Jakarta, Bhirawa
DPD RI dalam Sidang Paripurna Ke-16 Masa Sidang V Tahun Sidang 2024-2025 di Nusantara V, Kompleks Parlemen, Kamis (14/8), mengesahkan Keputusan Pertimbangan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU P2APBN) Tahun Anggaran 2024.
Keputusan ini akan menjadi bahan pertimbangan DPD RI yang akan disampaikan pada DPR RI sebelum Rapat Paripurna DPR RI pada 21 Agustus 2025 mendatang.
Dalam sidang tersebut, Ketua DPD RI Sultan B Najamudin menyampaikan langkah ini merupakan bagian dari upaya DPD RI memastikan proses pertanggungjawaban keuangan negara berjalan sesuai konstitusi dan tepat waktu.
“Untuk menyesuaikan dengan batas waktu serta tahapan konstitusional yang berlaku, Komite IV mengharapkan agar pertimbangan DPD RI terhadap RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat dimintakan persetujuan sebagai Keputusan DPD RI pada Sidang Paripurna Ke-16 DPD RI, untuk selanjutnya disampaikan sebagai bahan pertimbangan kepada DPR RI,” ucap Sultan.
Dalam penyampaian laporannya, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Arif Eka Saputra menegaskan bahwa dalam pertimbangannya, Komite IV DPD RI mencatat sejumlah poin strategis yang harus menjadi perhatian pemerintah. Salah satunya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 sebesar 5,03 persen yang masih di bawah target APBN 5,2 persen.
“Oleh karena, pemerintah perlu melakukan penguatan di sektor riil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mempercepat industrialisasi daerah berbasis potensi lokal, insentif fiskal bagi sektor manufaktur, pariwisata, mendorong pembiayaan inklusif dan diversifikasi ekonomi di luar Jawa, serta meningkatkan kontribusi sektor produktif di daerah melalui penguatan UMKM,” ujar Arif.
Selain itu, Arif juga menjelaskan bahwa inflasi 2024 yang hanya 1,57 persen dinilai perlu diwaspadai karena dapat mencerminkan lemahnya permintaan domestik dan menurunnya daya beli. Komite IV DPD RI pun merekomendasikan penyesuaian upah minimum, perluasan bantuan sosial produktif, dan insentif konsumsi rumah tangga yang tepat sasaran untuk menggerakkan kembali konsumsi dalam negeri.
Penurunan realisasi Transfer ke Daerah (TKD) 2024 sebesar 2,03% menjadi Rp863,54 triliun juga menjadi sorotan. Menurut Arif, kondisi ini menandakan desentralisasi fiskal belum optimal dan memerlukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas alokasi anggaran serta sinergi pusat-daerah.
Gini Ratio yang meningkat menjadi 0,381 juga mendapat perhatian serius. Sehingga diperlukan langkah-langkah nyata untuk mengurangi kesenjangan, seperti memperluas program padat karya, redistribusi aset di pedesaan dan daerah tertinggal, serta memperkuat regulasi pajak progresif.
“Ketimpangan antarwilayah dan kelompok sosial perlu menjadi fokus kebijakan. Pemerintah harus memperluas program padat karya dan skema redistribusi aset di pedesaan dan daerah tertinggal, serta memperkuat regulasi pajak progresif untuk mengurangi kesenjangan,” pungkas Arif. [ira.kt]


