Lima mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya yang terdiri dari Aditya Bayu Setyawan, Rio Ardiansa,
Naufal Ubaidillah Fauzy, Aprilian Kurnia Putra dan M. Laksamana menjadi strategis dalam membangun citra dan komunikasi Kedai Rempah Haray.
Surabaya, Bhirawa.
Kedai Rempah Haray lahir dari kegelisahan sederhana: kebiasaan anak muda yang gemar nongkrong di kafe sambil menikmati minuman manis tinggi gula, yang dalam jangka panjang kurang baik untuk kesehatan. Dari kegelisahan itu, pemilik merancang sebuah kedai yang menawarkan minuman berbahan rempah, tetap enak dan kekinian, tetapi lebih ramah bagi tubuh. Berbagai rempah utama diperoleh dari Pasar Mangga Dua, sementara bahan khusus yang tidak tersedia di sana dicari hingga ke Yogyakarta demi menjaga kualitas rasa dan khasiat.
Berangkat dari sinilah lima mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya yang terdiri dari Aditya Bayu Setyawan, Rio Ardiansa,
Naufal Ubaidillah Fauzy, Aprilian Kurnia Putra dan M. Laksamana masuk, bukan sekadar sebagai “pembuat konten”, tetapi sebagai mitra strategis dalam membangun citra dan komunikasi Kedai Rempah Haray.
Kolaborasi bermula dari tugas perkuliahan yang menantang mahasiswa untuk mencari UMKM yang membutuhkan pendampingan promosi dan branding. Setelah melakukan penelusuran, mereka menemukan Kedai Rempah Haray lewat TikTok dan tertarik karena usahanya masih baru, konsepnya unik, serta dinilai memiliki potensi cerita yang kuat untuk dikembangkan dalam kampanye komunikasi.
Sebagai calon praktisi komunikasi, mahasiswa memulai kerja dengan melakukan observasi dan pemetaan: siapa target utama kedai, bagaimana kebiasaan nongkrong anak muda, serta nilai apa yang ingin ditonjolkan dari minuman rempah. Hasil pengamatan ini kemudian diterjemahkan ke dalam strategi komunikasi yang berupaya memosisikan Rempah Haray sebagai pilihan gaya hidup sehat yang tetap asyik dan relevan dengan budaya kafe anak muda. Mereka tidak hanya mempromosikan produk, tetapi juga membingkai cerita tentang keseimbangan antara kesehatan, kenyamanan, dan suasana nongkrong yang hangat.
Dari sisi produksi konten, mahasiswa mengerjakan beragam bentuk media sebagai wujud penerapan teori yang dipelajari di kelas. Mereka membuat foto produk yang menonjolkan warna, tekstur, dan kehangatan rempah, kemudian mengembangkan tiga jenis iklan: iklan televisi, iklan luar ruang, dan iklan videotron untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Setiap media dipilih dengan mempertimbangkan karakter target pasar, jangkauan, serta bagaimana pesan tentang “minuman rempah yang modern dan sehat” dapat muncul secara konsisten di berbagai titik sentuh.
Kolaborasi lintas disiplin juga menjadi bagian penting dari proyek ini. Mahasiswa Ilmu Komunikasi bekerja sama dengan mahasiswa desain grafis untuk menghasilkan kalender bertema rempah-rempah yang berfungsi sebagai media promosi sekaligus media edukasi. Kalender ini tidak hanya memajang gambar produk, tetapi juga menampilkan rempah-rempah khas kedai sebagai elemen visual dan informasi, sehingga publik dapat lebih mengenal bahan alami yang mereka konsumsi.
Dalam perspektif keilmuan komunikasi, proyek ini menjadi ruang praktik langsung bagi mahasiswa untuk menerapkan konsep brand image, storytelling, dan komunikasi pemasaran terpadu. Fokus utama mereka adalah merancang periklanan, branding, dan komunikasi eksternal yang selaras: bagaimana pesan “rempah, sehat, dan kekinian” dihadirkan dalam bahasa, visual, dan pengalaman yang konsisten. Konsistensi inilah yang diharapkan dapat membantu UMKM baru seperti Kedai Rempah Haray membangun posisi di tengah ketatnya persaingan bisnis kuliner.
Proses kreatif tidak selalu berjalan mulus. Mahasiswa menghadapi tantangan besar ketika harus menyusun konsep iklan dari nol untuk sebuah usaha yang benar-benar baru, tanpa referensi kampanye terdahulu yang bisa dijadikan acuan. Mereka perlu memikirkan gaya komunikasi, alur cerita, dan bentuk visual yang paling tepat untuk karakter kedai, sekaligus memastikan pesan tetap mudah dipahami oleh target audiens anak muda.
Tantangan lain muncul karena proyek ini berkaitan dengan beberapa mata kuliah sekaligus, sehingga hasil tugas dari beragam kelas harus terintegrasi. Mahasiswa belajar menyatukan berbagai ide dari periklanan, fotografi, desain, hingga komunikasi merek, agar semua materi tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi saling menguatkan. Pengalaman ini mengasah kemampuan mereka dalam manajemen proyek komunikasi, koordinasi tim, dan penyelarasan pesan lintas platform. (ren.why).


