25 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Fatwa Resolusi Jihad Memicu Perang Sabil 10 November 1945, Proklamasi NKRI “Harga Mati”

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan senior, penggiat dakwah sosial politik

Pada malam Jumat Legi (4 September 2008) hari yang di-keramat-kan sebagian terbesar bangsa Indonesia. Terdengar bertalu-talu bunyi kendang tifa ditabuh, disertai tarian budaya Asmat. Saat itu diselenggarakan resepsi diplomatik HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, di Wassenaar, dekat Den Haag, Belanda. Keramat-nya lagi, resepsi dihadiri Perdana Menteri Belanda JP Balkenende, beserta beberapa Menteri Kabinet Balkenende IV. Juga dihadiri pimpinan International Court of Justice (ICJ), dan pimpinan International Criminal Court (ICC).
KBRI di Denhaag, dengan kepala tagak patut mengundang tamu pejabat tertinggi Belanda. Karena Indonesia merupakan satu-satunya bangsa di Indonesia, yang merdeka dengan cara perang melawan penjajah. Yakni melalui Perang Sabil, Jihad fi Sabilillah, pada 10 November 1945, yang sangat panjang. Sampai empat tahun. Walau Jepan pernah menjanjikan akan memberi kemerdekaan pada “suatu hari” (tidak dipastikan tanggalnya).
Janji disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang, Kuniaki Koiso, pada 7 September 1944. Janji Jepang terdengar ke seluruh negara-negara Arab. Termasuk di dengar oleh Mufti Akbar Palestina, Syeh Muhammad Amin al-Husaini, yang berada di Berlin, Jerman. Sebenarnya Syeh Palestina dalam pengungsian, karena gagal memperoleh dukungan kolonial (Inggris), yang menguasai jazirah Arab. Jerman, Jepang, dan Italia, merupakan satu poros melawan Sekutu (di dalamnya terdapat Inggris, Prancis, Amerika, dan Belanda).
Tetapi aktifis kebangsaan Indonesia, mengetahui Janji Kuniaki Koiso, sebagai tanda pelemahan tentara Jepang dalam melawan Sekutu. Maka segenap aktifis ancang-ancang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Ternyata benar, pada 6 Agustus 1945, dijatuhkan bom atom pertama (dijuluki “Little Boy” di Hiroshima). Menyusul kemudian tanggal 9 Agustus, bom atom kedua (dijuluki “Fat Man”) di Nagasaki. Karena melihat kehancuran (dan korban jiwa) yang sangat banyak. Konon sampai lebih 200 ribu jiwa, yang meninggal seketika. Serta yang meninggal kemudian karena paparan radiasi akut.
Hanya dalam sepekan, Jepang menyatakan takluk kepada Sekutu, pada 15 Agustus 1945. Suasana di Indonesia mulai gaduh. Sudah banyak muncul desakan kepada Bung Karno, untuk segera menyatakan Proklamasi Kemerdekaan. Namun para aktifis utama (golongan tua), berbeda pendapat dengan golongan muda (yang lebih agresif menuntut segera Proklamasi. Sampai terjasdi peristiwa “Rengasdengklok.” Setelah rapat kilat, disepakati mengabulkan semangat golongan muda.

Berita Terkait :  Pastikan Pangan Aman, Pemprov Jatim dan Pemkab Tuban Gelar Pasar Murah

Intimidasi Indo-Belanda
Proklamasi pada hari Jumat (Legi) 17 Agustus 1945. Bertepatan bulan Ramadhan. Tetapi di bebagai daerah telah terjadi perlucutan senjata oleh Laskar rakyat. Sebagian dilakukan dengan damai (diserahkan oleh tentara Jepang). Namun sebagian juga melalui perkelahian sengit. Banyak korban pada kalangan tentara Jepang. Seketika Laskar, dan tokoh-tokoh masyarakat, terutama kyai dan santri, telah memiliki senjata api. Kekalahan Jepang juga menyebabkan peranakan Belanda di Indonesia merasa superior. Mulai menduduki gedung-gedung pemerintahan.
Terjadi insiden, pada 18 September di hotel Yamato, di Surabaya, karena warga Belanda mengibarkan bendera Merah–Putih–Biru. Menyulut emosi penghinaan kedaulatan RI. Sejarah pemanjatan tower hotel Yamato untuk menggantikan bendera Belanda dengan bendera Merah – Putih, dikenang sebagai awal provokasi warga Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Ditambah rasa superioritas, insiden semakin sering meletus. Berbagai pesantren dan pusat pendidikan rakyat mulai di-razia tentara Belanda. Menimbulkan rasa kecemasan.
Kalangan ulama (dan santri) mendengar persiapan tentara Sekutu menuju Indonesia, untuk melucuti persenjataan Jepang. Maka Laskar dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) semakin beringas menyerbu markas tentara Jepang untuk mengambil senjata. Semakin banyak senjata telah dimiliki Laskar rakyat. Juga semakin sering terjadi perkelahian dengan peranakan Belanda. Segenap rakyat terpicu, dan bersiap perang melawan Sekutu yang akan datang bersama NICA (Belanda).
Pada tanggal 21 – 22 Oktober 1945, diselenggarakan rapat besar ulama se-Jawa dan Madura. KH Hasyim Asy’ari selaku Rais Akbar (sekaligus tokoh sentral ulama nasional) tampil sebagai pemrakarsa. Rapat besar ulama, terutama menyikapi warga Belanda yang makin sewenang-wenang, bagai teror kedaulatan. Juga intimidasi yang dinyatakan Belanda kepada Presiden RI (Ir. Soekarno). Rapat Besar Ulama se-Jawa dan Madura, menerbitkan fatwa khusus kepada petinggi negara, dan seluruh rakyat Indonesia.
Pada konsiderans “memutuskan” Resolusi Jihad, pada diktum pertama, dinyatakan, “Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja.” Wartawan (koran) turut menyebarluaskan informasi fatwa jihad. Diantaranya dimuat koran Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta) pada 26 Oktober 1945. Sebelumnya dimuat kantor berita Antara, pada 25 Oktober.

