25 C
Sidoarjo
Sunday, December 21, 2025
spot_img

Bela Negara di Ruang Sunyi, Ketika Menjaga Kesehatan Menjadi Bentuk Patriotisme Baru

Oleh :
Prima Trisna Aji
Dosen prodi Spesialis Medikal BedahUniversitas Muhammadiyah Semarang

Hari ini tepat pada tanggal 19 Desember 2025, bangsa ini kembali memperingati Hari Bela Negara. Biasanya, peringatan ini identik dengan upacara, pidato kenegaraan, dan narasi heroik tentang senjata, seragam, dan garis depan. Namun di tengah realitas Indonesia hari ini ketika musuh tidak selalu datang membawa senapan makna bela negara menuntut tafsir yang lebih jujur, lebih relevan, dan lebih membumi.Salah satunya melalui kesehatan masyarakat.

Kita hidup di era ketika ancaman terhadap bangsa tidak lagi hanya berupa agresi militer.Penyakit tidak menular, krisis kesehatan mental, stunting, hipertensi, diabetes, hingga kelelahan kolektif akibat tekanan ekonomi dan sosial telah menjelma menjadi ancaman nyata bagi daya tahan bangsa.Ironisnya, ancaman ini sering kali datang dalam senyap, tanpa sirene, tanpa deklarasi perang, tetapi perlahan melumpuhkan produktivitas dan kualitas hidup warga negara.

Dalam konteks inilah, menjaga kesehatan baik fisik maupun mental seharusnya dipahami sebagai bentuk bela negara paling konkret di era modern.

Bangsa yang Sakit Adalah Bangsa yang Rentan
Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan sebuah negara tidak hanya ditentukan oleh alutsista atau pertumbuhan ekonomi, tetapi oleh kualitas manusia yang menggerakkannya.Bangsa dengan angka penyakit kronis tinggi, tingkat stres populasi yang berat, serta rendahnya literasi kesehatan, pada hakikatnya sedang membangun kerentanan dari dalam.

Berita Terkait :  Pesan Rektor UM Surabaya di Gelaran Wisuda ke-52, Melanjutkan dan Mengembangkan Program yang Telah Ada

Data kesehatan nasional selama beberapa tahun terakhir memperlihatkan peningkatan signifikan penyakit tidak menular, gangguan kesehatan mental pascapandemi, serta beban ganda gizi stunting di satu sisi dan obesitas di sisi lain. Ini bukan sekadar persoalan medis, melainkan persoalan strategis kebangsaan.

Seorang pekerja yang sakit kronis tidak produktif.Seorang ibu dengan depresi tidak optimal dalam pengasuhan.Seorang remaja dengan kecemasan berlebihan kehilangan fokus belajar.Jika kondisi ini dibiarkan masif, maka yang melemah bukan hanya individu, tetapi fondasi bangsa itu sendiri.

Kisah Nyata dari Ruang Sunyi
Beberapa waktu lalu, di sebuah puskesmas pinggiran kota, seorang perawat menceritakan pengalamannya merawat pasien hipertensi berusia 45 tahun seorang buruh harian yang menjadi tulang punggung keluarga. Pasien ini berulang kali dirawat bukan karena tidak tahu pentingnya obat, tetapi karena harus memilih antara membeli obat atau membeli beras.Tekanan ekonomi membuatnya abai pada kesehatan, hingga akhirnya stroke ringan memaksanya berhenti bekerja.

Di tempat lain, seorang guru sekolah dasar diam-diam menunda pensiun karena merasa murid-muridnya membutuhkan figur yang peduli pada kesehatan mental mereka. Ia melihat semakin banyak anak datang ke sekolah dengan wajah cemas, sulit konsentrasi, dan mudah marah-refleksi dari tekanan rumah tangga dan lingkungan sosial yang berat. Tanpa panggung, tanpa penghargaan, ia menjalankan perannya sebagai penjaga masa depan bangsa.Kisah-kisah seperti ini jarang muncul di mimbar peringatan Hari Bela Negara.Padahal, di ruang-ruang sunyi inilah bela negara sedang berlangsung setiap hari.

Berita Terkait :  Stasiun Madiun Layani 25.070 Penumpang Selama Libur Panjang Peringatan Maulid

Bela Negara Tidak Selalu Berisik
Narasi bela negara sering terjebak pada simbolisme yang keras dan maskulin.Padahal, di puskesmas, posyandu, ruang rawat, rumah sederhana, bahkan kamar tidur tempat seseorang berjuang melawan depresi, patriotisme bekerja dalam diam.

Tenaga kesehatan yang bekerja tanpa sorotan, kader kesehatan yang mengedukasi masyarakat, guru yang memperhatikan kesehatan mental muridnya, hingga warga yang disiplin menjalani pola hidup sehat semua adalah patriot, meski tanpa medali.

Bela negara hari ini adalah disiplin minum obat, kesadaran memeriksakan kesehatan, keberanian mencari bantuan saat mental terguncang, dan komitmen menjaga diri agar tidak menjadi beban sistem kesehatan negara.

Negara Butuh Warga yang Sehat, Bukan Sekadar Taat
Sering kali negara menuntut kepatuhan warganya, tetapi lupa bahwa kepatuhan hanya mungkin jika warga berada dalam kondisi sehat dan berdaya.Kesehatan bukan hadiah, melainkan prasyarat partisipasi kebangsaan.

Warga yang sehat lebih mampu berpikir jernih, tidak mudah terprovokasi, dan lebih tahan terhadap disinformasi.Dalam era banjir informasi dan polarisasi sosial, kesehatan mental menjadi benteng pertama terhadap konflik horizontal dan fragmentasi sosial.

Dengan demikian, investasi pada kesehatan masyarakat sejatinya adalah investasi pada stabilitas nasional.

Solusi: Membumikan Bela Negara Berbasis Kesehatan
Agar bela negara tidak berhenti sebagai slogan, beberapa langkah konkret perlu diperkuat:

Pertama, negara harus menempatkan promosi dan pencegahan kesehatan sebagai prioritas strategis, bukan sekadar pelengkap layanan kuratif.Edukasi kesehatan, skrining dini, dan dukungan kesehatan mental perlu diperluas hingga level komunitas.

Berita Terkait :  Bupati Sampang H Slamet Junaidi Hadiri RUPS Luar Biasa BUMD GSM

Kedua, organisasi profesi dan institusi pendidikan harus aktif membangun budaya kesehatan berbasis bukti, sekaligus melindungi tenaga kesehatan dan pendidik sebagai garda depan bela negara non-militer.

Ketiga, media massa perlu mengambil peran sebagai pendidik publik dengan menyajikan informasi kesehatan yang akurat, empatik, dan bertanggung jawab, bukan memperkuat kepanikan atau stigma.

Keempat, dan yang tak kalah penting, warga negara harus mengambil tanggung jawab personal: menjaga pola hidup sehat, peduli pada kesehatan mental, dan saling menguatkan di tingkat keluarga serta komunitas.

Patriotisme yang Membumi
Di tengah tantangan zaman, bela negara perlu dibumikan agar tidak kehilangan makna.Patriotisme hari ini tidak selalu berbentuk heroisme besar, tetapi konsistensi kecil yang berdampak besar.Bangsa yang kuat adalah bangsa yang warganya sehat, sadar, dan saling menjaga.

Maka pada Hari Bela Negara ini, mari perluas makna pengabdian. Mulailah dari yang paling dekat: tubuh, pikiran, dan kepedulian terhadap sesama. Karena di situlah, diam-diam tetapi pasti, Indonesia sedang dibela.

————- *** —————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru