27 C
Sidoarjo
Monday, December 8, 2025
spot_img

SiLPA Membengkak, DPRD Jatim Minta Gubernur Hati-hati Kelola APBD Jatim 2025


DPRD Jatim, Bhirawa
Catatan kritis disampaikan DPRD Jawa Timur atas penyusunan Rancangan Perubahan Anggaran pendapatan belanja daerah (PAPBD) Jawa Timur tahun 2025 terutama terkait defisit anggaran yang membengkak dan ketergantungan besar pada Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA).

Meski Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Timur memberikan dukungan terhadap langkah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menyusun Rancangan PAPBD Tahun Anggaran 2025, juga mengingatkan pentingnya pengelolaan SiLPA.

Juru Bicara Fraksi Gerindra, Soemarjono, menegaskan bahwa secara formil dan materil, dasar hukum perubahan APBD ini sah karena merujuk pada Pasal 161 ayat (2) PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta kesepakatan KUA-PPAS Perubahan yang ditandatangani pada 11 Agustus 2025.

“Secara regulasi, perubahan APBD ini dapat dilanjutkan pembahasannya. Fraksi Gerindra juga mengapresiasi kerja Banggar dan TAPD yang sudah menyajikan analisis rinci,” ujarnya dalam sidang paripurna dengan agenda PU Fraksi terhadap Raperda tentang P-APBD 2025, Selasa (19/8).

Dalam Nota Keuangan P-APBD 2025, defisit anggaran Jawa Timur melonjak dari Rp1,77 triliun menjadi Rp4,39 triliun. Lonjakan ini dinilai Gerindra tidak seimbang, karena belanja naik Rp2,71 triliun sementara pendapatan hanya tumbuh Rp91 miliar.

“Secara akademis, defisit bisa dipakai sebagai instrumen kebijakan fiskal ekspansif. Namun, kenaikan defisit lebih dari dua kali lipat tanpa diimbangi kenaikan pendapatan menunjukkan adanya mismatch fiskal yang berpotensi menimbulkan risiko jangka panjang,” papar Soemarjono.

Fraksi Gerindra juga menyoroti lonjakan drastis pembiayaan dari SiLPA 2024 sebesar Rp4,70 triliun, naik tajam dari Rp1,78 triliun.

Berita Terkait :  Hasil Seleksi Administrasi PPPK Tahap Dua Diumumkan pada Pekan Depan

Menurut Soemarjono, meskipun penggunaan SiLPA sah secara aturan, angka yang terlalu besar justru menjadi sinyal lemahnya perencanaan dan serapan anggaran tahun sebelumnya.

“Ketergantungan pada SiLPA berpotensi membuat APBD hanya menjadi ‘anggaran bergulir’, bukan development budget yang mampu memberi multiplier effect bagi rakyat,” tegasnya.

Dalam forum resmi DPRD ini, Fraksi Gerindra mengajukan sejumlah pertanyaan penting kepada Gubernur Jawa Timur, antara lain bagaimana strategi menjaga stabilitas Pendapatan Asli Daerah (PAD) ketika transfer pusat semakin ketat?

“Apa jaminan defisit Rp4,39 triliun tidak menjadi beban fiskal jangka panjang? Apakah lonjakan SiLPA bukan indikasi inefisiensi? Dan berapa persen SiLPA yang terikat serta bebas penggunaannya?,” tanyanya.

Di samping itu, lanjut dia, bagaimana pemerintah memastikan program prioritas seperti Rutilahu, beasiswa, bantuan sosial, hingga hibah benar-benar sampai ke penerima sah dengan prinsip by name by address?

Sebagai penutup, Fraksi Gerindra menyampaikan dukungan terhadap P-APBD 2025 dengan empat catatan penting yakni defisit membengkak harus diarahkan ke belanja produktif. Penggunaan SiLPA harus diiringi perbaikan perencanaan agar tidak terulang tiap tahun. Pendapatan daerah perlu diperkuat lewat inovasi fiskal, optimalisasi aset, dan penguatan BUMD.

Serta belanja daerah harus menyentuh kebutuhan rakyat, terutama pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan.

“APBD bukan sekadar angka, melainkan instrumen pembangunan. Karena itu, setiap rupiah harus memberi manfaat langsung bagi kesejahteraan rakyat Jawa Timur,” pungkas Soemarjono.

Sementara, Fraksi PKS pun menyoroti rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2025 yang dinilai masih menyisakan sejumlah persoalan mendasar, terutama terkait peningkatan target pendapatan dan membengkaknya belanja daerah.

Berita Terkait :  Pemkot Malang Bangun Jembatan Bailey Sonokembang, Akses Warga Segera Pulih

Juru Bicara Fraksi PKS, Lilik Hendarwati, menyampaikan bahwa pembahasan P-APBD 2025 berlangsung dalam situasi geo-ekonomi global yang tidak bersahabat. Tingginya suku bunga The Fed dan European Central Bank, perang dagang Indonesia-Amerika, serta stagnasi ekonomi dunia yang hanya tumbuh 3,0% pada 2025, dinilai berpengaruh langsung pada kondisi ekonomi daerah.

“Beban masyarakat Jawa Timur saat ini semakin berat. Harga kebutuhan pokok naik, pendapatan stagnan, dan daya beli menurun. Karena itu, P-APBD 2025 harus lebih responsif, tidak sekadar program permen pemanis jangka pendek,” tegas Lilik.

Dalam Raperda P-APBD 2025, pendapatan daerah diproyeksikan naik sebesar Rp91,18 miliar menjadi Rp28,53 triliun. Kenaikan terbesar berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang melonjak Rp283,49 miliar. Namun, pada saat yang sama, belanja daerah justru membengkak Rp2,71 triliun menjadi Rp32,93 triliun.

Akibatnya, defisit anggaran melebar drastis dari Rp1,77 triliun menjadi Rp4,39 triliun. Defisit ini akan ditutup dengan penerimaan pembiayaan netto dari SiLPA 2024 sebesar Rp4,7 triliun.

“Karakter APBD kita masih besar pasak daripada tiang. Lonjakan belanja daerah harus dipastikan benar-benar produktif dan menyentuh kebutuhan rakyat,” kata Lilik yang juga Ketua Fraksi PKS ini.

Fraksi PKS memberi catatan khusus atas kenaikan target pajak daerah sebesar Rp103 miliar dan retribusi daerah Rp161 miliar. Menurut PKS, tambahan target ini tidak boleh dibebankan kepada masyarakat yang daya belinya sedang melemah.

Berita Terkait :  Ramadan, Rutan Intens Beri Keterampilan Khusus Otomotif untuk WBP

Data penjualan kendaraan di semester I/2025 turun -8,06% (y-o-y), sementara pertumbuhan kendaraan baru anjlok -20%. Kondisi ini membuat realisasi pajak kendaraan bermotor (PKB) juga turun -3,86%.

“Pemprov harus memastikan kenaikan target pajak dan retribusi berasal dari intensifikasi, bukan kenaikan tarif yang membebani rakyat. Kami minta keringanan PKB dan BBNKB tetap dipertahankan, serta pembebasan pajak bagi kelompok rentan diperluas,” tegasnya.

Selain itu, PKS menyoroti lemahnya kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang masih stagnan dalam menyumbang dividen, serta menilai target pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah terlalu rendah dibanding potensi riil.

Fraksi PKS juga menyoroti besarnya SiLPA tahun 2024 yang mencapai Rp4,7 triliun. Angka ini dinilai sebagai peringatan adanya kelemahan perencanaan, lemahnya serapan anggaran, serta tidak efektifnya pelaksanaan lelang proyek.

“Dana mengendap karena realisasi belanja yang rendah justru merugikan masyarakat. Ke depan, penggunaan SiLPA harus benar-benar diarahkan untuk belanja yang menyentuh kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, hingga transportasi publik,” jelas Lilik.

PKS menegaskan, anggaran bukan sekadar permainan angka, melainkan instrumen untuk mencapai tujuan pembangunan. P-APBD 2025 harus menjadi alat pemulihan sosial-ekonomi masyarakat di tengah tekanan global.

“Anggaran adalah instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, bukan tujuan itu sendiri. Kami ingin realokasi belanja betul-betul berangkat dari evaluasi, sehingga masyarakat merasakan langsung dampak pembangunan,” pungkas Lilik. [geh.gat]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru