28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Ekspresi Masyarakat untuk One For Peace

Oleh :
Ahmad Fizal Fakhri
Media Team of UINSA Postgraduate Program

Dalam beberapa pekan terakhir, publik Indonesia dikejutkan dengan maraknya pengibaran bendera One Peace sebuah simbol yang menyerupai bendera dalam serial anime “One Piece”, namun ditulis dengan pelesetan makna: “One Peace”. Aksi ini menjadi sorotan ketika sejumlah warga mengibarkan bendera tersebut di tempat umum menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, bahkan dalam beberapa kasus menggantikan posisi bendera Merah Putih. Reaksi pemerintah pun cepat dan tegas. Sejumlah tokoh negara menyebutnya sebagai bentuk provokasi, pelanggaran hukum, bahkan potensi kejahatan simbolik terhadap negara.

Namun, di balik narasi tersebut, perlu ditelaah lebih dalam: benarkah masyarakat yang mengibarkan bendera One Peace berniat mencederai simbol negara? Ataukah mereka sedang berupaya menyuarakan aspirasi damai yang tidak tersalurkan melalui jalur-jalur formal? Sebelum menjatuhkan vonis sosial maupun hukum, penting bagi kita untuk memaknai dengan bijak fenomena ini sebagai bentuk ekspresi kolektif rakyat yang menginginkan perdamaian dan keadilan sosial sebuah “One for Peace” bagi Indonesia.

Simbol, Kritik, dan Aspirasi yang Terbungkam
Simbol adalah alat komunikasi yang kuat dalam sejarah umat manusia. Ia bisa merepresentasikan identitas, nilai, sekaligus protes. Bendera Merah Putih adalah simbol formal kedaulatan bangsa, dan tentu memiliki kedudukan yang sakral dalam konstitusi Indonesia.

Namun, pengibaran bendera One Peace oleh sebagian masyarakat terutama generasi muda tidak dapat serta merta dianggap sebagai pengkhianatan terhadap negara. Sebaliknya, ini adalah simbol ekspresi dari rakyat yang merasa suara dan harapannya tidak lagi terwakili oleh sistem yang ada.

Pakar hukum tata negara, Aan Eko Widiarto, menyebut bahwa tindakan mengibarkan bendera One Peace merupakan bentuk kritik sosial, bukan subversi politik. Ini adalah respons terhadap ketidakpuasan masyarakat terhadap konflik sosial, polarisasi politik, dan krisis kepercayaan terhadap elit pemerintahan.

Berita Terkait :  PKB Beri Rekom Abdul Ghofur Maju di Pilkada Lamongan 2024

Dalam konteks ini, simbol alternatif bukan ancaman, melainkan panggilan agar negara mendengarkan kembali aspirasi rakyatnya.

One Peace: Simbol Damai dari Bawah
Yang menarik dari bendera One Peace adalah bahwa ia muncul bukan dari elite politik atau kelompok berkepentingan, tetapi dari masyarakat sipil akar rumput. Penggunaan istilah “Peace” jelas menunjukkan bahwa motif utama di balik simbol ini adalah keinginan akan perdamaian, bukan pemberontakan.

Istilah ini bahkan menjadi kontras yang kuat terhadap kondisi sosial-politik Indonesia belakangan ini yang sarat dengan narasi kebencian, intoleransi, dan konflik identitas.

Dalam semangat itu, “One Peace” merepresentasikan aspirasi rakyat yang merindukan Indonesia yang lebih tenang, adil, dan bersatu. Rakyat tidak lagi puas dengan jargon persatuan yang kosong, mereka menginginkan tindakan nyata yang menjamin keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan.

Maka, jika bendera Merah Putih adalah lambang formal kenegaraan, bendera One Peace adalah simbol moral rakyat yang ingin menghidupkan kembali ruh dari Pancasila dan UUD 1945 dalam makna sebenarnya.

Ketegangan antara Negara dan Ekspresi Rakyat
Sayangnya, respons negara terhadap pengibaran bendera One Peace lebih condong ke pendekatan represif. Menko Polhukam menilai fenomena ini sebagai bentuk provokasi yang merendahkan simbol negara, sedangkan anggota DPR menyebutnya sebagai gerakan sistematis yang salah alamat. Bahkan, ada seruan bahwa pengibaran simbol non-negara saat HUT RI bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.

