Surabaya, Bhirawa
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) meresmikan 136 peserta untuk sumpah profesi sebagai guru dalam kegiatan Yudisium dan Sumpah Profesi Pendidikan Profesi Guru (PPG) Gelombang 2 Tahun 2024 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di Auditorium Lantai 9 Tower Kampus B, Surabaya.
Unusa menjalankan dua Program PPG, Calon Guru dan Guru Tertentu yang mana bertujuan memberikan sertifikat pendidik kepada guru yang sudah aktif mengajar tapi belum tersertifikasi dengan lama studi lebih singkat satu semester, dikarenakan guru sudah punya pengalaman mengajar, lulus mendapat sertifikat pendidik yang digunakan untuk mendapatkan tunjangan profesi guru (TPG), Kamis, (21/8).
Rektor Unusa, Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng menjelaskan dalam perkembangan teknologi digital harus dipandang sebagai tantangan sekaligus peluang oleh para pendidik, dimana teknologi digital menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam proses pembelajaran.
“Tantangan teknologi harus kita dihadapi dengan bijak supaya media pembelajaran yang digunakan benar-benar bermanfaat dan memberikan dampak jangka panjang bagi peserta didik,” jelas.
Prof. Jazidie mengukapkan bahwa guru tidak langsung menyalahkan siswa menghadapi perkembangan jaman, karena justru guru yang seharusnya menerima kondisi tersebut dan mengarakan dengan tepat.
“Penting guru ditengah hadirnya AI yang mampu menghadirkan pengetahuan dengan cepat dan mudah, tetapi kecerdasan buatan tidak bisa sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam berinovasi, berempati, dan membangun karakter,” ujar Prof. Jazidie.
Prof. Jazidie menambahkan bahwa guru dituntut tidak hanya fokus pada transfer pengetahuan, tapi membentuk karakter peserta didik bagaimana murid terbiasa berempati, mudah memberikan pertolongan, dan mampu bekerja sama dengan orang lain, inilah yang harus dibangun sejak dini, nantinya teknologi tidak menggerus karakter, tetapi justru memperkuat kualitas generasi penerus.
Sementara itu, salah satu peserta PPG, Yustina Gemilang, S.Pd., Gr., yang mana mempunyai pengalaman mengajar di papua, sehingga hingga menemukan panggilan hidup sebagai guru yang mengajar dengan hati.
“Saya merasakan ilmu dan keterampilan belum cukup untuk menjawab kebutuhan anak-anak, terutama yang tinggal di pedalaman dengan segala keterbatasan, pernah mengajar di SD YAPELIN Ob Anggen Dogobak, Kabupaten Mamberamo Tengah, Provinsi Papua Pegunungan,” tuturnya.
Gemilang menceritakan bahwa motivasi terbesar menjadi guru tidak hanya mentransfer pengetahuan, tapi ingin setiap anak merasakan kasih yang mampu mengubahkan hidup mereka dan ingin anak-anak yang ia didik kedepan tumbuh berintegritas dan berkarakter.
Bagi Gemilang, memberi pesan bagi generasi muda supaya bercita-cita menjadi guru adalah agar tidak pernah melupakan esensi mendidik. “Setiap anak ialah pribadi yang berharga, mengajar tidak hanya soal materi, tapi tentang menyentuh hati, benih yang kita tanam mungkin tidak langsung terlihat hasilnya, kelak suatu saat kita akan melihat anak-anak tumbuh menjadi generasi emas bangsa,” cerintanya. [ren.wwn]


