Anang Setyawan, guru SMPN 5 Bojonegoro bersama muridnya sedang berlatih tari
Belajar Thengul dari Asalnya, Mengembangkan Jati Diri Generasi Muda
Di sebuah aula sekolah yang sederhana, denting musik tradisional terdengar samar di antara tawa dan langkah kaki para siswa. Mereka tengah berlatih tarian daerah, sebagian tampak antusias, sebagian masih canggung. Di tengah mereka, berdiri seorang pria dengan gerak tubuh yang luwes namun penuh wibawa.
Oleh:
Achmad Basir, Kab Bojonegoro
Senyumnya hangat, suaranya tegas, matanya tajam memperhatikan setiap gerakan. Dialah Moh. Anang Setyawan, guru sekaligus seniman tari yang telah mendedikasikan hidupnya untuk seni dan budaya.
Mohamad Anang Setyawan atau akrab disapa Anang bukan sekadar pengajar seni di SMP Negeri 5 Bojonegoro. Ia adalah jiwa di balik geliat Sanggar Tari Stratama, tempat lebih dari 150 siswa belajar menari, mengenal budaya, dan menemukan kepercayaan diri mereka. Di tangan Anang, tari bukan hanya tentang teknik, tetapi tentang karakter, kedisiplinan, dan keberanian mengekspresikan diri.
“Kalau hanya mengajarkan gerak, itu mudah. Tapi bagaimana membuat anak-anak mencintai budaya dan menemukan dirinya lewat tari itulah tantangannya,” ujar Anang dengan nada penuh makna.
Kecintaan Anang pada tari dimulai sejak ia duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Sejak kecil, ia tak bisa diam ketika musik mengalun. Kegemarannya terus tumbuh hingga membawanya menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Di sana, ia bukan hanya mempelajari tari sebagai bentuk seni, tetapi juga sebagai warisan budaya yang harus dijaga dan dikembangkan.
Salah satu bentuk kecintaannya pada budaya lokal terlihat dari komitmennya mengangkat tari Thengul, tarian khas Bojonegoro yang unik karena menyerupai karakter wayang hidup.
Anang tak hanya mempelajari tari tersebut, tetapi juga menciptakan versi kreasinya sendiri menambahkan unsur cerita, ekspresi, dan penggunaan topeng, tanpa menghilangkan ruh tradisinya. Langkah itu ia tempuh dengan penuh hormat, termasuk meminta izin langsung kepada pencipta Thengul asli.
“Thengul itu bukan sekadar tari. Ia punya jiwa. Ada pesan, ada tradisi, dan ada kekuatan karakter di dalamnya,” jelasnya.
Atas dedikasi dan konsistensinya, Anang meraih penghargaan sebagai Juara 1 Pemuda Pelopor Bidang Seni dan Budaya di tingkat Kabupaten Bojonegoro. Ia juga dipercaya menangani berbagai pertunjukan besar, seperti acara Hari Sumpah Pemuda yang melibatkan paduan suara dan tari Nusantara dari siswa SMA/SMK se-Bojonegoro, hingga tampil di hadapan Presiden Joko Widodo dalam acara Pramuka Nasional di Malang.
Namun, perjalanannya tidak selalu mudah. Sebagai penari laki-laki, Anang sempat menghadapi stigma dan cibiran.
“Banyak yang mencibir, bilang menari itu bukan untuk laki-laki. Tapi saya percaya, profesionalisme dan kecintaan akan menunjukkan siapa kita sebenarnya,” tuturnya.
Karena itu pula, ia kini berusaha membangun ruang aman bagi anak-anak laki-laki yang ingin belajar tari. Ia mengajarkan bahwa seni bukan soal jenis kelamin, melainkan soal keberanian untuk jujur pada diri sendiri.
“Menari itu melatih mental. Kita dilatih untuk disiplin, sabar, dan kuat,” tambahnya.
Yang menarik, Anang tak menutup diri pada perkembangan zaman. Ia menggabungkan tari tradisional dengan kreasi modern agar siswa tetap tertarik tanpa kehilangan akar budaya.
Ia memberi ruang bagi anak-anak untuk bereksplorasi, berinovasi, dan menemukan gaya mereka sendiri.
Kini, Anang tak hanya dikenal sebagai guru seni, tapi juga sebagai penjaga nyala budaya Bojonegoro. Ia terus bergerak dari satu panggung ke panggung lain, dari ruang kelas hingga festival nasional. Namun bagi Anang, panggung terbaiknya tetap ada di hati para murid yang ia bentuk mereka yang akan mewarisi semangat dan cinta pada budaya.
“Setiap jiwa adalah gerak tari yang melekat pada tubuhmu. Kalau memang suka menari, lakukan saja. Jangan malu,” pesannya, sederhana tapi menggetarkan.
Di tengah derasnya arus modernisasi dan digitalisasi, Anang Setyawan berdiri tegak menari, membimbing, dan menjaga agar jejak budaya Bojonegoro tak pudar di telan zaman. [bas.gat]


