Pemprov, Bhirawa
Jazz Gunung bukan lagi sekadar festival musik. Lebih dari itu, ia telah menjelma menjadi wajah baru pariwisata Jawa Timur-ikon budaya yang menyatukan musik, alam, dan kearifan lokal dalam satu panggung megah di kaki Gunung Bromo.
Memasuki tahun ke-17 penyelenggaraannya, BRI Jazz Gunung Series 2 kembali digelar di amfiteater terbuka Jiwa Jawa, Sukapura, Probolinggo, pada 25-26 Juli 2025.
Dengan latar pegunungan dan suhu sejuk, pertunjukan musik jazz kelas dunia dipadukan dengan lanskap budaya yang hidup, menjadikan festival ini sebagai magnet wisata berbasis minat khusus yang tak tertandingi.
Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menegaskan bahwa Jazz Gunung bukan hanya perhelatan seni, tetapi juga telah menjadi identitas pariwisata Bromo. “Jazz Gunung adalah wajah baru pariwisata Jawa Timur. Ia mampu menjaga positioning dan membentuk citra positif tentang kawasan Bromo,” ujar Emil.
Menurutnya, keberhasilan Jazz Gunung turut mendorong pengembangan pariwisata tematik dari berbagai jalur akses menuju Bromo seperti Probolinggo, Tosari (Pasuruan), hingga Tumpang (Malang).
“Bromo kini punya identitas berbeda di setiap pintunya. Dan dari arah Probolinggo, Jazz Gunung adalah warna yang paling kuat,” tambahnya.
Jazz Gunung kini telah masuk dalam kalender pariwisata unggulan Jawa Timur. Pemerintah provinsi tak hanya mendukung secara simbolik, tetapi juga konkret melalui pembangunan infrastruktur, termasuk jalan dan tol yang kini mempermudah akses dari Surabaya dan sekitarnya menuju Bromo.
Sigit Pramono, salah satu pendiri Jazz Gunung, menuturkan bahwa sejak awal festival ini adalah ikhtiar kultural.
“Kami ingin mengubah citra Bromo, dari destinasi alam semata menjadi ruang seni yang hidup,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa kehadiran program seperti Jazz Camp membuktikan komitmen festival ini terhadap regenerasi musisi dan ekosistem seni yang berkelanjutan.
Gelaran tahun ini menghadirkan musisi lintas generasi dan genre. Mulai dari Karimata, RAN, Tohpati Ethnomission, hingga musisi Prancis , Rogue. Ada pula penyanyi jazz muda seperti Monita Tahalea, Lhorju, dan Natasya Elvira yang sebelumnya mengikuti program residency di Jazz Camp.
CEO Jazz Gunung Indonesia, Bagas Indyatmono, menyebut bahwa Jazz Gunung kini mengusung konsep beyond jazz-bukan hanya musik, tetapi juga ruang ekspresi seni visual, teater, dan dialog kebudayaan.
“Jazz Gunung sekarang lebih kaya. Tidak hanya konser musik, tapi juga ruang eksplorasi yang utuh,” katanya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, Evy Afianasari, menilai Jazz Gunung sebagai penggerak utama wisata berbasis event di Jatim.
“Event seperti ini punya dampak ganda: branding destinasi dan ekonomi lokal,” ujarnya, seraya menyebutkan beberapa festival lain seperti Gandrung Sewu di Banyuwangi dan Topeng Kaliwungu di Lumajang yang mengusung pendekatan serupa.
BRI sebagai sponsor utama juga melihat Jazz Gunung sebagai bagian dari ekosistem kreatif yang patut diberdayakan. Keterlibatan BRI bukan hanya sponsorisasi, tapi juga dukungan terhadap pelaku seni dan literasi keuangan yang menjangkau komunitas budaya secara langsung.
Setelah Probolinggo, Jazz Gunung akan berlanjut ke Banyuwangi untuk Jazz Gunung Series 3 yang akan digelar di Taman Gandrung Terakota pada 9 Agustus 2025.
Festival ini terus membuktikan bahwa perpaduan seni dan alam tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkuat identitas daerah. Dan Jawa Timur, lewat Jazz Gunung telah menunjukkan bagaimana sebuah festival bisa menjadi representasi budaya yang hidup, inklusif, dan berkelas dunia. [rac.kt]


