Oleh :
Habliy Khukmaa
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kudus.
Dunia saat ini bergerak cepat, dipenuhi perubahan yang tidak lagi dapat diprediksi dengan mudah. Perkembangan teknologi, dinamika ekonomi worldwide, perubahan iklim, serta gerak sosial dan budaya menghasilkan denyut perubahan yang menyentuh hampir setiap aspek kehidupan. Di tengah arus perubahan itu, peran pemuda Indonesia menjadi sangat krusial. Pemuda bukan hanya penerima perubahan, tetapi agen utama yang bisa menuntun bangsa ke arah kemajuan melalui adaptifitas, inovasi, dan komitmen sosial.
Pertama, adaptifitas adalah kunci utama dalam menghadapi dunia yang serba dinamis. Kemampuan beradaptasi mencakup keterbukaan terhadap pembelajaran sepanjang hayat, kemampuan mengubah pola pikir, serta kesiapan untuk mengikuti tren dan teknologi baru tanpa kehilangan identitas budaya. Pemuda adaptif tidak hanya mahir menggunakan alat computerized, tetapi juga mampu menilai informasi secara kritis, memilah hoaks dari fakta, serta menjaga integritas pribadi dan profesional dalam setiap keputusan.
Dalam konteks Indonesia, adaptifitas berarti mampu mengintegrasikan nilai-nilai lokal dengan pengetahuan worldwide, sehingga solusi yang dihasilkan relevan bagi komunitas setempat tanpa kehilangan visi nasional.
Kedua, peran pemuda dalam inovasi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan sosial. Generasi muda sering kali lebih berani mengambil risiko, mencoba pendekatan baru, dan membangun jejaring kolaboratif lintas sektoral. Kota-kota besar di Indonesia telah menyediakan ekosistem start-up, inkubator, dan program magang yang membuka kesempatan kepada pemuda untuk mengubah ide menjadi produk atau layanan yang berdampak. Namun, inovasi tidak hanya soal teknologi canggih; inovasi juga bisa muncul dalam bentuk cara kerja yang lebih efisien, show layanan publik yang lebih responsif, atau pendekatan komunitas yang lebih inklusif. Pemuda adaptif adalah engine perubahan yang mampu mengharmoniskan kepentingan ekonomi dengan keberlanjutan sosial.
Ketiga, literasi advanced dan literasi informasi menjadi fondasi bagi pemuda di time informasi. Dunia sekarang dipenuhi information, tetapi kualitas keputusan ditentukan oleh kemampuan menganalisis sumber, memahami konteks, dan menyaring inclination. Pemuda Indonesia perlu membangun budaya verifikasi, memahami etika penggunaan information, serta menjaga privasi dan keamanan siber. Dengan literasi yang kuat, pemuda bisa menjadi narator perubahan yang bertanggung jawab, menghindari sensasi semata, dan lebih fokus pada solusi berkelanjutan bagi masalah nyata seperti ketimpangan akses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
Keempat, peran pemuda dalam kepemimpinan publik dan partisipasi demokratis perlu ditingkatkan. Suara pemuda memiliki potensi untuk memperkaya wacana publik dengan ide-ide segar dan perspektif yang berbeda. Namun, partisipasi ini perlu dilakukan dengan budaya diskusi yang sehat, menghormati hukum, dan menghargai perbedaan pendapat. Program-program pemuda untuk menggali kepemimpinan, kepatuhan terhadap etika publik, serta keterlibatan dalam kegiatan kemasyarakatan dari kegiatan gotong royong hingga kerja sama lintas daerah dapat mempertegas komitmen mereka terhadap kemaslahatan bersama.
Kelima, solidaritas antargenerasi menjadi elemen penting dalam membangun bangsa yang tangguh. Meski dunia berubah, nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan tanggung jawab sosial tetap relevan. Pemuda perlu menjalin exchange konstruktif dengan generasi sebelumnya, menghormati pengalaman, sambil memperkenalkan cara pandang yang lebih progresif. Sinergi antara pemuda dan para elderpreneur, master, penjaga adat, serta pelaku industri bisa menghasilkan solusi yang tidak hanya inovatif tetapi juga berakar pada budaya serta tradisi yang menjaga identitas bangsa.
Kebijakan publik juga perlu menumbuhkan ekosistem yang memungkinkan pemuda menjadi pemimpin adaptif. Investasi pada pendidikan ketahanan, pelatihan keterampilan abad ke-4 atau ke-5 (diseragamkan dengan kebutuhan pasar kerja masa depan), serta fasilitas akses informasi dan modular bagi usaha rintisan adalah langkah strategis. Pemberdayaan pemuda tidak sekadar memberi peluang kerja, tetapi juga menyediakan medium untuk berpartisipasi dalam pembangunan kota, desa, dan wilayah terpencil. Program beasiswa, magang di sektor publik, serta dukungan komunitas dalam bentuk mentoring dapat mempercepat alih ilmu dan pengalaman yang diperlukan untuk berentrepreneurship, riset terapan, dan layanan publik yang lebih inklusif.
Di tingkat budaya, pemuda adaptif memiliki tugas menjaga keseimbangan antara modernitas dan identitas nasional. Globalisasi membawa peluang, tetapi juga tantangan terhadap bahasa, adat istiadat, dan nilai-nilai lokal. Pemuda perlu memahami bahwa kemajuan tidak harus mengorbankan kearifan lokal. Justru, kemajuan yang sejati adalah kemajuan yang mampu mengikat modernitas dengan nilai-nilai kemanusiaan all inclusive: toleransi, keadilan, dan empati sosial. Dengan demikian, peran pemuda adalah menjadi jembatan antara dunia eksternal yang luas dan rumah kita sendiri yang kaya budaya.
Akhirnya, menjadi pemuda adaptif di tengah dunia yang berubah menuntut komitmen, kerja keras, dan semangat kolaborasi. Kita perlu menumbuhkan ekosistem yang menghargai ide-ide baru, menghormati perbedaan, dan mendorong tindakan konkret untuk kebaikan bersama. Jika setiap pemuda Indonesia mampu berfikir kritis, bertindak progresif, dan menjaga etika, maka Indonesia akan mampu tampil sebagai bangsa yang tidak hanya bertahan di period perubahan, tetapi juga menjadi pelaku utama perubahan yang menciptakan masa depan yang lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan.
————- *** —————


