Premanisme seolah “tak lekang oleh waktu.” Selalu terdapat kelompok masyarakat dari berbagai usia, menjadi “jagoan” untuk memperoleh keuntungan materi. Beberapa kali pemerintah Indonesia memiliki program pemberantasan preman. Sampai yang paling keras, tembak mati secara misterius. Ironisnya, ada kalanya premanisme juga “diperlihara.” Menyebabkan premanisme tumbuh lagi, bagai memiliki pengkaderan. Termasuk sasana persilatan saat ini, bisa menjadi arena pengkaderan premanisme.
Juga kelompok geng motor, yang sangat meresahkan masyarakat di seantero Jakarta Raya. Serta tawuran antar kelompok remaja, sudah sering menyasar perkampungan di Jakarta dan sekitarnya. Sangat miris, karena membawa senjata tajam (celurit, dan parang) ukuran besar. Sampai “senjata kimia” (berupa air keras), dengan sasaran acak (tidak kenal). Yang terbaru, preman di jalan tol, meminta uang dari pengemudi truk .
Di jajaran Kepolisian terdapat Sub-Direktorat Jatantras, tugasnya menangani kejahatan dan kekerasan, terdapat di setiap Polda, dan Polres (tingkat kabupaten dan kota). Tugasnya sangat luas, menindak segala kejahatan umum yang biasa terjadi di tengah masyarakat. Mulai penistaan, pencurian, pornografi, sampai pemerasan. Juga bertugas meniadakan rasa takut, ancaman fisik dan kerugian material orang banyak (fare crime). Termasuk di dalamnya tawuran remaja.
Seluruh tugas dan fungsi Jatantras Polri, merupakan anti-premanisme, kini sedang digenjot. Sehingga perlu tambahan personel pelaksana lapangan, memberantas premanisme. Dalam hal regulasi, Jatantras telah diantisipasi dalam KUHP yang baru. Yakni, UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Diantaranya pada pasal 472 (Penyerangan dan Perkelahian secara berkelompok), pasal 479 (Kekerasan yang dilakukan berkelompok), dan pasal 482 (Pemerasan).
Premanisme bakal dihukum berat. Bahkan pada masa lalu, telah terdapat beberapa cara pemerintah memberantas premanisme. Termasuk yang paling mencekam: Penembakan Misterius (disingkat Petrus) selama tahun 1982-1985. Perkiraan preman yang ditembak mencapai 10 ribu. Pembunuhan dilakukan oleh personel yang menyamar (rahasia). Sedangkan mayat korban diletakkan di tempat umum. Setelah mengenali ciri korban, bisa di-identifikasi sebagai preman.
Pada Wikipedia tentang Petrus, ditulis pendapat Ketua MPR/DPR periode 1982-1987: “Setuju mengenai adanya penembak misterius dalam menumpas pelaku kejahatan.” Dimuat dalam koran harian Sinar Harapan, pada 21 Juli 1983. Nampaknya, pak Harto, sebagai Presiden RI kala itu, juga “sepakat” dengan Petrus. Dinyatakan, “Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka, kemudian mereda-lah kejahatan yang menjijikkan itu.” Pendapat pak Harto, ditulis pada buku, “Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya” (1989), ditulis Ramadhan KH.
Yang patut disermati seksama, adalah fenomena tawuran antar-kelompok. Terutama kalangan pelajar, remaja, dan kelompok perguruan silat. Sudah terdapat hukuman pidana dengan penjara selama 16 bulan. Namun jika menyebabkan luka berat, dihukum pidana penjara paling lama 4 tahun. Bahkan jika menyebabkan kematian, hukuman menjadi 12 tahun. Namun biasanya, masih diberlakukan restorative justice. Polisi hanya memanggil orangtua pelaku tawuran.
Berdasar catatan Polda Metro Jaya, hanya dalam sebulan April 2025, terjadi 45 kasus tawuran antar-kelompok. Menurut Kapolda Metro Jaya, fenomena tawuran bisa menjadi cikal bakal premanisme di kemudian hari. Tak terkecuali tawuran antar-perguruan silat. Sebagai gambaran kasus, berdasar catatan Kodam V/Brawijaya, selama 2021-2023, terjadi 400 kali konflik antar-perguruan silat di Jawa Timur. Maka kalangan perguruan silat patut meluruskan niat setiap murid yang akan belajar bela diri.
Seluruh sanggar silat diharapkan kukuh menegakkan tekad penguatan karakter persatuan dan kebangsaan dalam “Prasetya Pesilat.”
——— 000 ———


