Oleh :
Setyasih Harini
Dosen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Slamet Riyadi Surakarta (Unisri)
Rakyat Indonesia menanti..
Tanggal 23 September 2025 sekitar jam 09.00 waktu setempat atau jam 20.00 waktu Indonesia Bagian Barat, Presiden Indonesia Prabowo Subianto berpidato di depan Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Presiden Prabowo mendapat urutan ketiga dalam penyampaian pidato setelah Presiden Brasil Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Sungguh suatu momen spektakuler bagi semua warga Indonesia di mana pun berada. Sepanjang sejarah, Presiden Prabowon akan menjadi pemimpin kelima Indonesia yang hadir dan berpidato secara langsung dalam forum internasional yang sangat bergengsi ini.
Pidato Presiden Prabowo Subianto besok akan menjadi sebuah pesan internasional yang memecah keheningan, yang menggugah jiwa dan hati setiap insan yang mendambakan perdamaian.
Dalam sorotan mata dunia, Presiden Prabowo bukan hanya sebagai kepala negara, tetapi sebagai suara nurani kemanusiaan yang sedang terluka-di tengah gelombang konflik berkepanjangan, bencana alam yang kian mematikan, dan ketidakadilan yang merenggut harapan jutaan orang. Setiap kata yang terucap akan menggetarkan dan menggenggam perasaan resah rakyat dunia yang lelah dengan kecemasan dan penderitaan. Pesan Presiden Prabowo menggema sebagai panggilan mendalam agar dunia kembali bersatu, mengedepankan empati dan keberanian moral demi menyelamatkan masa depan bersama yang penuh harapan dan keadilan.
Makna Penting Sidang Umum PBB
Dalam satu dekade terakhir, Presiden Indoensia tidak hadir secara langsung dalam Sidang Umum PBB. Presiden ketujuh Indonesia, Presiden Joko Widodo dalam dua kali periode kepemimpinannya justru mendelegasikan tugas kepada wakil presiden atau Menteri luar negeri. Sehingga kehadiran dan pidato secara langsung yang disampaikan Presiden Prabowo memiliki arti penting dalam membangun citra global Indonesia.
Sidang Umum PBB atau United Nations General Assemby/UNGA menjadi perhelatan agung Tingkat internasional dalam organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keistimewaan Sidang Umum PBB menjadi perhelatan utama ini hanya terselenggara satu tahun sekali. Majelis Umum PBB merupakan salah satu dari enam lembaga utama dengan satu suara untuk tiap anggotanya yang saat ini berjumlah 193 dari seluruh penjuru dunia. Bahasan utama yang mewarnai Sidang Umum dalam Majelis Umum PBB lebih pada perdamaian, keamanan, pembangunan, hingga hak asasi manusia.
Sebagai arena utama dalam organisasi internasional PBB, Majelis Umum berbeda dengan Dewan Keamanan yang anggotanya sedikit dan memiliki hak veto. Setiap anggota dalam Majelis Umum PBB baik besar maupun kecil dapat menyuarakan aspirasinya setiap satu tahun sekali. Sebagai General Debate yang diadakan di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Sidang Umum menjadi forum internasional, setiap kepala negara atau pemerintahan dapat menyampaikan aspirasinya selama 15-20 menit.
Retorika Diplomatik melalui Pidato Kenegaraan
Dalam era komunikasi yang semakin terbuka dan cepat, pidato kenegaraan menjadi salah satu momen penting yang tidak hanya mencerminkan arah kebijakan pemerintah. Pidato kenegaraan berperan sebagai instrumen utama dalam membentuk narasi politik dan sosial. Setiap kata, intonasi, dan pesan yang disampaikan melalui pidato kenegaraan dirancang untuk membangun hubungan emosional dan intelektual antara pemerintah dari suatu negara dengan pemerintah lain. Pemahaman fungsi dan strategi di balik pidato kenegaraan sangat penting untuk mengurai bagaimana kekuasaan dan diplomasi dijalankan dalam konteks modern.
Pidato kenegaraan, selain berfungsi sebagai laporan pencapaian politik dalam negeri, juga digunakan sebagai alat strategis untuk membentuk opini publik dan legitimasi kekuasaan. Dalam panggung internasional, negarawan yang menyampaikan pidato menjadi perwakilan negara untuk mengusung dan menyuarakan keprihatinan sosial dalam isu-isu global yang belum terpecahkan.
Secara retorika, pidato kenegaraan dirancang dengan diksi inklusif, repetisi, dan struktur argumentasi yang kuat untuk mengatur persepsi publik dan membangun citra positif pemerintah. Sehingga, pidato kenegaraan sangat relevan dengan diplomasi publik, yang tersebar luas melalui media massa dan platform digital secara global untuk menjangkau audiens internasional serta domestik sehingga dapat mempengaruhi pandangan dunia terhadap kebijakan dan posisi negara.
Jika mengulik teori retorika diplomatik atau retorika ajakan, pidato kenegaraan menjadi salah satu wujudnya. Pidato kenegaraan juga menjadi komunikasi diplomatic yang berfungsi memengaruhi perilaku negara atau penduduk lain agar memiliki kesamaan politik atau kepentingan dari negarawan yang berpidato. Retorika diplomatik melalui pidato kenegaraan sekaligus menekankan pentingnya persuasi, komunikasi, dan penggunaan bahasa dalam interaksi antarnegara. Sebagai retorika ajakan, pidato kenegaraan lebih berfokus pada seni berbicara dengan tujuan untuk meyakinkan.
Pidato kenegaraan sebagai bentuk retorika diplomatik mengedepankan pada dimensi etika yang berhubungan dengan prinsip moral dan nilai kemanusiaan. Dimensi ini sangat penting untuk membangun hubungan harmonis antarkepala negara atau pemerintahan guna menghindari konflik, menunjukkan rasa hormat, dan toleransi terhadap nilai, budaya serta keyakinan pihak lain.
Pidato Kenegaraan dan Relevansinya dengan Diplomasi Publik
Era globalisasi menjadi waktu yang terus berubah dan penuh tantangan. Diplomasi yang dijalankan pemerintah dari suatu negara memiliki peran krusial dalam menjalin hubungan antarnegara serta mengatasi berbagai masalah internasional. Diplomasi tidak hanya terbatas pada proses negosiasi dan pembuatan kesepakatan resmi, tetapi juga mencakup komunikasi yang efektif dan meyakinkan. Seni retorika, seperti dalam pidato kenegaraan menjadi kemampuan berbicara dan mempengaruhi, menjadi alat utama untuk melaksanakan tugas diplomat dengan baik.
Komunikasi internasional melalui pidato kenegaraan melibatkan interaksi antar negara atau bangsa yang melewati batas wilayah. Pidato kenegaraan sebagai bentuk retorika politik sering kali diwarnai konteks antarbudaya yang menuntut pemahaman mendalam terhadap perbedaan budaya dan nilai-nilai yang ada.
Diplomasi publik sendiri adalah upaya pemerintah untuk menggunakan komunikasi terbuka, termasuk pidato resmi kepala negara, sebagai sarana membangun citra, kredibilitas, dan kepercayaan global. Dalam konteks ini, pidato kenegaraan menjadi instrumen retorika publik yang sangat efektif, menghubungkan strategi politik domestik dengan diplomasi luar negeri secara simultan. Dengan demikian, retorika politik yang tergabung dalam pidato kenegaraan berperan sebagai jembatan antara kebijakan dalam negeri dan pengaruh internasional, memberikan kontribusi nyata terhadap soft power dan hubungan diplomatik negara.
Pidato Presiden Joko Widodo pada Hari Kemerdekaan ke-79 (2025) misalnya, mengungkapkan bagaimana retorika dalam pidato tidak hanya mengkomunikasikan pencapaian tetapi juga menyusun narasi keberlanjutan guna memperkuat legitimasi politik. Pidato ini sekaligus memperlihatkan diplomasi publik yang merentang ke ranah global melalui media dan teknologi digital. Hal ini menunjukkan bahwa pidato kepala negara adalah bentuk komunikasi politik yang menyatu dengan diplomasi publik dalam membangun citra dan pengaruh di tingkat internasional.
Setidaknya ada dua hal penting yang akan diangkat oleh Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraannya yakni: 1) dukungan Indonesia secara penuh terhadap kemerdekaan Palestina sebagai wujud kelanjutan dari Deklarasi New York yang telah disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 12 September 2025. Dengan didukung oleh 142 negara anggota PBB, deklarasi ini menjadi kekuatan penuh terhadap kemerdekaan Palestina sekaligus solusi perdamaian berkelanjutan antara Israel dan Palestina; 2) Indonesia ingin menyuarakan reformasi sistem multilateral PBB di tengah krisis kepercayaan publik internasional. Seruan untuk pembenahan PBB sebagai bentuk reformasi menjadi obat mujarab agar lembaga internasional ini mampu memenuhi kebutuhan zaman. Aspirasi Indonesia dalam Sidang Umum PBB ke-80 ini bukan pepesan kosong namun didukung oleh komitmen untuk aktif berperan dalam menjaga perdamaian dunia seperti melalui pengiriman Kontingen Garuda sejak tahun 1957 hingga sekarang.
————- *** —————–