Berita Terkait :  Bupati Pasuruan Desak LPPNU Urus Hak Paten Beras Sehat

Padahal, menurut sejumlah pakar hukum pidana, tidak ada aturan eksplisit yang melarang pengibaran bendera fiktif seperti One Peace, selama tidak disandingkan dalam konteks merendahkan bendera negara. Apalagi, pengibaran ini tidak membawa agenda separatis, tidak mengajak makar, dan tidak menampilkan simbol terlarang. Maka yang perlu dilakukan negara bukanlah mengancam, melainkan mendekati rakyat dan membuka ruang dialog.

Rakyat Butuh Didengar, Bukan Dicurigai
Fenomena pengibaran bendera One Peace seharusnya dibaca sebagai indikator krisis representasi, bukan sebagai pengkhianatan. Ketika rakyat lebih memilih simbol buatan mereka sendiri daripada simbol resmi negara, itu berarti ada jarak yang makin melebar antara negara dan warga negaranya. Simbol “One Peace” mencerminkan bahwa rakyat tidak merasa dilindungi oleh simbol formal yang selama ini diagung-agungkan. Mereka menciptakan simbol baru yang mewakili harapan mereka: damai, adil, dan tanpa diskriminasi.

Jika negara memilih untuk merespons dengan kecurigaan, maka negara justru semakin kehilangan kepercayaan dari rakyat. Sebaliknya, jika negara memilih mendekati, berdialog, dan mengakui aspirasi itu, maka bisa terjadi rekonsiliasi simbolik antara negara dan rakyat. Dengan begitu, Merah Putih tidak perlu merasa terancam oleh One Peace, karena keduanya bisa hidup berdampingan: satu sebagai simbol formal, dan satu lagi sebagai simbol moral.

Nasionalisme Tidak Harus Kaku
Kita perlu mengingat bahwa nasionalisme tidak harus kaku. Cinta tanah air bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk: pengabdian, kritik, kreativitas, hingga simbol alternatif. Pengibaran bendera One Peace bisa dimaknai sebagai bentuk nasionalisme progresif, yakni nasionalisme yang tidak hanya bangga pada sejarah masa lalu, tetapi juga bersuara untuk memperbaiki masa depan.

Berita Terkait :  DPRD Surabaya Desak PLN Pindahkan Tiang Listrik dari Halaman Sekolah untuk Jaga Keselamatan Siswa

Generasi muda yang menjadi pelopor aksi ini bukan tidak nasionalis. Mereka justru sangat peduli dengan kondisi bangsa, hanya saja mereka memilih jalur simbolik yang kreatif dan berbeda. Daripada menindas kreativitas ini, negara seharusnya merangkulnya sebagai bagian dari kekuatan sosial bangsa.

One for Peace: Visi Bersama yang Bisa Menyatukan
Makna terdalam dari simbol One Peace adalah “One for Peace”, satu bangsa yang bersatu demi perdamaian. Ini adalah seruan agar Indonesia tidak terus-menerus disibukkan oleh konflik horizontal, ketegangan politik, dan disinformasi. One Peace adalah ajakan moral agar negara kembali memprioritaskan keadilan sosial, pemerataan ekonomi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Jika ditanggapi dengan bijak, simbol One Peace justru bisa menjadi alat refleksi nasional. Ia bisa menjadi bahan diskusi publik tentang bagaimana negara seharusnya merespons ketidakpuasan rakyat. Ia bisa mengingatkan bahwa simbol negara tidak cukup hanya dikibarkan, tetapi juga harus dihidupi nilainya dalam kebijakan dan tindakan nyata.

Damai adalah Hak, Bukan Ancaman
Pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa pengibaran bendera One Peace bukan tentang mengganti simbol negara, tetapi tentang mengisi kekosongan makna dalam simbol yang ada. Ketika rakyat merasa tidak lagi didengarkan, mereka menciptakan cara baru untuk berbicara. Bendera itu bukan bendera perang, melainkan bendera harapan.

Maka daripada memenjarakan harapan itu, mari kita dengarkan. Karena damai adalah hak rakyat, bukan ancaman bagi negara. Dan mungkin, justru dari sana kita bisa membangun ulang kepercayaan Bersama untuk Indonesia yang benar-benar One for Peace.

————— *** ——————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru