33 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Momentum Reformasi Sistem Rujukan Kesehatan

Oleh
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Baru-baru ini Kementerian Kesehatan tengah menyusun skema sistem rujukan sebagai bagian dari pilar transformasi kesehatan Indonesia dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan agar lebih merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia serta membangun sistem kesehatan Indonesia yang lebih baik, kuat, dan setara. Kondisi tersebut dapat diwujudkan melalui strategi enam pilar transformasi kesehatan Indonesia antara lain : Transformasi Layanan Primer, Transformasi Layanan Rujukan, Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan, Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan, Transformasi Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, dan Transformasi Teknologi Kesehatan. Sistem rujukan berjenjang memang menjadi salah satu titik kritis dalam upaya memberikan akses dan layanan yang berkeadilan tanpa diskriminasi atau dengan kata lain untuk memastikan pasien menerima pelayanan yang optimal dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan medisnya. Saat ini sistem rujukan pelayanan kesehatan saat ini sedang bertransformasi dari sistem berjenjang menjadi sistem rujukan berbasis kompetensi, yang mengutamakan kebutuhan medis pasien dan langsung merujuk ke fasilitas yang sesuai dengan kemampuan layanan, bukan lagi berdasarkan urutan kelas rumah sakit.

Perubahan ini bertujuan untuk efisiensi, mengurangi penumpukan di fasilitas yang tidak relevan, dan mempercepat penanganan pasien yang tepat. Rumah sakit akan diklasifikasikan berdasarkan kompetensi medis, bukan kelas administratif. Kemenkes mengelompokkan layanan menjadi empat tingkat, yaitu layanan dasar di Puskesmas, Rumah Sakit Madya, Rumah Sakit Utama, dan Rumah Sakit Paripurna. Dokter akan menentukan rujukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan indikasi medis (evidence based). Kondisi ini setidaknya akan menekan biaya pengobatan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) termasuk biaya operasional, waktu dan tenaga pasien dan keluarganya karena rantai layanan yang panjang sehingga tidak efisien dan cenderung memberatkan masyarakat yang membutuhkan pertolongan segera. Pasien yang langsung ditangani di rumah sakit yang tepat akan menjalani perawatan lebih efisien, sehingga BPJS Kesehatan cukup membayar satu kali rujukan. Meski demikian, pasien tetap harus ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama atau FKTP (Puskesmas, klinik pratama, dokter/dokter gigi praktik perorangan) sebelum dirujuk ke rumah sakit yang tepat guna memastikan penanganan medis yang tepat sasaran, mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas biaya pelayanan kesehatan, serta mencegah penumpukan pasien di rumah sakit besar.

Berita Terkait :  DPUPR Kota Batu Respon Cepat Aksi Pencurian Boks PJU Turunkan Layanan Publik

FKTP menjadi salah kunci kunci sekaligus berfungsi sebagai lini pertama pelayanan melalui serangkaian pemeriksaan kondisi pasien terlebih dahulu untuk menentukan dan memastikan apakah penyakit dapat langsung ditangani atau memerlukan rujukan. Selain itu juga dapat membantu memilah pasien dan memastikan kasus yang lebih serius bisa segera ditangani dengan baik berdasarkan indikasi medis yang jelas, bukan atas permintaan pribadi pasien, memastikan pasien mendapatkan penanganan yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakitnya serta memungkinkan pengendalian biaya dan mutu pelayanan kesehatan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan pelayanan yang optimal dengan biaya yang lebih terjangkau. Reformasi sistem rujukan sangat esensial sebab menyangkut urusan nyawa jika tidak dilakukan secara cepat, tepat dan efisien yang berbasis kondisi dan kebutuhan medisnya.

Pembiayaan Kesehatan
Sistem rujukan mempengaruhi biaya kesehatan secara signifikan karena efektivitasnya dapat mengontrol pengeluaran dengan mengarahkan pasien ke fasilitas yang sesuai kemampuannya, atau meningkatkan biaya jika rujukan tidak efektif, misalnya karena pasien ringan mendapatkan pelayanan mahal di tingkat lanjut. Rujukan yang buruk juga dapat menyebabkan biaya tambahan karena pasien putus pengobatan atau memerlukan rujukan berulang karena fasilitas awal tidak memadai, kesemuanya tentu bermuara pada beban dan merugikan pasien, keluarganya dan masyarakat secara umum. Selain itu juga menyebabkan pemborosan biaya, terkadang memperlambat penanganan pasien dengan kasus serius, membutuhkan waktu tunggu lebih lama, yang pada akhirnya dapat memperburuk kondisi pasien yang pada akhirnya terjadi ironis yakni memerlukan biaya pengobatan yang lebih besar di kemudian hari.

Berita Terkait :  Makna Sehat Bagi Calon Pemimpin Daerah

Namun demikian beberapa hal yang harus diantisipasi antara lain : pertama, menambah beban rumah sakit rujukan sehingga kapasitas sumber daya harus ditingkatkan dan memastikan layanan spesialistik dan subspesialistik yang ditawarkan sesuai dengan klasifikasi kompetensi serta meningkatnya kompleksitas kasus yang ditangani. Kedua, melakukan optimalisasi penggunaan teknologi (SISRUTE) Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) dari Kementerian Kesehatan untuk mengelola data pasien secara efisien, mempermudah dan mempercepat proses rujukan, serta mengoordinasikan rujukan secara vertikal dan horizontal. Integrasi data dan layanan menjadi kebutuhan mutlak yang tak dapat ditunda lagi. Ketiga membangun jejaring dan koordinasi yang kuat dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas/Klinik Pratama) dan rumah sakit rujukan lainnya untuk memastikan kesinambungan pelayanan yang bermutu, efektif, efisien dan berkeadilan.

————- *** —————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru