Usia Kabinet Merah – Putih yang dibawahkan presiden Prabowo Subianto, masih berjalan selama 122 hari, tetapi sudah dilakukan pergantian Menteri. Walau sebenarnya belum terdapat catatan (gemilang) Kementerian. Sehingga reshuffle (pergantian) pertama menunjukkan upaya harmonisasi. Juga penyegaran pucuk pimpinan Lembaga Negara, sesuai visi Presiden Prabowo. Termasuk penetapan Kepala BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang “kenyang” urusan pengawasan keuangan.
Target “bersih-bersih” internal sering digaungkan Presiden Prabowo, pada acara pertemuan dengan massa publik. Tak terkecuali effisiensi anggaran sebesar Rp 306 trilyun, terang-terangan dinyatakan, agar tidak dicolong oleh maling-maling. Target clean government (pemerintahan yang bersih) menjadi visi pemerintahan Presiden Prabowo. Walau terdapat realita kader partai yang dipimpin Prabowo Subianto, tersangkut korupsi.
Misalnya vonis terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan, menjadi perbincangan. Pada pengadilan pertama divonis 5 tahun. Sedangkan pada tingkat banding divonis lebih berat, menjadi 9 tahun. Tetapi pada tingkat kasasi, hukumannya malah di-ringan-kan lagi menjadi 5 tahun. Edhy Prabowo, menjadi Menteri pertama Kabinet Indonesia Maju (pimpinan Presiden Jokowi) pertama yang tersandung korupsi.
Edhy ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada November 2020. Selain diperjara, wajib pula membayar denda Rp 400 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp 9,68 milyar. Juga hak politiknya dicabut selama 3 tahun, setelah selesai menjalani pidana pokok. Bersikap anti-pati terhadap koruptor, kini digaungkan Presiden Prabowo, sekaligus diminta bertaubat. Khususnya mengembalikan uang negara yang dicuri.
Reshuffle anggota kabinet, menjadi domain kewenangan presiden. Begitu pula pergantian pucuk pimpinan Kementerian merupakan hak prerogatif presiden. Pergantian Menteri Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi, sebenarnya telah diprediksi. Posisi Menristekdikti kini digantikan oleh sosok akademisi dengan gelar profesor dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Brian Yulianto. Dikenal sebagai ilmuwan terkemuka di Indonesia yang berkontribusi besar dalam bidang nano-teknologi.
Isu reshuffle Menristekdikti mencuat setelah beberawa waktu lalu ia menjadi sorotan publik karena ramai-ramai didemo oleh pegawainya. Dalam demo dinyatakan keburukan kepemimpinan Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro. Dianggap arogan dan kasar terhadap para pegawai. Tidak sesuai dengan gelar Profesor (Guru Besar) yang seharusnya lemah lembut. Juga dituding sering mengambil keputusan pemecatan secara sepihak, tanpa konsultasi lebih lanjut dengan pihak terkait.
Pergantian Kepemimpinan Lembaga Negara, juga menghadirkan purnawirawan Perwira Tinggi bintang tiga. Yakni Letnan Jendral (Pur) Nugroho Sulistyo Budi sebagai Kepala BSSN (Badan Sandi dan Siber Negara). Jabatan terakhir sebelumnya adalah Inspektur Utama Badan Intelijen Negara (BIN). Nugroho Sulistyo Budi, adalah prajurit yang “kenyang” pada tugas intelijen. pernah berkarir sebagai perwira pertama di kesatuan Kopassus dan tergabung di Tim Mawar. Pengalaman siber, diperoleh saat menjabat Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN.
Berdasar konstitusi, pencopotan seorang menteri merupakan hak presiden yang diberikan konstitusi. UUD pasal 17 ayat (2), menyatakan, “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.” Menjadi kelaziman pada pemerintahan presiden Jokowi – Jusuf Kalla, bahwa pengangkatan menteri, diiringi dengan penandatanganan pakta integritas. Bukan sekadar kesanggupan bekerja keras, melainkan juga itikad “bersih” (tidak KKN). Pakta integritas tergolong manjur.
Pengganti pejabat tinggi bisa menjadi “teman baru” Presiden di bidang tugas yang diberikan. Termasuk per-angka-an statistik yang dipikul Kepala BPS (Badan Pusat Statistik), bagai baru dari “stok lama.” Tidak mudah, karena kepercayaan terhadap BPS diduga sering “di-baik-baikan.” Secara umum pengangkatan pejabat tinggi negara, tidak dapat hanya melenggang, mengikuti protokol. Jika tidak berprestasi bisa diganti setiap saat.
——— 000 ———