BPBD Jatim, Bhirawa
BPBD Jatim menggandeng media sebagai salah satu unsur pentahelix dalam hal penanggulanhan bencana. Bertajuk “Jurnalis Tangguh Bencana”, kegiatan ini berlangsung selama dua hari, yakni Selasa (29/7) hingga Rabu (30/7) di Pemandian Air Panas, Cangar.
Kegiatan dibuka langsung oleh Kalaksa BPBD Jatim, Gatot Soebroto didampingi Plt Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim, Dadang Iqwandy. Hadir sebagai pemateri, di antaranya Direktur Pusat Penelitian Penanggulangan Bencana UPN Veteran Yogyakarta, prof Eko Teguh Paripurno dan Sri Wahyuningsih dari sekolah air hujan banyu bening.
“Semoga materi yang diberikan oleh narasumber, hasilnya bisa kita jabarkan dan gunakan di Jatim. Baik dalam pemberitaan yang positif dan mengedukasi masyarakat tentang mitigasi bencana,” kata Kalaksa BPBD Jatim, Gatot Soebroto sembari membuka acara, Rabu (30/7).
Gatot mengaku selama ini kolaborasi teman-teman jurnalis sangat baik dengan BPBD Jatim. Baik dari hal informasi dan pemberitaan yang membantu BPBD Jatim dalam menyosialisasikan tentang kebencabaan.
Ke depan, pihaknya ingin berkolaborasi dengan rekan jurnalis dalam menyiarkan program-program dari BPBD Jatim. Nah, dalam pemberitaan ini perlu ada ilmu pengetahuan dan strategi, misalnya bagaimana meminta informasi kepada masyarakat yang terdampak bencana. Serta apa saja yang akan dikembangkan, balk mitigasi dan lainnya.
“Saya harap teman-teman bisa mendengarkan materi-materi yang diberikan. Kalau dirasa bermanfaat, semoga ilmu ini bisa diterapkan di masyarakat. Terutama banyu bening, bagaimana di musim kering ini air hujan bisa disimpan untuk dimanfaatkan. Semoga bisa mengurangi kendala dimasa kekeringan,” harapnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Penelitian Penanggulangan Bencana UPN Veteran Yogyakarta, prof Eko Teguh Paripurno menegaskan, bencana bukan cuma angka maupun fisiknya, seperti berapa korban yang meninggal dan berapa kerusakan yang diderita. Tetapi ada aspek sosial yang terpenting.
Hubungan manusia, lingkungan dan kondisi, lanjutnya, ini menjadi hal yang sangat penting. Mengelola risiko bencana adalah mengelola manusianya. “Bencana itu karena ulah manusia, baik yang mengancam maupun kerentanannya. Kalau ingin mengurangi risiko bencana, yakni dengan meningkatkan kapasitas ketangguhan masyarakat akan bencana,” tegasnya.
Untuk itu, peran media seharusnya menyoroti solusi lokal dan pemberdayaan masyarakat. Yakni fokus pada kisah-kisah inspiratif, tentang bagaimana komunitas mengatasi risiko bencana dengan kekuatan sendiri. Kemudian menginspirasi komunitas lain, yakni liputan yang baik dapat mendorong Desa atau daerah lain untuk mengadopsi pendekatan PRBBK (Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas). “Tips meliput PRBBK, wawancara dengan berbagai pihak, baik warga, fasilitator dan Pemerintah). Dalam hal ini harus fokus pada proses dan partisipasi, gunakan data dan hindari generalisasi,” jelasnya
Ketua Komunitas Banyu Bening, Sri Wahyuningsih memberikan materi terkait mitigasi dan manfaat air hujan sumber kehidupan. Dijelaskannya, edukasi ini merupakan hal yang terpenting. Utamanya dalam memanfaatkan dan mengelola air hujan sebagai sumber kehidupan dan mitigasi bencana berbasis masyarakat,
“Hal itu sebagai salah satu upaya mencegah dampak negatif yang diperkirakan akan terjadi. Serta menanggulangi dampak negatif yang timbul sebagai akibat adanya bencana kekeringan menggunakan budaya kearifan lokal,” jelasnya.
Hal itu, lanjutnya, sesuau dengan visi Banyu Bening, yakni mengelola dengan sepenuh hati air hujan untuk kebutuhan sehari-hari, melalui perubahan cara pandang masyarakat terhadap air hujan. Serta membentuk kemandirian masyarakat untuk mendapatkan akses air minum yang mudah.
“Air hujan adalah salah satu solusi memperoleh air bersih yang dengan mudah didapatkan saat ini. Kami juga embangun kesadaran masyarakat untuk menginjeksi atau memasukkan kembali air hujan ke dalam tanah menggunakan konsep 5M, yakni menampung, mengolah, minum, menabung dan mandiri,” pungkasnya.[bed.ca]


