25 C
Sidoarjo
Thursday, December 18, 2025
spot_img

Konsep Gender dalam Realitas Sosial dan Agama

Oleh:
Heny Agung Wibowo
Guru Sosiologi SMAS Al-Izzah Kota Batu

Kajian perempuan adalah satu pembahasan yang multidimensi dan multi aspek, kita perlu memahami kajian perempuan ini tidak hanya pada aspek secara fisik saja, melainkan juga secara psikis dan emosional.Kajian perempuan dalam dunia sosial memiliki banyak makna secara fungsi atau peranya,dalam teori struktur fungsional perempuan dan laki-laki memiliki fungsi berbeda yang dilahirkan dari konstruksi budaya masyarakat. Artinya banyak pandangan mengenai kehidupan perempuan, baik di wilayah perkotaan atau di wilayah pedesaan, ketika konsep perempuan di wilayah perkotaan akan jauh memiliki konsep yang lebih bebas daripada konsep perempuan di wilayah pedesaan karena masyarakat kota dan desa dilahirkan dari kearifan lokal masing-masing dengan standar moral yang tidak bisa disamakan.

Lahirnya perbedaan dalam membahas konsep laki-laki dan perempuan dalam struktur sosial disebut sebagai konsep kesetaraan gender. Gender dan Seks adalah pembahasan yang jauh berbeda meskipun secara esensi definisi akhirnya sama. Pemaknaan gender dan seks dibedakan secara definisi artinya ketika kita membahas definisi seks maka lahirlah suatu makna mengenai perbedaan antara laki-laki dan perempuan atas dasar fisik dan organ tubuh antara laki-laki dan perempuan yang berbeda. Akan tetapi, ketika kita membahas definisi gender maka yang lahir adalah konsep perbedaan antara laki-laki dan perempuan atas dasar konstruksi sosial yang dilahirkan di masyarakat. Konstruksi sosial mengenai konsep gender ini jauh lebih luas dikarenakan membahas mengenai fungsi atau peran laki-laki dan perempuan dalam wilayah masyarakat atas dasar status sosialnya. Seperti halnya, ketika membahas konsep gender laki-laki maka yang terbersit dalam fikiran kita adalah satu sosok manusia yang kuat, pandai memimpin, siap siaga, tidak terlalu terbawa perasaan, dan masih banyak lagi mengenai simbol-simbol seorang laki-laki. Namun, ketika kita membahas konsep gender perempuan maka yang muncul dalam benak pikiran kita adalah lemah, tidak berdaya, selalu berlindung dibawah naungan seorang laki-laki, selalu terbawa suasana dan perasaan, tidak bisa diajak survive, mudah menangis, dan simbol-simbol yang terdominasi akan muncul pada perempuan.

Berita Terkait :  Gubernur Khofifah Kendarai Motor Listrik Serahkan Tali Asih kepada Perintis dan Keluarga Pahlawan Nasional

Dampak apa yang membuat konstruksi sosial semacam itu bagi seorang perempuan? Dampaknya sangat besar dan sangat banyak, terutama pada gerak langkah seorang perempuan yang selalu didominasi oleh laki-laki dan hanya bekerja di wilayah domestik, artinya mereka hanya pantas bekerja di wilayah kerumah tanggan seperti, mengurus rumah, bersih-bersih, mengurus anak, menyiapkan sarapan untuk suami, dan menjadi ibu rumah tangga yang baik dan menurut terhadap suami sebagai kepala keluarga. Hanya di wilayah-wilayah domestik perempuan bisa mengembangkan dirinya atau dengan kata lain, mereka bisa bergerak untuk tetap percaya pada diri sendiri bahwa mereka masih bisa bermanfaat untuk orang lain meskipun hanya pada wilayah kerumah tanggaan saja.

Teori sosial yang menjelaskan konstruksi sosial atas gender laki-laki dan perempuan serta perbedaan secara fisik dikenal dengan istilah Teori Nurture dan Teori Nature. Artinya ketika kita membahas teori nurture maka perbedaan yang lahir antara laki-laki dan perempuan adalah perbedaan yang dilahirkan oleh konstruksi sosial yang mmebuat laki-laki memiliki kedudukan yang lebih bebas dan lebih dominan daripada perempuan. Sedangkna, teori nature adalah teori secara biologis yang tidka bisa dirubah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dikarenakan secara kodrat penciptaan dan fisik jauh berbeda.

Konsep kesetaraan gender dalam perspektif agama memiliki pandangan yang snagat beragam dan unik, konsep kesetaraan gender ini sebenarnya bukan membawa perempuan pada kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada laki-laki, melainkan agama terutama Islam menempatkan perempuan pada kedudukan yang jauh lebih tinggi sebagai seorang Ibu yang melahirkan dan mengorbankan nyawa untuk seorang anak bayinya agar bisa hidup dan lahir kedunia dengan selamat. Akan tetapi, masih banyak panafsiran-penafsiran mengenai perempuan yang dianggap oleh orang luar yang tidak memahami syari’at Islam ini sebagai sesuatu yang mendominasi dan mendeskriminasi perempuan sebagai mahluk yang tidak berdaya.

