Surabaya, Bhirawa
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) mengadakan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Dokter ke-13 yang di ikuti 214 dokter. Fakultas Kedokteran Unusa menyiapkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) untuk memperkuat posisi di tengah persaingan 14 penyelenggara pendidikan kedokteran di Surabaya, Kamis (28/8).
Dekan FK Unusa, Dr Handayani., dr., M.Kes, mengatakan lulus fisrt taker (lulus saat pertama kali mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter (UKMPPD) jadi pondasi keberhasilan mutu pembelajaran, serta menentukan penilaian akreditasi fakultas, karena itu FK Unusa dengan serius mempersiapkan mahasiswa program profesi dokter agar lebih banyak mahasiswa yang bisa lulus sebagai fisrt taker.
“Ada dua PPDS sedang disiapkan yakni spesialis pulmonologi dan respirasi serta spesialis obstetri dan ginecologi, semoga rencana dapat segera terwujud,” ujarnya.
Wakil Ketua Yarsis, Prof Muchlas Samani mengukapkan, fakultas yang telah unggul dan memiliki tiga rumah sakit sendiri, Unusa diberikan mandat dari Pemerintah untuk membuka lima PPDS, dalam upaya memenuhi kebutuhan dokter spesialis.
“Kami baru menyiapkan dua program, yakni spesialis pulmonologi dan respirasi dan spesialis obstetri dan ginecologi, sekarang sedang berproses mudah-mudahan segera mendapatkan izin,” tuturnya.
Muchlas menambahakan untuk para dokter tersumpah, mereka adalah lulusan dokter yang bernasib baik, selain program studinya telah terakreditasi unggul, dalam waktu dekat FK Unusa akan memiliki PPDS. “Anda harus bangga menjadi lulusan FK Unusa, terus jaga nama baik fakultas dan universitas di tempat pengabdian Anda kelak,” ucap Muchlas.
Rekor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie menyampaikan pada tahun ajaran 2025/2026 FK Unusa telah menerima mahasiswa KIP-K, terdapat empat mahasiswa, kuotanya sendiri memang empat.
“Diketahui biaya pendidikan cukup tinggi, ini menunjukkan komitmen Unusa agar bisa bermanfaat bagi masyarakat luas, serta memberi kesempatan bagi semua anak bangsa untuk bisa menempuh pendidikan tinggi,” pungkas Prof. Jazidie.
Mahasiswa FK Unusa, Quddus Salam menuturkan bahwa tidak pernah membayangkan akan memakai jas putih dokter. “sebenarnya memilki cita-cita menjadi guru Arab, tetapi orang tua melihat unggul di pelajaran kimia, Dari sana mereka mengarahkan saya menjadi dokter, dan sukur sekarang justru jadi dokter pertama di keluarga,” ceritanya.
Quddus menambahakan bahwa latarbelakang keluarga agamis, Ayahnya ialah seorang kiai dan pengasuh Pondok Pesantren Hidayatullah Al-Muhajirin di Bangkalan, Madura, disitu muncul gagasan bagaimana pesantren bisa menjadi pusat penguatan kesehatan, bukan hanya pusat pendidikan agama.
“Saya mempelopori program Pusat Kesehatan Pondok Pesantrean (Poskestren) di Bangkalan, berawal saat pandemi covid-19, dengan teman-teman melakukan penelitian dan pengabdian di pondok, menjadikan sebuah wadah,akhirnya pondok bermitra dengan Unusa, dan membangun Poskestren (Posko Kesehatan Pesantren) di pondok saya,” tambah Quddus.
Quddus menegaskan komitmenya terus mengembangkan Poskestren sekaligus memperluas pengabdiannya di masyarakat, menjadi dokter bukan sekadar profesi, tetapi ladang ibadah dan jalan untuk membawa keberkahan. [ren.wwn]