Berita Terkait :  70 Persen Siswa Kelas XII SMAN 1 Panarukan Pilih Langsung Kerja

Wajib Perang Sabil
Resolusi Jihad yang dituntut ulama se-Jawa dan Madura, berdasar kitab Bujairimi Fathul Wahab jilid 4, pada halaman ke-251, serta kitab lain, berisi sama: Wajib ain perang melawan musuh yang akan menjajah. Fatwa “resolusi jihad” menjadi kewajiban untuk semua orang, tak terkecuali wanita dan anak-anak. Wajib ain (lebih wajib dibanding shalat) perang berlaku pada setiap jiwa, yang berada di radius 94 kilometer dari posisi musuh. Belanda (dan tantara Sekutu) kewalahan sampai harus mengerahkan Liga Muslim dari India (asal Pakistan).
Perang Sabil 10 November 1945 (78 tahun silam), bukan hal mudah. Karena harus melawan Sekutu, pemenang Perang Dunia II. Sebanyak 15 ribu pemuda gugur dalam perang mempertahankan kemerdekaan. Tetapi tentara Sekutu juga kehilangan dua ribu personel (bule). Termasuk kehilangan pasukan bayaran asal India dan Pakistan, batalyon Gurkha. Tentara yang dipimpin Jenderal Zia Ul-haq, menolak berperang melawan sesama muslim rakyat Indonesia.
Perang Sabil, bukan tanpa alasan. Terutama, setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Bahkan berdasar kesepakatan Wina (tahun 1938), Indonesia bisa dijajah kembali, setelah Jepang kalah perang. Sehingga setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Belanda merasa “memiliki” kembali Indonesia. Beberapa keturunan Belanda di berbagai daerah, mulai menguasai kembali gedung-gedung pemerintahan. Masyarakat resah, karena tidak ingin dijajah kembali.
Perang Sabil 10 November 1945, mengobarkan perang di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Dengan serentetan perang gerilya, dunia internasional mulai memandang hak kemerdekaan bangsa Indonesia. Pengakuan kedaulatan oleh Belanda, baru diakui setelah Konferensi Meja Bundar, 27 Desember 1949. Bukan 17 Agustus 1945. Setelah berlalu 78 tahun, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, (pada 14 Juni 2023) baru mengakui kedaulatan dan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Bagi rakyat Indonesia, Proklamasi dan NKRI wajib harga mati.
Resolusi jihad, sudah berlalu 80 tahun. Tetapi spirit Resolusi Jihad, tidak boleh padam. Kehadiran ulama masih dibutuhkan sebagai “perlindungan” setiap rakyat. Terutama untuk mencapai cita-cita proklamasi, yang tetuang dalam mukadimah UUD 1945. Terutama pada masa kini elit politik sibuk berkoalisi, mempertahankan kemenangan politik. Hampir seluruh pejabat publik telah terkotak-kotak dalam “sekte” koalisi ke-parpol-an. Yang tidak satu koalisi dianggap musuh, diserang melalui hoax (dan fitnah) di media sosial.
Maka kini, diperlukan re-orientasi spirit kejuangan Perang Sabil 10 November dengan kontemplasi, dan istighotsah doa bersama. Jihad, masih perlu digalang untuk mempertahankan kerukunan bangsa Indonesia yang bhinneka (plural). Kerukunan akan meng-gelora-kan kesetiaan, sedia kolaborasi sosial di luar kepentingan partai politik.

Berita Terkait :  Teladan Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

——— *** ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru