26 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Dari Gerakan ke Kebiasaan: Adiwiyata Mendorong Zero Plastik Jadi Gaya Hidup

Oleh:
Nur Cholissiyah, M. Pd
Pendidik / Ketua Tim Adiwiyata SMPN 3 Kedungadem, Bojonegoro, Jatim.

Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2025 mengusung tema yang tajam dan menggelitik kesadaran global: “Ending the Plastic Pollution.” Tema ini bukan hanya seruan, tetapi juga cermin atas kegagalan kolektif manusia dalam mengelola plastik sebagai hasil peradaban modern. Dalam konteks Indonesia yang majemuk, beragam budaya dan pola hidup masyarakat justru memperlihatkan kompleksitas tantangan sekaligus potensi dalam menjawab persoalan ini.

Salah satu titik terang yang patut diapresiasi adalah hadirnya sekolah-sekolah Adiwiyata. Program ini menjadi wajah pendidikan lingkungan hidup yang tidak sekadar teoritis, tetapi juga membumi melalui aksi nyata. Sekolah Adiwiyata membawa pesan bahwa pendidikan tidak hanya soal pengetahuan, tetapi juga pembiasaan, pelatihan karakter, dan tanggung jawab ekologis. Maka dari itu, memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 menjadi momen reflektif untuk menilai kembali peran sekolah, khususnya Adiwiyata dalam menjadikan zero plastik bukan sekadar gerakan musiman, melainkan gaya hidup.

Oleh karena itu gerakan ini tidak boleh mandek. Plastik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian manusia modern. Dari pembungkus makanan hingga perlengkapan sekolah, plastik ada di mana-mana. Namun, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa Indonesia menghasilkan lebih dari 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahunnya, dan hanya sekitar 10% yang berhasil didaur ulang. Sisanya berakhir di TPA, sungai, atau laut. Tak mengherankan jika Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik laut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.

Berita Terkait :  Wali Kota Pasuruan Ajak KOSTI Maksimalkan Potensi Heritage

Dalam lanskap semacam ini, sekolah Adiwiyata muncul sebagai oase. Namun, gerakan ini tidak boleh berhenti di kegiatan simbolik seperti lomba kebersihan atau pemilahan sampah sesaat. Konsistensi menjadi kata kunci. Apa yang dimulai sebagai gerakan misalnya hari bebas plastik di sekolah harus bertransformasi menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Di sinilah peran guru, kepala sekolah, komite, dan bahkan kantin menjadi krusial: memastikan bahwa setiap aspek kehidupan sekolah mendukung budaya zero plastik.

Dari Sekolah ke Rumah, dari Rumah ke Masyarakat
Sementara itu fakta menarik di masyarakat Indonesia adalah bahwa perubahan gaya hidup kerap dimulai dari institusi formal. Sekolah, sebagai tempat pembentukan karakter, memiliki pengaruh luar biasa terhadap kebiasaan rumah tangga. Banyak orang tua yang mulai membawa tas belanja kain ke pasar tradisional karena ajakan anak-anaknya yang belajar di sekolah Adiwiyata. Ada pula keluarga yang mulai memilah sampah karena mendapat edukasi tidak langsung dari tugas-tugas sekolah anak mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai lingkungan yang ditanamkan di sekolah bisa menembus batas institusional. Sekolah Adiwiyata menjadi katalisator perubahan sosial. Namun tentu saja, ini hanya mungkin jika sekolah memiliki visi jangka panjang yang tidak berhenti pada seremoni dan proyek sesaat. Dibutuhkan sistem yang memungkinkan evaluasi berkala, penguatan kapasitas guru dalam pendidikan lingkungan, dan kemitraan dengan komunitas sekitar.

Berita Terkait :  Generasi Emas Menolak Disinformasi, Radikalisme, dan Intoleransi

Budaya Lokal dan Peluang Kolaborasi
Indonesia adalah negara yang kaya budaya. Di banyak daerah, kita masih bisa menemukan tradisi penggunaan daun pisang sebagai pembungkus makanan, atau penggunaan tas anyaman dari rotan dan pandan. Ironisnya, nilai-nilai lokal ini kerap terpinggirkan oleh budaya konsumtif yang serba instan dan berbahan plastik.

Di sinilah sekolah Adiwiyata bisa memainkan peran penting seperti merawat budaya lokal yang ramah lingkungan dan menjadikannya bagian dari kurikulum. Program zero plastik tidak harus selalu identik dengan pendekatan modern seperti ecobrick atau bank sampah digital. Masyarakat adat di Papua, komunitas pesisir di Sulawesi, hingga warga desa di Jawa memiliki kearifan tersendiri dalam mengelola limbah secara alami dan berkelanjutan. Kolaborasi antara sekolah dan tokoh adat, seniman lokal, atau pelaku UMKM berbasis lingkungan akan memperkuat pesan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari identitas budaya.

Inovasi dan Tantangan Baru
Tentu tidak dapat dimungkiri bahwa tantangan terbesar dari program zero plastik adalah ketidaksadaran massal akan dampaknya. Di beberapa wilayah, masih banyak anggapan bahwa membakar sampah plastik adalah cara paling cepat dan bersih, padahal justru melepaskan racun di udara. Di sinilah peran edukasi menjadi sangat penting.

Inovasi dalam penyampaian pesan melalui seni pertunjukan, film pendek karya siswa, mural sekolah, hingga kampanye media sosial harus dimanfaatkan. Generasi muda adalah digital native yang dapat menggunakan media untuk menyebarkan pesan lingkungan secara masif. Sekolah Adiwiyata harus membuka ruang-ruang kreatif ini agar semangat zero plastik tidak sekadar disampaikan dalam ceramah, tetapi diwujudkan dalam aksi yang menarik dan menyentuh.

Berita Terkait :  Gus Ipul Minta Situbondo Percepat Realisasi Sekolah Rakyat

Memperingati Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2025 bukan hanya soal seremoni, tetapi pengingat bahwa krisis lingkungan telah mengetuk semua pintu rumah kita. Komitmen untuk mengakhiri polusi plastik harus menjadi arus utama dalam kebijakan pendidikan, perencanaan kota, dan pola konsumsi masyarakat.

Sekolah Adiwiyata yang konsisten menerapkan prinsip zero plastik akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga peduli dan bertanggung jawab terhadap bumi. Gerakan yang dimulai dari sekolah harus terus ditumbuhkan menjadi kebiasaan harian yang mengakar kuat, baik di rumah, komunitas, maupun ruang publik. Karena hanya dengan konsistensi dan keberlanjutan, kita bisa mengubah cerita: dari negara penyumbang sampah plastik menjadi negara pelopor solusi lingkungan. Dan perubahan itu bisa dimulai hari ini, di ruang kelas, di kantin sekolah, di tangan kecil para siswa yang sedang belajar menjadi warga bumi yang lebih baik.

———- *** ————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru