Oleh :
Indri Nuraini
Mahasiswi Prodi Adminitrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Di tengah laju revolusi teknologi yang semakin pesat, teknologi yang cepat memaksa transformasi digital di seluruh sektor, termasuk pemerintahan Indonesia. Digitalisasi birokrasi bukan sekadar adaptasi terhadap perkembangan zaman, melainkan kunci utama dalam memberikan layanan publik yang cepat, efisien, transparan, dan responsif.
Hal ini meliputi penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan administrasi, pengambilan keputusan, dan pelayanan kepada masyarakat. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) menyebutkan bahwa digitalisasi birokrasi adalah salah satu pilar utama dalam reformasi birokrasi nasional menuju pemerintahan berkelas dunia 2025.
Apa sebenarnya makna dari transformasi digital dalam pemerintahan? Bukan sekadar mengganti sistem manual dengan aplikasi, melainkan membangun tata kelola yang memanfaatkan teknologi informasi untuk membuat pelayanan publik lebih sederhana, efisien, dan terbuka.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) menargetkan terwujudnya birokrasi Indonesia berstandar internasional pada tahun 2025. Tentu, ini bukan mimpi jika digitalisasi benar-benar dijalankan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Salah satu contoh nyata transformasi digital adalah implementasi sistem pelayanan terpadu secara elektronik (E-Government). keberhasilannya mulai terlihat, lewat platform seperti Online Single Submission (OSS) untuk urusan perizinan usaha, hingga layanan administrasi kependudukan secara daring, masyarakat kini bisa mengakses layanan pemerintah tanpa harus antre panjang di kantor.
Layanan seperti Samsat Digital, Dukcapil Online, dan bahkan aplikasi sempat populer seperti PeduliLindungi, adalah bagian dari upaya pemerintah menghadirkan layanan publik yang adaptif terhadap era digital.
Transformasi ini membawa sejumlah manfaat nyata. Pertama, mempercepat waktu pelayanan. Misalnya, pengurusan administrasi kependudukan yang dahulu membutuhkan waktu berhari-hari kini bisa dilakukan secara daring hanya dalam hitungan menit. Kedua, efisiensi biaya dan sumber daya.
Layanan digital memangkas kebutuhan tatap muka, mengurangi penggunaan kertas, dan meringankan beban kerja aparatur. Ketiga, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Digitalisasi meminimalkan celah praktik korupsi karena setiap proses terekam secara sistematis.
Namun demikian, transformasi digital bukan tanpa tantangan. Ketimpangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) antarwilayah, terutama antara perkotaan dan pedesaan, menjadi kendala utama.
Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2023 menunjukkan bahwa penetrasi internet di Indonesia memang telah mencapai lebih dari 77%, tetapi akses dan kualitas masih timpang, terutama di kawasan timur Indonesia. Ini bisa menghambat pemerataan layanan digital.
Selain itu, kesiapan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi persoalan. Tidak semua aparatur negara memiliki kemampuan dan literasi digital yang memadai. Begitu juga dengan masyarakat, khususnya kelompok lansia dan masyarakat kurang berpendidikan, yang masih kesulitan mengakses layanan digital. Maka, pelatihan berkelanjutan dan sosialisasi intensif menjadi hal mendesak.
Aspek keamanan siber juga tak boleh dilupakan, semakin banyaknya data publik yang tersimpan secara digital meningkatkan risiko kebocoran dan penyalahgunaan data pribadi. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat sistem keamanan data dan menegakkan perlindungan privasi sesuai dengan amanat UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Ke depan, agar transformasi digital benar-benar berdaya guna, pemerintah harus mengambil pendekatan holistik. Pertama, percepatan pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di wilayah terpencil. Kedua, melakukan integrasi sistem antarinstansi agar pelayanan publik bisa berjalan satu pintu tanpa tumpang tindih.
Ketiga, pengembangan budaya digital di lingkungan pemerintahan dilakukan melalui pelatihan, pemberian insentif, dan penyempurnaan struktur organisasi. Selain itu, partisipasi publik juga harus ditingkatkan. Masyarakat harus dilibatkan tidak hanya sebagai pengguna, tetapi juga sebagai pengawas dan pemberi masukan atas layanan digital. Dalam hal ini, transparansi dan kemudahan akses terhadap informasi menjadi penting agar kepercayaan publik terhadap pemerintah digital dapat tumbuh.
Transformasi digital di sektor pemerintahan menuntut lebih dari sekadar soal teknologi, ini merupakan perubahan fundamental dalam perubahan cara berpikir, cara bekerja, dan pelayanan publik. Jika dijalankan secara konsisten dan inklusif, digitalisasi birokrasi akan menjadi landasan bagi tata kelola pemerintahan yang responsif, bersih, dan berpihak kepada rakyat.
Sebagaimana dikatakan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan 2022, “Digitalisasi adalah kekuatan kita untuk melompat lebih jauh dan melayani rakyat lebih cepat.” Maka dari itu, mari dorong bersama percepatan transformasi pemerintahan digital menjadi kunci peningkatan pelayanan publik yang lebih berkeadilan dan efisien bagi seluruh warga negara.
–———— *** —————-



Sektor apa saja yang dipaksa untuk melakukan transformasi digital di tengah pesatnya revolusi teknologi?