Situbondo, Bhirawa
Ekspor satu kontainer atau setara 15 ton kopi specialty Argopuro Walida senilai hampir Rp 3 miliar ke Jeddah, Arab Saudi, Senin (6/10) dilepas oleh Deputi Bidang Usaha Menengah Kementerian Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Republik Indonesia dan Bupati Situbondo Yusuf Wahyu Rio Prayogo.
Acara ini juga menandai Inisiasi Program Holding UMKM pada Klaster Perkebunan, sebuah program prioritas Kementerian UMKM untuk mengintegrasikan UMKM ke dalam rantai pasok global.
Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo mengaku pihaknya kegiatan tersebut melibatkan Kementerian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Mas Rio sapaan akrabnya menegaskan, bahwa kopi arabika dari lereng Gunung Argopuro yang tumbuh di ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi salah satu bukti bahwa UMKM sektor perkebunan memperkuat ekspor nasional.
“Kopi Lereng Argopuro di Kecamatan Sumbermalang ini menjadi contoh nyata bahwa usaha menengah bisa menjadi mesin penggerak UMKM, sehingga kita dapat memperluas di sektor perekonomi bidang yang lain,” ujar Mas Rio.
Mas Rio optimistis, dengan adanya dukungan penuh dari semua pemangku kebijakan seperti pemerintah pusat, sektor swasta, akademisi, dan pihak terkait lainnya, kopi berkualitas dari lereng Argopuro Kabupaten Situbondo akan mampu bersaing dan menembus pangsa pasar dunia.
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Menengah, Bagus Rachman, mengaku dirinya patut memberikan apresiasi tinggi kepada Pokmas Argopuro Walida yang telah bermitra dengan 568 petani dan berpotensi hingga 1.500 petani kopi di Situbondo.
“Ekspor ini bukan hanya simbol, tetapi bukti nyata kontribusi UMKM perkebunan dalam memperkuat ekspor nasional. Ekspor kopi Argopuro ini membuktikan bahwa UMKM kita mampu bersaing di pasar global. Indonesia adalah salah satu penghasil kopi terbesar di dunia, dengan lebih dari 90% perkebunan dikelola oleh petani rakyat,” tutur Rachman.
Masih kata Rachman, Kopi kita memiliki keragaman varietas dan cita rasa unik, banyak yang masuk kategori specialty coffee dengan nilai premium. Saat ini, aku dia, kinerja ekspor kopi nasional menunjukkan tren positif, di mana nilai ekspor kopi pada tahun 2024 mencapai Rp 24,8 triliun.
“Inisiasi Program Holding UMKM Klaster Perkebunan untuk mengatasi tantangan disconnectivity antara UMKM dan industri besar. Misalnya seperti minimnya akses pembiayaan, teknologi, dan pasar global, Kementerian UMKM meluncurkan Program Holding UMKM. Program ini bertujuan menciptakan ekosistem rantai pasok yang terintegrasi antara usaha mikro, kecil, menengah dan perusahaan besar.,” tambah Rachman.
Untuk sektor perkebunan, ulas Rachman, menjadi salah satu dari 10 sektor prioritas berbasis klaster yang memberikan nilai tambah tinggi.
Dalam model Holding UMKM, Usaha Menengah akan berperan sebagai operator dan menjalankan empat pilar utama.
“Keempat pilar itu diantaranya, aggregator yakni mengintegrasikan pengusaha UMKM dalam satu klaster untuk mencapai skala ekonomi dan efisiensi produksi. Kedua, pilar Inkubasi yaitu memberikan pendampingan, pembinaan, dan penguatan kapasitas kepada Usaha Mikro dan Kecil untuk naik kelas. Lalu ketiga, pemasaran yaitu, memperluas akses pasar domestik dan internasional dengan menjamin kontinuitas dan kualitas produk. Terakhir keempat, pendanaan dengan membuka akses pembiayaan yang terintegrasi berbasis ekosistem untuk meminimalkan risiko,” ungkap Rachman.
Sementara itu kopi Argopuro menjadi contoh nyata bagaimana usaha menengah dapat menjadi lokomotif penggerak ekosistem UMKM. Manfaat sosial dan pemberdayaan masyarakat
Deputi Bidang Usaha Menengah juga menyoroti aspek pemberdayaan masyarakat yang terbangun pada ekosistem Pokmas Argopuro Walida.
“Model klaster perkebunan kopi Argopuro tidak hanya mendorong peningkatan ekonomi, tetapi juga menghadirkan manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat sekitar. Sebagai contoh, Pokmas Walida mengalokasikan 30% profit usaha untuk mendanai sekolah gratis bagi anak-anak petani kopi, mulai dari tingkat dasar hingga menengah,” jelas Rachman.
Melalui pendekatan klaster ini, Kementerian UMKM bertekad memastikan UMKM tidak lagi berjalan sendiri-sendiri, melainkan terhubung, terintegrasi, dan saling menguatkan dalam satu ekosistem yang mendorong produktivitas, efisiensi, inovasi, dan keberlanjutan.
“Dengan dukungan penuh dari semua pemangku kepentingan-pemerintah, BUMN, swasta, dan lembaga keuangan-kita dapat membangun ekosistem kemitraan yang tangguh, berdaya saing tinggi, dan mampu menembus pasar global secara berkelanjutan,” pungkas Rachman. [awi.gat]


