di TC (Training Center), atau siswa dikirim langsung ke industri,” jelas Agustina.

Lebih lanjut, Agustina mengakui bahwa LKS dijadikan sebagai bahan evaluasi menyeluruh. Apa yang kurang di kurikulum akan diperbaiki, terutama dari pengalaman murid seperti Dava. “Jangan hanya comot anak lalu dilatih. Harus dari awal kurikulum sudah menyiapkan,” tegasnya.

Kini, harapan besar bertumpu pada murid seperti Dava. Kepala sekolah berharap agar kualitas pendidikan vokasi di Jawa Timur bisa lebih merata. “Selisih nilai antar peserta masih cukup tajam. Padahal, LKS seharusnya jadi tolak ukur evaluasi kurikulum dan peningkatan kompetensi guru juga,” tutur Agustina.

Berita Terkait :  Debat Perdana Pilkada Ponorogo, Panas Isu Produktivitas Padi dan Sampah

Dengan bibit unggul seperti Dava dan dukungan berkelanjutan dari industri serta sekolah, SMKN 1 Buduran siap melahirkan desainer-desainer masa depan yang tak hanya andal di bidang teknis, tapi juga tangguh menghadapi tantangan dunia kerja. [ina.gat]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru