25 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Sekolah Rakyat Sudahkah Merakyat ?

Oleh :
Mukhlis Mustofa
Dosen Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD ) Universitas Slamet Riyadi ( UNISRI ) Solo yang meminati penulisan di media massa

Ramai – ramai mundur dari baik guru maupun siswa sekolah rakyat seperti terwartakan di Kompas.com beberapa hari terakhir ini menarik dicermati. Warning penyelenggaraan seolah rakyat sebenarnya telah dipersesikan sangat apik oleh imam Zanatul Haeri di opini Harian Kompas 29 April 2025 tentang Ancaman di Balik Sekolah Berasrama. Euphoria beroperasinya sekolah rakyat untuk jenjang SMA seperti diwartakan beragam media mulai tahun Ajaran baru 2025/2026 memantik beragam penyikapan didalamnya. Mulusnya penerimaan siswa baru jenjang SMA pada Sekolah rakyat tidak serta merta diikuti kemulusan proses belajar mengajarnya. Maraknya kemunduran siswa dan tenaga pendidik di sekolah Sekolah Rakyat menisbikan bentuk keterjangkauan layanan Pendidikan bagi kalangan ekonomi lemah negeri ini seperti pemberitaan media massa tidak lama lagi terealisasi.

Menelisik sisi historis edukatif hakikatnya membuka sekolah baru termasuk sekolah rakyat didalamnya ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Berdirinya sebuah sekolah baru menimbulkan ekses domino dan berpotensi menyemai bibit baru permasalahan berbasis layanan Pendidikan harus diantisipasi. Keadaan tersebut tentulah harus diantisipasi sejak dini, mengingat selama ini disharmonitas Pemerintah setempat dengan masyarakat terlah terjadi di dunia pendidikan kita. Pada umumnya pendirian sebuah sekolah dengan label negeri disambut dengan sepenuh hati oleh masyarakat luas karena dianggap menjawab tuntutan masyarakat.

Menyibak carut-marut pendirian Sekolah Rakyat tersebut memunculkan sebuah pertanyaan utama, seberapa besar peranan pendirian unit sekolah rakyat bagi pengembangan pendidikan? Mungkinkah pengembangan pendidikan tanpa ada konflik kepentinkkgan dalam pendirian lembaga pendidikan menjadi rentetan pertanyaan menyibak fenomena pendirian Sekolah Rakyat ini? Pertanyaan tersebut tentulah sarat dengan implikasi realitas di masyarakat yang tidak sesederhana seperti dibayangkan.

Arbsurbsidas Kewenangan
Kejelasan pengelolaan Lembaga Pendidikan mutlak menjadi awalan kebaikan dalam pengelolaan sekolah. Fenomena ini bukanlah sekedar isapan jempol, kejelasan kurikulum linieritas pembahasan sekaligus alokasi anggaran penyelenggaraan melekat manakala penyelenggaraan sekolah ini berlangsung. Secara konseptual hakikat ketentuan sekolah rakyat ini dikelola oleh dinas sosial. Absurbsidas peran ini selayaknya diselesaikan sebelum operasional sekolah rakyat ini diberlakukan. Penyelenggaraan sekolah rakyat pada dinas sosial menunjukkan dualisme peran. Bukannya pendidikan sudah diurus Departemen Pendidikan Dasar dan menengah ( depdiknasmen) lantas mengapa dinsos ikut mengelola, berpijak dari prinsip efisiensi pada pemerintahan saat ini, penyelenggaraan sekolah rakyat oleh dinsos bukan efektif bisa dualisme peran dan pada akhirnya pemborosan peran.

Berita Terkait :  Renggut 10 Korban, Longsor Pacet Jadi Bahan Evaluasi Polres Kota Batu

Malfungsi edukasi layak menjadi perhatian tersendiri dengan fenomena pengelolaan sekolah rakyat pada dinas sosial. Secara realitas memang edukasi menjadi pendulum semua kalangan negeri ini untuk urun rembug didalamnya namun mengotonomikan edukasi pada semua lini bukanlah tindakan bijaksana. Semua pihak berkepentingan pada penyelenggaraan Pendidikan namun tidak serta merta diberikan otonomi khusus untuk menyelenggarakan secara teknis. Fenomena meningkatnya putus sekolah pada keluarga miskin tidaklah bijak dijawab dengan pembukaa sekolah baru. Sinergitas peran justru lebih ditekankan dan saat ini masih belum mendapatkan peran berkelanjutan.

Pembiayaan sebagai akar permasalahan hambatan Pendidikan salah satunya sebagai buah status kemiskinan warga negara. Siapakah yang dikategorikan harus mendapatkan bantuan agar Pendidikan terus berkelanjutan tidak bisa ditangani hanya pada satu elemen semata. Gambaran konkritnya jelas, Definisi miskin pada peserta didik misalnya. Formulasi khusus siapakah pihak miskin sehingga Pendidikan terpengaruh sedemikian unik untuk diketahui. Tanpa disadari Perpektif dimensi miskin oleh dinas sosial selama ini terasa sudah ketinggalan peran. Disisi lain akses sekolah tidak semata-mata pada keterjangkuan pembiayaan, dengan alasa kualitas kompetensi lulusan sebuah sekolah banyak orang tua mengakses pada sekolah berkualitas namun apa pembiayaan sehingga berpotensi mengalami hambatan dalam pelaksanaan pendidikannya. Perspektif inilah yang selayaknya dikedepankan bukan menyerahkan untuk membuka layanan pendidikan.

Marginalisasi Pendidikan
Perang kepentingan pendirian suatu sekolah memunculkan beragam kepentingan dalam penyelenggaraannya. Penyelenggaraan sekolah ini berkaitan dengan peran yang diusung pihak pemerintah. Beragam kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan suatu wilayah tidak jarang memunculkan dualisme kebijakan pendidikan. Dualisme peran DEPDIKDASMEN dan dinsos mutlak menjadi pertanyaan tersendiri, mengingat masih biasnya keberadaan dinas ini untuk mengurusi masalah pendidikan dalam ruang lingkup satu wilayah. Patut menjadi pemikiran tersendiri mengingat penerjelamahan layanan Pendidikan selama ini bukan sekedar diselenggarakan oleh negara semata namun juga diselenggarakan Lembaga swasta dan realisasinya banyak ditemukan ketidakberimbangan disebabkan dualisme peran.

Penjelasan peran ini mendesak dilaksanakan karena pada praktiknya sekolah dan masyarakatlah yang merasakan dampak kebijakan ini. Seperti yang telah berlangsung selama ini, Depdikdasmen dan dinsos diposisikan sebagai pihak regulator dan operatir bagi kegiatan sekolah rakyat berpotensi berkonflik dengan sekolah swasta. Konsekuensinya, pihak Depdikdasmen selayaknya mewujudkan peran sebagai pengambil kebijakan tertinggi sekaligus mengayomi bagi seluruh elemen pendidikan dalam suatu kawasan.

Berita Terkait :  Pemerintah Desa Butuh Juknis Detail Dana Desa 2025 untuk Ketahanan Pangan

Dikotomi sekolah negeri atas sekolah swasta pada realitas pendidikan yang terjadi selama ini selayaknya bisa diminimalkan dengan peran mulia Disdik itu sendiri. Parahnya, peran Depdikdasmen selama ini bukan hanya sebagai regulator namun bertindak lebih jauh sebagai operator lembaga pendidikan dengan bentuk pengelolaan sekolah negeri. Konsekuensinya, manakala sebuah lembaga menjalankan dualisme peran tentulah ada salah satu pihak yang “terpinggirkan”. Keberadaan sekolah negeri berkaitan dualisme kebijakan ini secara tidak langsung menjadi anak emas bagi Disdik dalam menjalankan kebijakannya. Kenyataannya sangat kentara manakala setiap kebijakan pendidikan cenderung untuk mementingkan sekolah negeri dibandingkan sekolah swasta.

Kisah sedih ini salah satu implikasi konkritnya dapat terlihat dari masa PPDB, tidak bsia dipungkiri keberadaan siswa bagi sekolah swasta adalah nyawa utama. Misalnya, dalam kegiatan PPDB online beberapa waktu lalu, pilihan siswa pada dua sekolah negeri untuk pilihan pertama dan kedua serta dua sekolah swasta pada pilihan ketiga dan keempat menunjukkan hal itu. Bahkan jika ditelaah lebih lanjut fenomena ini tidak ubahnya pemberangusan sekolah swasta tersistematis di mana pihak sekolah swasta tidak diperkenankan membuka pendaftaran PPDB online, namun hanya sebagai pihak penerima “sisa-sisa limbah” yang tidak diterima pada sekolah negeri.

