28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Memaknai Semboyan Sakral Ki Hajar Dewantara

Aries Agung Paewai
Berbicara tentang pendidikan pasti tak lepas dari filosofi dan semboyan sakral Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Semboyan magis yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara saat penjajahan Belanda itu, hingga saat ini tetap digunakan di era modern sebagai kekuatan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Lalu bagaimanakah memaknai filosofi Ki Hajar untuk melanjutkan estafet pendidikan berkualitas dan menjaga marwah pendidikan?

Berbicara tentang semboyan Ki Hajar Dewantara, tepat di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025 yang jatuh pada tangga 2 Mei, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur, Aries Agung Paewai memiliki makna lebih dalam menghayati filosofi tersebut.

Menurut Aries, semboyan sakral yang digaungkan Ki Hajar sejak jaman penjajahan Belanda itu, hingga saat ini masih sangat berpengaruh dalam menjaga marwah pendidikan. Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Semboyan ini kata Aries, menjadi kekuatan di tengah dinamika pendidikan saat ini. Khususnya dalam konteks Jawa Timur menuju Indonesia Emas 2045.

“Filosofi Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara tetap sangat relevan dan menjadi landasan penting dalam menghadapi dinamika pendidikan saat ini. Saya tentu akan menekankan bahwa ketiga semboyan ini adalah satu kesatuan yang utuh dan harus diimplementasikan secara holistik,”tegas Aries, Kamis (1/4).

Misalnya saja, makna filosofi Ing ngarsa sung tuladha yang berarti di depan memberi teladan. Dalam konteks maraknya aksi kekerasan, semboyan ini menjadi pengingat yang kuat bagi para pendidik. Pria berkacamata ini menekankan bagaimana guru sebagai figur sentral memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan contoh perilaku yang baik, penuh kasih sayang, dan menghargai perbedaan.

Berita Terkait :  Kerasan Nuansa Kerja di Situbondo

“Teladan ini bukan hanya dalam proses pembelajaran di kelas, tetapi juga dalam interaksi sehari-hari dengan murid, rekan kerja, dan masyarakat. Kekerasan, dalam bentuk apapun, adalah pelanggaran terhadap prinsip ini dan mencerminkan kegagalan dalam memberikan teladan yang positif. Sebaliknya, guru harus menjadi inspirasi dan panutan bagi siswa dalam mengembangkan karakter yang kuat dan berakhlak mulia,”jabar dia.

Semboyan berikutnya yang dianggap sakral dalam pembangunan pendidikan adalah Ing madya mangun karsa yang artinya di tengah membangun kemauan/semangat. Memaknai semboyan itu, Aries menyebut di tengah perkembangan pendidikan yang dinamis, murid dituntut untuk adaptif dan memiliki daya saing, sedangkan peran guru sebagai fasilitator dan motivator menjadi krusial.

“Bahwa mangun karsa berarti guru harus mampu membangkitkan semangat belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan memfasilitasi murid untuk mengembangkan potensi diri secara maksimal. Ini berarti menciptakan lingkungan belajar yang interaktif, kolaboratif, dan menyenangkan, di mana murid merasa dihargai dan didorong untuk berpartisipasi aktif,”jelasnya.

Dalam konteks kekerasan, lanjut pria kelahiran Makassar ini, semboyan ini mengingatkan untuk membangun kemauan dan semangat belajar harus dilakukan melalui pendekatan yang positif dan konstruktif, bukan melalui paksaan atau intimidasi.

Terakhir, filosofi semboyan Tut wuri handayani yang artinya dari belakang memberi dorongan atau dukungan. Aries menilai, semboyan ini berpengaruh besar dalam pendidikan saat ini di mana era otonomi dan personalisasi pendidikan, serta peran guru bergeser menjadi mentor dan pendamping.

Berita Terkait :  Komitmen Turunkan Angka Stunting

Semboyan Tut Wuri Handayani jika dimaknai dalam implementasi belajar saat ini artinya guru harus mampu mengidentifikasi potensi dan minat murid. Selain itu, memberikan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dan memberikan kebebasan kepada murid untuk mengembangkan diri.

“Di era saat ini guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi lebih sebagai fasilitator yang membantu murid dalam mencari, mengolah, dan menerapkan pengetahuan. Dalam konteks kekerasan, semboyan ini mengingatkan bahwa mendidik adalah memberdayakan murid, bukan merendahkan atau menyakiti mereka,”tegas Aries.

Pria lulusan Doktor STIESIA ini menjabarkan, filosofi Ki Hajar saat ini digunakan untuk pembangunan pendidikan di Jawa Timur Menuju Indonesia Emas 2045. Dalam mengimplementasikannya, Aries menggaris bawahi beberapa langkah strategis.

Yakni Penguatan Kompetensi dan Karakter Pendidik yang dilakukan dengan pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan, guru akan dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang filosofi Ki Hajar Dewantara, keterampilan komunikasi yang efektif, serta kemampuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif. Penekanan pada pembentukan karakter guru yang humanis, sabar, dan penuh kasih sayang akan menjadi prioritas.

Kedua, Penciptaan Lingkungan Belajar yang Positif dan Inklusif. Untuk realisasi startegi ini, sekolah harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi seluruh murid.

“Saya tentu akan mendorong upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah melalui kebijakan yang jelas, mekanisme pelaporan yang efektif, dan program-program anti-bullying serta pendidikan karakter yang kuat,”tegas Aries.

Berita Terkait :  Ikut Turun Tangan Beri Pembinaan Keuangan Desa

Ketiga, Pembelajaran yang Berpusat pada Murid (Student-Centered Learning). Dengan kata lain, implementasi kurikulum yang fleksibel dan adaptif, dengan mengakomodir keberagaman murid dan mendorong pembelajaran yang aktif, kreatif, dan kolaboratif. Guru akan didorong untuk menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dan memanfaatkan teknologi secara efektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Strategi keempat adalah dengan Kemitraan yang Kuat antara Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Untuk startegi ini, Aries menilai pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga keluarga dan masyarakat.

“Mendorong sinergi antara ketiga elemen ini untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung perkembangan holistik murid,” kata Aries menekankan.

Terakhir yakni, strategi Pengembangan Kepemimpinan yang Visioner dan Transformasional. Di katakan mantan Pj Wali Kota Batu ini, kepala sekolah dan pengawas memiliki peran penting dalam mengimplementasikan filosofi Ki Hajar Dewantara di tingkat satuan pendidikan. Mereka harus menjadi pemimpin yang memberikan teladan, memotivasi guru, dan menciptakan budaya sekolah yang positif dan inklusif.

“Dengan menginternalisasi dan mengimplementasikan filosofi Ki Hajar secara sungguh-sungguh, selalu optimis bahwa pendidikan di Jawa Timur akan semakin berkualitas, berkarakter, dan mampu menghasilkan generasi penerus bangsa yang unggul, berdaya saing global, dan berkontribusi aktif dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Penanganan isu kekerasan akan menjadi bagian integral dari upaya ini, dengan fokus pada pencegahan dan penindakan yang tegas, serta pemulihan bagi korban,”pungkas dia. [ina.gat]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru