28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Meminta Sumbangan Masjid di Lampu Merah

Oleh :
Teguh Imami
Dosen Universitas Muhamamdiyah Surabaya, Pegiat Lembaga Filantropi

Sebagian dari kita mungkin pernah menemui peminta sumbangan untuk pembangunan masjid saat di lampu merah. selain di lampu merah, terkadang mereka berada di samping masjid yang sedang dibangun, atau di seberang jalan raya. Mereka biasanya berbagi tugas, ada yang betugas mengajak donasi melalui speaker masjid, ada beberapa yang bertugas mengambil donasi.

Setiap meminta sumbangan, mereka menggunakan kalimat agama agar masyarakat mau memberi. Kalimat masuk surga, amal jariyah, rezeki barokah, adalah andalan mereka. Terkadang memintanya dengan sedikit memaksa. Karena doa-doa yang baik itu, tidak sedikit masyarakat yang memberi.

Kejadian meminta sumbangan banyak terjadi di Jawa timur seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang, Pasuruan, Madura, Probolinggo dan di Jawa Barat seperti di Bandung, Bekasi, Bekasi, Bogor, Depok. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, sampai mengeluarkan surat larangan untuk aktivitas meminta sumbangan di jalan raya tersebut.

Sebagai masyarakat muncul pertanyaan tentang benarkah donasi yang diberikan sepenuhnya untuk pembangunan masjid? Perlukah masjid meminta sumbangan dengan metode demikian? Perlukah mendirikan masjid saat sudah banyak masjid atau tidak memiliki anggaran?

Meminta Sumbangan di Lampu Merah
Indonesia menjadi negara yang subur bagi aktivitas sosial yang mengatasnamakan sosial dan keagamaan. Di Indonesia, jika ada yang meminta atas nama masjid masyarakat tidak akan sulit untuk memberikan donasi. Hal ini juga sejalan dengan survey dari World Giving Index yang mengungkap selama 6 tahun berturut Indonesia sebagai negara nomor wahid kedermawananya.

Berita Terkait :  Kodim 0830/SU Cegah DBD dengan Fogging dan Bersih-bersih Lingkungan

Hal di atas memiliki dua sisi. Sisi positifnya, akan banyak kesalehan sosial, pembangunan lembaga keagamaan yang menjadi bekal membangun SDM Indonesia. Namun di sisi lain, jika hal ini tidak ada regulasi dan transparansi, akan terjadi penyelewengan. Sudah banyak terjadi di Indonesia.

Dalam konteks meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, masyarakat tidak pernah mengetahui dana yang terkumpul, berapa persen yang digunakan untuk membangun masjiddan berapa persen untuk upah pengumpul donasi. Di sisi lain, kegiatan meminta-meminta sumbangan itu meresahkan masyarakat karena membuat citra agama menjadi buruk dan menganggu pengguna jalan.

Menurut penulis, setidaknya ada 3 sisi negatif peminta sumbangan untuk pembangunan masjid di jalan raya. Pertama, memperburuk citra Islam. Aktivitas itu menjadikan Islam sebagai agama yang meminta-minta. Seakan dalam setiap pembangunan rumah ibadah, harus meminta belas kasih kepada masyarakat. Bahkan beberapa kejadian, petugas setengah memaksa untuk meminta uang untuk Pembangunan masjid.

Kedua, memaksakan pembangunan masjid. Beberapa kejadian, para peminta sumbangan itu memaksakan pembangunan masjid karena pemintanya menjadikan aktivitas itu untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, semestinya tidak perlu memaksakan untuk membangun masjid jika belum ada dana. Terlebih banyak yang meminta sumbangan ini berasal dari daerah-daerah besar yang notabenya sudah banyak masjid berdiri.

Ketiga, transparansi dana. Di salah satu kota di Jawa Barat, peminta sumbangan ini dalam sehari bisa meraup jutaan rupiah. Ini tidak ada transparansinya. Jangan sampai donasi dari masyarakat yang seharusnya memiliki niatan baik, justru banyak dihabiskan untuk operasional dan diambil oleh peminta sumbangan.

Berita Terkait :  Tujuh Ton Beras dan Sembako Murah Hadir di Gerakan Pangan Murah Kota Mojokerto

Melarang Peminta Sumbangan di Jalan
Praktik penggalangan dana masjid seringkali dilakukan dengan serampangan: tanpa kejelasan legalitas, transparansi, dan pertanggungjawaban. Bahkan, dalam beberapa kasus, fenomena ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan pribadi, menggunakan nama masjid dan agama untuk menutupi tindakan manipulatif. Lebih buruk lagi, anak-anak kerap dilibatkan, menjadikan praktik ini tak hanya melanggar aturan lalu lintas dan ketertiban umum, tapi juga berpotensi melanggar perlindungan terhadap anak.

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali, menekankan bahwa mengambil harta umat tanpa hak adalah bentuk pengkhianatan (khiyanah), yang termasuk dosa besar. Pandangan senada juga disampaikan oleh Quraish Shihab. Dalam Tafsir al-Mishbah beliau menekankan bahwa dana sosial seperti zakat, infak, dan sedekah adalah amanah yang harus dikelola dengan penuh integritas dan tanggung jawab. Penyalahgunaan dana tersebut untuk kepentingan pribadi dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap nilai-nilai keislaman dan sosial.

Pemerintah perlu tegas dalam hal ini. Dengan menggandeng Kemenag, Baznas, perlu melarang dan memitigasi risiko peminta sumbangan di jalan raya agar ke depan hal-hal penyelewengan dan aktivitas memperburuk agama, bisa dimitigasi sejak dini.

Bagi pengelola masjid yang benar-benar membutuhkan bantuan pembangunan masjid, bisa menggunakan metode lain yang lebih humanis. Misalnya melalui kotak amal resmi di lingkungan masjid, transfer rekening resmi panitia masjid dan melaporkan transaparansi dananya atau mengadakan zaara penggalangan dana yang terorganisasi (misalnya pengajian, bazar, konser amal). Tugas pengelola hari ini bukan sekadar berlomba-lomba untuk mendirikan dan memegahkan masjid. Tugas utama takmir masjid hari ini adalah bagaimana memakmurkan masjid dengan berbagai kegiatan, misalnya program sosial, program dakwah, dan program kemanusiaan.

Berita Terkait :  Pastikan Penyaluran Bantuan Pangan Lancar, Tepat Sasaran, Bulog Gelar Rakor dengan Kodim 0815/Mojokerto

————- *** —————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru