Jairi (kanan) bersama Latif Kusairi dan Dwi Cahyono memamerkan buku Banjir Tulungagung, Bencana dan Penanggulangannya Tahun 1942-1986 usai bedah buku tersebut.
Tulungagung, Bhirawa.
DPD Partai Golkar Tulungagung menggelar bedah buku karya Latif Kusairi berjudul Banjir Tulungagung, Bencana dan Penanggulangannya Tahun 1942-1986. Bedah buku berlangsung di Aula Karya Mandiri Kantor DPD Partai Golkar Tulungagung.
Ketua Terpilih DPD Partai Golkar Tulungagung, Jairi Irawan, usai acara bedah buku Selasa (18/11) petang, mengungkapkan bedah buku dilakukan untuk merunut jejak sejarah di Tulungagung. Salah satunya terkait bencana banjir yang selalu terjadi setiap tahun antara tahun 1942 sampai tahun 1986.
“Dengan bedah buku ini bagaimana kita bisa menelusuri solusi-solusi di masa lalu, sehingga kita bisa terapkan di solusi masa kini,” ujarnya.
Ia berharap dengan bedah buku yang dihadiri juga Budayawan Arkeolog Dwi Cahyono tersebut ada perspektif lain yang bisa menjadi acuan bagi Pemkab Tulungagung maupun Pemprov Jatim.
“Sehingga kebijakan saat ini bisa melihat terintegrasi antara masa lalu dan masa depan. Jangan sampai semua kebijakan hanya berorientasin pada masa kini, tetapi bagaimana kebijakan melihat perspektif masa lalu dan bisa menjadi solusi di masa depan,” sambungnya.
Jairi yang juga menjabat sebagi Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim ini membeberkan banjir di Kota Marmer pada masa lalu sudah dikenal luas masyarakat di Jatim. Bahkan ada ungkapan dalam Sejarah jika Tulungagung jadi kedung dan Blitar jadi latar.
“Jadi kalau nanti ada bencana banjir lagi, kita sudah punya perspektif bagaimana cara menanganinya. Entah belajar dari masa lalu atau dari daerah lain. Yang pasti kebijkan kita harus bisa dinikmati anak cucu kita juga. Tidak hanya berfokus di masa kini,” paparnya.
Sementara itu, Latif Kusairi, mengungkapkan pembuatan buku Banjir Tulungagung itu membutuhkan waktu yang relatif lama. Yakni sampai lebih dari tiga tahun.
“Sebenarnya ini karya riset saya waktu S1. Kemudian saya perdalam. Ini revisi ketiga. Mungkin lebih dari tiga tahun. Sempat macet pula karena skripsi,” katanya.
Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta ini menuturan hanya melakukan penelitian banjir di Tulungagung saat masa penjajahan Jepang dan kemerdekaan. Meski di zaman kolonial Belanda banjir juga sudah kerap terjadi.
“Saya menemukan data yang sangat banyak dari beberapa sumber arsip, sehingga akan saya buat sendiri penanganan banjir di masa kolonial,” terangnya.
Ada pun dari hasil riset yang dilakukan Latif Kusairi terkait penyebab banjir di Tulungagung, di antaranya akibat letusan Gunung Kelud yang membuat endapan pasir di sungai Brantas semakin tinggi sehingga aliran air ke Sungai Brantas terganggu. (wed.hel)


