Pemerintah bakal terus mem-buru timbun impor beras ilegal. Hasil panen selama tahun 2025 patut dilindungi, walau impor ilegal beras hanya “secuil” (sekitar 300 ton). Kementerian Pertanian bertekad swa-sembada beras pada tahun (2025) ini. Serasa “percaya tak percaya,” Presiden Prabowo Subianto, bertekad menghentikan impor beras. Walau bukan tekad yang muluk-muluk, tetapi tahun 2024, menjadi catatan impor beras yang semakin deras! Pemerintah menambah kuota impor, sampai 5 juta ton. Stop impor beras tergolong lompatan prestasi.
Pemerintah yakin, swa-sembada beras bisa tercapai dalam sebulan ke depan (persis akhir tahun). Serta tidak akan meng-impor beras, walau se-liter. Swa-sembada beras secara sitemik dibangun dengan berbagai program on-farm, perbaikan lahan melalui pupuk bersubsidi murah, serta penambahan areal tanam, dan perbaikan irigasi. Bahkan modernisasi alat pertanian saat panen. Juga upaya peningkatan HPP (Harga Pembelian Pemerintah) gabah kering sawah menjadi Rp 6.500,- per-kilogram.
Harga gabah pembelian Bulog dinaikkan per-15 Januari 2025, sebelum panen raya. Semula HPP gabah Rp 6.000,-. Sehingga saat panen raya (Maret-April 2025) petani memperoleh harga lebih baik. Serta merta meningkatkan NTP (Nilai Tukar Petani). Berdasar catatan BPS (Badan Pusat Statistik) NTP) per-Oktober 2025 sebesar 124,30%. Naik 3,67% dibanding Oktober tahun (2024) lalu yang sebesar 120,70. Karena terjadi kenaikan It (Indeks diterima, penjualan hasil panen) meningkat 8,3%.
Panen selama tahun 2025 diperkirakan menghasilkan beras sebanyak 34,77 juta ton. Sedangkan konsumsi beras tahun 2025, diperkirakan sebanyak 31 juat ton. Masih surplus banyak. Bandingkan dengan tahun (2024) lalu panen menghasilkan 52,66 juta ton GKG (Gabah Kering Giling), menjadi beras sekitar 30,34 juta ton. Sedangkan konsumsi beras tahun 2024, mencapai 31,2 juta ton. Terjadi kekurangan sebanyak 860 ribu ton. Anehnya, terdapat impor sebanyak 5 juta ton. Maka terdapat surplus ketersediaan beras sangat banyak. Bisa disalurkan pada tahun 2025.
Beras telah mengawali swa-sembada. Menjadi lompatan prestasi sektor pangan.. Walau masih harus dipastikan bisa berkelanjutan. Terutama pertambahan luas areal tanam. Serta ekosistem ke-pertanian (ketersediaan benih, dan pupuk). Juga kewaspadaan iklim La-Nina (hujan ekstrem), yang bisa menyapu ladang yang baru disemai. Juga El-Nino (kemarau ekstrem), sehingga dibutuhkan sistem irigasi lebih handal.
Bahan pangan lain, terutama jagung, kedelai, dan susu, belum bisa swa-sembada dalam waktu dekat. Ketergantungan pada impor sangat besar, wajib dikurangi. Konon Kementerian Pertanian sudah menantang “jago-jago” pertanian untuk meningkatkan panen kedelai. Termasuk tambahan seribu hektar ladang siap tanam. Lahan milik negara bekas sitaan, yang belum ditanami. Biasanya kedelai ditanam pada musim gadu (periode tanam kedua setelah panen padi).
Kedelai akan menjadi bahan pangan strategis kedua setelah beras, berkait program MBG (Makan Bergizi Gratis). Karena sebagai menu “wajib” bahan baku tahu, dan tempe. Walau harga kedelai sering mengguncang pengrajin tahu dan tempe. Namun pengrajin tetap bertahan dalam perebutan kedelai global. Produksi lokal kedelai sebanyak 300 ribu ton. Padahal perkiraan konsumsi nasional mencapai 3 juta ton! Hanya 10%. Sisanya harus dipenuhi melalui impor sebesar 90%!
Pemerintah memiliki kewajiban pemenuhan bahan pangan, diamanatkan UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pada pasal 13, dinyatakan, “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok, ⦠untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.” Harus dipenuhi walau impor. Terutama dari Amerika Serikat, sampai senilai US$1,2 milyar. Ironisnya, menanam kedelai kurang diminati petani. Karena keuntungannya sangat kecil.
——— 000 ———