Nuansa Pemberdayaan Sekolah Swasta layak dikedepankan dengan mekanisme edukasi kekinian. Pendirian sekolah negeri pada suatu wilayah dengan serta-merta akan mengubah persepsi masyarakat. Kenyataan ini berpijak bahwa persepsi masyarakat sendiri sampai saat ini masih menempatkan sekolah negeri sebagai pilihan utama untuk melanjutkan pendidikannya. Seluruh pencitraan positif terbangun dengan indahnya pada sekolah negeri bahkan memunculkan stigma sebagai sekolah favorit.

Pendirian Sekolah Rakyat selayaknya tetap membahagiakan semua kalangan Pendidikan haruslah dikedepankan. Manakala terajdi pembiaran menyikapi pendirian sekolah baru merupakan fenomena gunung es pengelolaan pendidikan di negeri ini. Sangatlah tidak elok manakala pembangunan sebuah sekolah menisbikan elemen masyarakat di sekelilingnya. Untuk mengatasi agar pendirian Sekolah Sekolah Rakyat ini menemukan jalan terang tak terulang, ada beberapa langkah strategis.

Berita Terkait :  Kelapa dan Pembelajaran Kita

Berlakukan AMDAL pendirian sekolah, langkah ini mutlak dilakukan agar pendirian sebuah sekolah terutama sekolah negeri tidak memberangus sekolah swasta yang telah ada sebelumnya. Layaknya AMDAL industri maupun pusat perbelanjaan pemberlakuan peraturan ini memiliki sangsi administratif dan berkekuatan penuh. Jika berdasarkan aspek AMDAL ini bisa diperkirakan mengganggu keberadaan sekolah swasta di suatu wilayah sudah selayaknya pemerintah lebih mengedepankan keberadaan sekolah swasta tersebut untuk dikembangkan. Perhatian berlebih pada sekolah swasta tersebut akan menunjukkan keberpihakan pemerintah pada sekolah swasta dan tidak semata-mata berkorelasi pada pemberangusan sekolah swasta.

Upaya ini secara tidak langsung akan mendorong semua peran untuk mendukung pendidikan. Pemberian investasi edukasi memadai serta memposisikan lembaga sosial sebagai mitra bukan seteru. Bukankah penyelenggaran Sekolah selama ini Sudah sedemikian merakyat dengan peningkatan keberpihakan peran pada kaum proletariat. Bicara penyelenggaraan pendidikan Sekolah swasta selama ini justru memihak kaum papa. Muhammadiyah & Nahdatul ulama Hadir hingga pelosok negeri. Pada beberapa kesempatan saya pernah berdiskusi penyelenggara pendidikan mengalami permasalahan mengenai macetnya sumbangan Pendidikan namun tidak menjadi permasalahan berarti.

Hentikan dualisme peran Depdikdasmen dan dinas sosial menjadi langkah awal manakala mekanisme pendirian ini mensejahterakan tanpa mematikan. Pihak Depdikdasmen selayaknya menempatkan diri sebagai penyeimbang dalam penyelenggaraan sekolah. Konsekuensinya, diskriminasi antara sekolah negeri dengan sekolah swasta harus diminimalisir. Pemberdayaan masyarakat sekitar dalam proses pendirian sekolah menjadi mekanisme dialogis yang harus dikedeoankan. Tanyakan kepada masyarakat apakah sudah mendesak untuk mendirikan sekolah rakyat ? Tidak selamanya tuntutan masyarakat dijawab dengan pendirian sekolah baru.

Peningkatan kualitas pendidikan yang telah ada bahkan pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan lebih diutamakan dibandingkan dengan pendirian sekolah. Pemberdayaaan komponen pendidikan swasta untuk mengembangkan diri menjadi sisi yang belum tergali. Pemberian perhatian lebih pada sekolah swasta secara tidak langsung akan memancing keberadaan sekolah swasta untuk meningkatkan kualitas sekolahnya dan tidak merasa senantiasa termarginalkan.

Ikhtiar Pendirian sekolah rakyat merupakan sebuah keniscayaan bagi pemenuhan kebutuhan pendidikan masyarakat. Kejujuran peran penyelenggaraan Pendidikan menjadi kunci utama kesejahteraan Pendidikan. Bangun jejaring pendidikan seutuhnya lintas penyelenggara menjadi daya dukung utama keberhasilan sekolah berbasis rakyat ini. Ikhtiar Cerdas inilah seharusnya dikembangkan agar Sekolah rakyat benar – benar merakyat merakyat

———— *** —————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru