“Pesona Kalisari” judul dalam Drama Kolosal yang menceritakan kehidupan sehari-hari Warga Kalisari Timur ditampilkan para Karang Taruna pada puncak acara Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia ke 80 yang digelar Warga Kalisari RT 03 RW 05, Kelurahan Kalisari, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya.
Oleh:
Sufendhi Dimyati, Surabaya
Drama kolosal yang digelar di jalanan di wilayah Kalisari Timur, Kenjeran, Surabaya, Minggu malam beberapa waktu lalu, menjadi hiburan warga sekitar yang memadati depan panggung dan sisi kanan kiri panggung.
Pesona Kalisari menceritakan tentang kehidupan sehari-hari nelayan di Kalisari Timur. Diceritakan Fahri menjadi tokoh utama, seorang pemuda sebagai anak nelayan yang merasa malu karena pekerjaan orang tuanya sebagai nalayan. Alasannya, karena nelayan itu miskin, bau amis dan tidak terpandang.
Menurut Pelatih Drama Kolosal, Eko Wahyudi SPd, cerita Pesona Kalisari ini sebagai bentuk mengenang jasa para nelayan yang berjuang untuk keluarganya bahkan bisa dikatakan pahlawan. Sebab Negara Indonesia ini sebagai Negara Maritim sebagai ujung tombak terbentuknya Negara Indonesia dan sebagai ujung tombak, sekaligus pusat perdagangan Indonesia. Makanya cerita Pesona Kalisari bisa menginspirasi warga Kota Surabaya khususnya dan Negara Indonesia pada umumnya. Maka diharapkan cerita ini bisa mengenal kilas balik asal muasal Indonesia sebagai Negara Maritim.
Pak Eko–sapaan akrab Eko Wahyudi yang juga pengajar di Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Baratajaya Surabaya ini berharap ke depan drama ini bisa ditampilkan di Dinas Kelautan Provinsi Jawa Timur.
“Saya berharap drama yang dimainkan Karang Taruna Kalisari ini bisa ditampilkan di Dinas Kelautan Provinsi Jawa Timur ketika ada event, supaya bisa mengenal kilas balik profesi nelayan di Negara Indonesia yang terkenal sebagai Negara Maritim ini,” harapnya.
Ke depan Edi berharap, dari pemerintah yakni Pemerintah Kota Surabaya maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur ada perhatian baik berbentuk bantuan peralatan tangkap ikan yang sudah mengikuti perkembangan jaman. Karena kebanyakan Nelayan Kalisari ini peralatan masih manual dan tradisional, berbeda dengan nelayan di tempat lain yang sudah mempunyai perahu dengan mesin besar dan peralatan tangkap ikannya lebih modern.
Untuk memperbaiki peralatan para Nelayan Kalisari, Eko mengatakan, beberapa waktu lalu telah mengadakan pertemuan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. Dan pihak Dinas Perikanan dan Kelautan telah hadir di Kalisari untuk melakukan pendataan.
“Jadi kali tidak memilah-milah, selama warga itu masih tinggal di Kalisari dan berprofesi sebagai nelayan maka dianggap sebagai Warga Kalisari. Dan hal itu bisa diterima pihak Dinas Perikanan dan Kelautan.
Ketika ditanya, apakah hasil tangkapan Nelayan Kalisari masih bisa untuk menyambung hidup ? Edi menegaskan, bila dibandingkan dengan nelayan di kecamatan lain memang hasil tangkapan Nelayan Kalisari memang sangat tertinggal, karena peralatan yang sudah ketinggalan jaman sehingga hasil tangkapan ikannya juga berkurang.
“Makanya anak-anak para Nelayan Kalisari itu tidak mau meneruskan jejak orang tuanya yang berprofesi sebagai nelayan,” tandas Edi.
Fahri Dexa Zhaezar sebagai pemeran utama Pesona Nelayan usai pentas mengatakan, saat pentas sangat gugup campur aduk jadi satu. Sebab drama Kolosal ini dirinya berperan sebagai seorang anak nelayan yang durhaka kepada orang tuanya, karena malu dengan profesi orang tuanya sebagai nelayan. Namun penyesalan Fahri terlambat sebab orang tuanya telah meninggal dunia saat melaut untuk menangkap ikan.
“Sebagai anak kita harus bersyukur dengan pekerjaan orang tua kita. Meskipun orang tua kita berprofesi sebagai nelayan kita harus mensyukurinya. Dan jangan menjadi anak durhaka,” pinta Fahri. [fen.gat]


