Surabaya, Bhirawa
Seorang gadis kecil tunarungu tersenyum padaku. Ia menepuk bahuku perlahan, berusaha memberi isyarat agar aku mengarahkan kamera ke temannya yang sedang belajar. Itulah momen pertama yang membuat saya terdiam. Di Yayasan Aurica ini komunikasi tidak selalu datang lewat suara, dan kadang diam pun bisa bercerita banyak.
Selama empat bulan menjalani program MBKM di Yayasan Aurica, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Citra Laila Indah Purnamasari berkesempatan untuk mengedit video, membuat dokumentasi kegiatan, dan tidak jarang juga terlibat dalam penyusunan konten untuk media sosial resmi mereka. Kegiatan tersebut berlangsung pada Maret hingga Juni 2025, dan memberikan banyak pengalaman baru bahkan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Menurut Citra Laila, Yayasan Aurica sendiri adalah sebuah lembaga yang didirikan oleh para orang tua anak dengan gangguan pendengaran, dengan tujuan untuk dapat turut serta membantu atau mengembangkan potensi anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran agar dapat lebih berpartisipasi dan prestasi serta dapat memiliki pilihan yang lebih luas. Dengan pendekatan yang inklusif, Aurica berupaya untuk memberikan ruang belajar dan tumbuh bersama bagi anak, tanpa terkecuali.
Yayasan Aurica ini sangat memfasilitasi dan mendukung siswa didiknya untuk berkembang. Setiap bulannya, yayasan mengadakan acara parenting dan SIBER. Dalam acara parenting tersebut, yayasan mendatangkan pembicara yang memang memiliki basic dalam bidang psikologi dan dapat menyampaikan mengenai parenting yang benar ke orang tua siswa. Sedangkan, SIBER adalah simak bersama. Yang di mana kegiatannya adalah mengaji dan menyimak bacaan Al-Quran. Kegiatan tersebut dilakukan oleh anak reguler maupun anak inklusi yang bersekolah di sana. Hal tersebut bertujuan untuk memperkuat nilai agama mereka sejak kecil dan memperkuat interaksi sosial dan rasa saling memahami antarsesama anak.
Kegiatan magang yang dilakukan setiap hari adalah mendokumentasikan kegiatan beajar, mengedit video untuk keperluan konten youtube, dan mendokumentasikan kegiatan lainnya. Tidak hanya sekedar merekam momen-momen tersebut, tetapi juga bertanggung jawab untuk menyusunnya menjadi tayangan visual yang menarik dan mewakili semangat inklusi dan kebersamaan.
Semua proses belajar tidak bisa direkam begitu saja. Dalam beberapa kesempatan, harus menunggu anak-anak nyaman terlebih dahulu. Selain itu, perlu juga berdiskusi dengan para pendidik mengenai batas-batas etis dalam pengambilan gambar serta narasi yang tepat untuk menyampaikan kepada khalayak umum, agar tidak ada pihak-pihak yang merasa tersudutkan dengan konten-konten tersebut.
Sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Citra Laila Indah Purnamasari merasa bahwa pengalaman MBKM ini dapat membuat menemukan bahwa mengelola media sosial di lingkungan yang inklusif membutuhkan kepekaan yang tinggi.
“Saya memerlukan lebih dari sekedar kemampuan untuk mengedit dan mengatur estetika visual. Saya juga perlu memahami prinsip inklusi, bahasa yang ramah disabilitas, dan teknik pembuatan narasi yang mendorong penerimaan dan pemahaman publik. Yayasan Aurica memberikan ruang belajar yang luas,” jelas Citra Laila. Dari balik layar, Citra Laila, menemukan bahwa satu video dapat menjadi jendela publik untuk lebih memahami bahwa pendidikan yang adil dan setara bukan hanya idealisme, tetapi sesuatu yang bisa diwujudkan dan sedang diwujudkan setiap hari, di ruang-ruang sederhana seperti ruang kelas Yayasan Aurica. [why]


