Sidoarjo, Bhirawa
Bangkesbangpol Provinsi Jawa Timur menggelar Kenduri Kebhinekaan bertema “Merajut Persatuan dan Kesatuan dalam Keberagaman Masyarakat untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045”. Menyasar 100 tokoh masyarakat di wilayah Kecamatan Tulangan, Sidoarjo, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat persatuan dan kesatuan dari akar rumput.
Dalam kegiatan ini, hadir sebagai narasumber Kepala Bidang Ideologi, Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa Badan Kesbangpol Jatim, Dian Puspitasari Hayuningtyas, serta Ketua Komisi A DPRD Jatim Dedi Irwansa, Ketua Komisioner KPU Sidoarjo Fauzan Adim dan Direktur Operasional Harian Bhirawa.
Dalam sambutannya Kepala Bidang Ideologi, Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa Badan Kesbangpol Jatim, Dian Puspitasari Hayuningtyas menyampaikan harapan besarnya dalam menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia menyebut, Indonesia memiliki potensi besar menjadi negara maju karena kekayaan alam dan jumlah penduduk yang mencapai 284 juta jiwa. Sementara Jawa Timur sendiri dihuni 42,8 juta jiwa yang tersebar di 28 kabupaten, 9 kota, dan 166 kecamatan.
Namun Indonesia, khususnya Jawa Timur, menghadapi beragam tantangan.
Dian mengungkapkan hambatan hilirisasi industri, bonus demografi, persoalan kesehatan, pendidikan, kemiskinan, penurunan toleransi, ancaman radikalisme, terorisme, hingga rendahnya pemahaman tentang Pancasila masih menjadi pekerjaan besar.
Ia juga menyoroti perkembangan teknologi, termasuk AI, judi online, penyimpangan perilaku, hingga human trafficking yang semakin mudah menyasar generasi muda melalui media sosial.
“Perkembangan medsos sangat riskan karena dengan mudah memaparkan paham ekstremisme, kebebasan yang kebablasan, dan ujaran kebencian. Saya berharap generasi muda menjadi pengguna medsos yang bijak,” ujarnya.
Dian menegaskan bahwa penguatan wawasan kebangsaan menjadi solusi utama. Nilai kebangsaan harus bertumpu pada empat konsensus dasar meliputi Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Ia mengungkapkan hasil riset BPIP bekerja sama dengan salah satu universitas yang menunjukkan 34,4 persen siswa SMA menganggap Pancasila dapat diubah.
“Ini sangat mengkhawatirkan. Pancasila tidak bisa diubah karena merupakan fondasi sejak awal berdirinya NKRI,” tegasnya.
Dalam menguatkan persatuan dan kesatuan, Bangkesbangpol Jatim bahkan menyusun tiga modul untuk pelajar, mahasiswa, dan masyarakat yang memuat materi kebhinekaan, kewarganegaraan, toleransi, serta manajemen konflik sosial.
“Kami berharap dengan adanya modul ini dan dengan digelarnya kegiatan ini generasi muda mampu menjadi agen perubahan yang menguasai IPTEK, menjaga harmoni keberagaman, berjiwa nasionalis, serta menolak ide dan perilaku yang bertentangan dengan Pancasila,”tandanya.
Sementara itu Ketua Komisi A DPRD Jatim, Dedi Irwansa, menekankan pentingnya merawat persatuan dan kesatuan di tengah pesatnya transformasi digital. Ia menilai perbedaan kultur dan sosial dapat memicu konflik jika tidak disikapi dengan wawasan kebangsaan.
Dedi juga menyoroti polarisasi politik, terutama jelang Pilkades di sejumlah daerah. “Polarisasi Pilkades justru sering lebih tajam. Ini harus disikapi dengan penguatan wawasan kebangsaan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa perkembangan teknologi telah menggerus kedekatan sosial antarwarga. Karena itu etika digital harus dibangun, mengingat radikalisme dan ujaran kebencian banyak tumbuh di ruang digital dan mulai menyasar pelajar SMA.
“Persatuan dan kesatuan wajib dijaga karena kemerdekaan diraih melalui perjuangan panjang. Indonesia Emas 2045 bukan narasi politik, tetapi cita-cita bersama agar bangsa ini tumbuh maju dan berkeadilan,” kata Dedi. [ina]


