Kota Malang, Bhirawa
Musibah runtuhnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran, Kabupaten Sidoarjo, memberikan pelajaran penting bagi semua orang. Karena itu, Pemerintah Kota Malang menginginkan kembali pentingnya pengawasan dan penerapan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pada bangunan pondok pesantren (Ponpes) dan rumah ibadah.
Pernyataan tersebut disampaikan Walikota Malang, Wahyu Hidayat, saat mengadakan audiensi bersama pengurus Yayasan Masjid Agung Jami Kota Malang di Balaikota Malang, Selasa (7/10) kemarin.
Wahyu Hidayat menegaskan bahwa SLF bukanlah hambatan birokrasi, melainkan upaya menjaga keamanan dan kenyamanan bangunan bagi para penghuni dan pengguna.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah kota akan melakukan sosialisasi masif terkait penerapan SLF, serta mengajak pengelola ponpes, Dewan Masjid Indonesia, dan berbagai stakeholder untuk duduk bersama membahas implementasi program ini.
“Dinas PUPR PKP dan Perizinan sudah saya perintahkan untuk mengonsolidasikan langkah-langkah yang diperlukan. Bila ada kendala teknis, perguruan tinggi di Kota Malang siap memberikan pendampingan,” ujar Wahyu.
Di Kota Malang sendiri tercatat terdapat 91 pondok pesantren, 900 masjid, dan 1.200 mushola yang menjadi fokus utama penerapan SLF sebagai bagian dari upaya meningkatkan keselamatan dan ketahanan bangunan keagamaan.
Pria yang kerap disapa Pak Mbois itu,menekankan, bahwa Keamanan bangunan adalah bagian dari ibadah. “Dengan penerapan SLF yang ketat, kami berharap dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi para santri,”tukasnya.
Sementara itu, Prof. M. Bisri, Pembina Yayasan Masjid Agung Jami sekaligus Pimpinan Pondok Pesantren Bahrul Maghfiroh Kota Malang, menyebut insiden tersebut sebagai momentum penting untuk meningkatkan kesadaran akan urgensi SLF di lingkungan pesantren dan tempat ibadah lain yang selama ini belum banyak memiliki sertifikasi.
“Ini menjadi momen penting untuk menyadarkan para pengelola pondok pesantren membuat perencanaan dan mengurus SLF pada bangunan Pondok,”ujarnya. [mut.wwn]