Fakta lain menunjukkan bahwa masih banyak perempuan-perempuan diluar sana yang bisa menghidupi anaknya dengan status single mother bisa bekerja dan berkarir sampai pada titik yang lebih tinggi daripada laki-laki yang hanya menganggur, itu menunjukkan betapa hebat dan kuatnya seorang perempuan dalam survive demi keluarganya. Menurut Tafsir Al-Azhar mengatakan bahwa Islam adalah agama yang sangat menghargai perempuan dan tidak pernah merendahkan perempuan sedikitpun, ketika hari ini maish ada sikap dan perilaku yang merendahkan perempuan sampai-sampai perempuan tidak dimanusiakan maka itu bukan Islam, melainkan satu oknum masyarakat yang tidk mengindahkan ajaran-ajaran Islam sebagai ajaran yang rahmatan lil ‘alamin. Kalau kita mau menelusuri sejarah mengenai konsep kesetaraan gender pada perempuan, maka kita akan menemukan masa-masa kebodohan atau kejahiliaan masyarakat dahulu terhadap perempuan, diantaranya adalah sebelum kedatangan Islam masyarakat Arab masih memperlakukan perempuan sebagai barang yang tidak berguna yaitu dijadikan budak sex, dibunuh kalau lahir bayi perempuan karena dianggap tidak berguna dan tidak bisa diajak perang, bahkan dijadikan sebagai pembantu dan budak yang diperjual belikan dengan harga yang murah.

Berita Terkait :  Kabupaten Lamongan Menempati Peringkat Pertama Produksi Padi Se-Jawa Timur

Menurut Nasaruddin Umar sebelum turunya Al-Qur’an banyak peradaban yang sudah berkembang seperti Yunani, Romawi, India, Cina, dan bahkan agama-agama yang tumbuh dan berkembang seperti Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha, Zoroaster di Persia dengan perilaku budaya yang sangat heterogen di daerah masing-masing yang memperlakukan perempuan seperti tidak layaknya perempuan. Kita lihat saja di Yunani perempuan dijadikan sebagai budak seks dan sebagai pemenuhan kebutuhan biologis saja setelah mereka sudah tidak berguna dan sudah digunakan maka fungsi mereka selesai. Laki-laki diberikan kebebasansecara penuh untuk melakukan apapun terhadap perempuan dan sampai pada akhirnya di Yunani ada sebuah simbol patung-patung yang telanjang sebagai bukti kalau perempuan tidak memiliki harga diri sama sekali.Kita lihat lagi pada perdaban Romawi yang mengatakan bahwa hak seorang anak perempuan berada dibawah kekuasaan ayahnya, hak itu akan berpindah ketika perempuan sudah menikah dengan seorang laki-laki, akan tetapi sama perempuan tidak memiliki hak atas dirinya karena prinsipnya hak perempuan adalah milik keluarganya yang laki-laki. Permasalahan-permasalahan mengenai kesetaraan gender dan deskriminasi sudah terjadi sejak peradaban masa lalu sekitar tahun 1805-1882. Nasib perempuan sampai tahun 1805 masih sama dan sangat memprihatinkan bahkan pada tahun itu ada undang-undang Inggris yang menjelaskan bahwa suami memiliki hak untuk menjual istrinya sampai pada tahun 1882 perempuan di Inggris belum lagi memiliki hak atas kepemilikan harta benda secara penuh dan hak menuntut ke pengadilan.

Berita Terkait :  Sivta Ilmiara Sari, Mahasiswi Unigoro Raih Juara I Puteri Kebaya Jawa Timur

Menurut Quraish Shihab dalam menafsirkan sebuah ayat tentang konsep kesetaraan gender, maka Quraish Shihab melihat dari sudut pandang mengenai konsep kepemimpinan seorang laki-laki yang diberikan keistimwaan daripada perempuan dan perlu digaris bawahi bahwasanya seorang laki-laki mampu menjadi pemimpin dari perempuan dengan menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, tanpa mengkhianati perempuan dan tidak meninggalkan perempuan yang taat terhadap laki-laki sebagai suaminya. Artinya Quraish Shihab tidak membatasi seorang perempuan untuk menjadi pemimpin selama memiliki kapasitas yang baik dalam kepemimpinan dan siap serta mampu menjaga stabilitas perekonomiannya dan juga sistem perekonomian negara sehingga perempuan tersebut layak untuk dijadikan pemimpin.

Perempuan harus memiliki konsep yang jelas dan tegas dalam memilih suatu keadaan untuk dirinya, karena perilaku perempuan dengan hari ini menginginkan menjadi sama secara kedudukan dengan laki-laki bukan sesuatu yang salah, melainkan belum tepat karena selama ini hanya terjadi kesalah pahaman dalam konsep memaknai kesetaraan gender. Konsep kesetaraan gender ini lahir dari faktor eksternal yang dialami oleh beberapa perempuan diluar sana yang akhirnya menjadikan semua perempuan merasa dirugikan dan tidak dianggap. Padahal selama ini perempuan jauh lebih agresif dan dominan daripada laki-laki dan tidak menutup kemungkinan permasalah yang baru adalah malah deskriminasi terhadap posisi seorang laki-laki yang tidak berdaya dengan perempuan?

Faktor eksternal memang sangat berpengaruh ketika kita mengkaji konsep fakta sosial Durkheim, karena pengaruh eksternal dari seorang individu adalah faktor yang lebih besar dalam pola berpikir dan bertingkah laku pada diri seorang individu.Akhirnya, kita melupakan esensi sebuah data atau fakta dalam merespon keadaan atau kondisi yang merugikan kita tanpa kita mengkaji terlebih dahulu masalah yang terjadi secara empiris.

————– *** ——————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru