26 C
Sidoarjo
Thursday, April 17, 2025
spot_img

Zakat untuk Korban Pinjaman Online


Oleh :
Arin Setiyowati
Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data daftar 97 Pinjaman Online (Pinjol) legal berizin OJK per 29 Oktober 2024. Selain itu, pada tahun 2024, OJK juga berhasil menutup 2.930 pinjaman ilegal yang ditutup sejak 2017 mencapai 11.389 entitas. Hingga tanggal 5 November 2024, OJK telah memblokir 498 pinjol ilegal.

Data-data tersebut menunjukkan masih maraknya masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol) illegal hingga berdampak pada kegaduhan sosial akibat cara-cara penagihan hingga pemerasan ke korban pinjol yang cukup menyita empati publik. Salah satu patologi sosial yang muncul di era derasnya perkembangan teknologi dan informasi dalam jebakan minimnya tingkat literasi dari masyarakat kita.

Tercatat selama 2024, OJK juga telah menerima 15.162 pengaduan terkait pinjol ilegal dan 1.069 pengaduan mengenai investasi ilegal. Dengan jenis empat isu yang masuk kategori aduan berat diantaranya; pencairan dana atau pinjaman tanpa persetujuan pemohon, ancaman penyebaran data pribadi, penagihan kepada seluruh kontak HP (milik korban) dengan teror atau intimidasi, dan penagihan dengan kata kasar disertai pelecehan seksual.

Sialnya, kondisi ekonomi yang sulit ini dimanfaatkan oleh rentenir digital (pelaku pinjaman online illegal) untuk menjerat mereka dengan kemudahan dan kecepatan pencairan dana hanya tinggal satu klik. Meskipun setelah itu, kemudahan dan kecepatan dikonversi dengan suku bunga tinggi, fee besar, denda tak terbatas, dan teror atau intimidasi.

Fungsi Sosial dan Ekonomi Zakat
Zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk diberikan kepada mereka yang berhak menerima zakat (Mustahik). Zakat menjadi salah satu piranti keagamaan sekaligus sosial-ekonomi yang dipayungi oleh Nash al-Quran dan penciri dari identitas seorang Muslim. Konsep zakat merupakan obligatory system yang pengelolaannya harus dilakukan oleh pemerintah dan pengambilan zakat dilakukan secara paksa serta ada sanksi bagi orang yang tidak membayarkanya.

Berita Terkait :  Tantangan Sektor Pertanian Lima Tahun Mendatang

Sedangkan di Indonesia yang merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang memiliki keunikan dengan perkembangan yang signifikan dalam pola maupun tatakelola perzakatannya. Data dari BAZNAS RI menyebutkan bahwa potensi dana zakat nasional mencapai sekitar Rp327,6 triliun per tahun setara dengan 75% dari anggaran perlindungan sosial pemerintah pusat.

Adapun fungsi zakat dalam surat at-Taubah:103 baik bagi muzakki, mustahik dan harta itu sendiri. Yakni Pertama, bagian dari cara mensucikan dan fungsi sosial. Bagi muzaki dan mustahik sebagai sarana mensucikan diri dari sifat dengki, iri, amarah, rakus dan kikir. Bagi harta, zakat mensucikan dari kotoran dan syubhat yang ada padanya. Secara sosial, zakat mampu menciptakan kehidupan bermasyarakat yang tentram, harmonis, berkah dan adil.

Kedua, bagian dari mengembangkan fungsi ekonomi. Bagi Mustahik maupun Muzakki, zakat berfungsi meningkatkan pendapatan dan konsumsi yang berdampak pada peningkatan sisi permintaan (demand) dan sisi penawaran (supply). Bagi harta, zakat dapat berdampak secara makro berupa pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kerkeadilan (sustainable growth with equity).

Kontekstualisasi Tafsir Gharimin: Korban Pinjol
Dalam Surat At-Taubah ayat 60 disebutkan bahwa salah satu dari 8 golongan Ashnaf yang masuk kategori mustahik zakat adalah gharim, yakni orang atau kelompok orang yang memiliki hutang dan sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melunasinya. Dalam perspektif fiqih Islam, gharim merujuk pada individu yang memiliki utang dan tidak mampu melunasinya karena keterbatasan finansial. Istilah ini diakui sebagai salah satu kategori penerima zakat. Para ulama mendetailkan definisi tentang Gharimin secara variatif.

Imam Mujahid mendefinisikan gharim sebagai orang yang menanggung hutang karena rumahnya terbakar, terseret banjir atau untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sedangkan Ibnu Atsir berbeda, bahwa gharim merupakan orang yang berhutang untuk pelunasan hutang orang lain, atau bangkrut karena mencukupi kebutuhan hidup, tidak untuk berbuat maksiat atau berlaku boros (tabdzir).

Berita Terkait :  Cultural Studies: Sebuah Kajian Multi Disiplin Ilmu

Imam Abu Hanifah menggambarkan gharim sebagai orang yang menanggung utang tanpa memiliki harta lebih untuk membayarnya. Senada dengan itu, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad membagi gharim ke dalam dua kategori: (a) Gharim untuk kebutuhan pribadi, (b) Gharim untuk kepentingan umum.

Berdasarkan kriteria tersebut, korban pinjaman online (pinjol) yang terjerat utang akibat kebutuhan mendesak dan tidak mampu membayar dapat dikategorikan sebagai gharim. Oleh karena itu, mereka berhak menerima bantuan zakat untuk membantu melunasi utang tersebut. Hal ini juga ditegaskan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang menyatakan bahwa korban pinjol dapat menerima zakat dengan syarat tertentu.

Yakni utang yang diambil harus untuk tujuan yang sah menurut syariat, dan individu tersebut harus tidak mampu melunasi utangnya. Selain itu, utang tersebut tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang dilarang oleh agama, seperti perjudian atau konsumsi barang haram. Dengan demikian, korban pinjol yang memenuhi kriteria sebagai gharim berhak menerima zakat untuk membantu mereka keluar dari jeratan utang dan memperbaiki kondisi finansial mereka.

Relevansi Zakat Untuk New-Gharimin (Korban Pinjol)
Korban pinjol illegal merupakan bentuk gharimin baru di era digital. Mereka yang terjerat hutang berkali-kali lipat dari nominal yang dihutang karena kecanggihan teknologi yang mempoles akses keuangan secara mudah dan cepat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Misal korban pinjol yang seorang guru TK di Malang yang diteror puluhan debt collector pinjol karena untuk kebutuhan biaya kuliahnya. Akibat hal itu dia dipecat dari tempatnya mengajar. Dia pinjam ke Pinjol Rp 1,8 juta, yang cair hanya Rp 1,2 juta dan harus membayar sejumlah Rp 40 juta. Misalkan berangkat dari kasus tersebut, maka kontekstualisasi gharimin akibat jeratan pinjol sangat layak untuk memenuhi tafsir baru sebagai gharimin sehingga berhak untuk diberi zakat.

Berita Terkait :  Paling Dermawan Sedunia

Yang mana mereka dengan memenuhi kriteria Gharimin yang berhak diberi zakat; (a) Gharimin yang memang tidak bisa melunasi hutangnya dengan harta keseluruhan yang dimilikinya, (b) hutangnya untuk masalah kebaikan atau mubah yang tidak dilakukan secara berlebih-lebihan (ishraf), serta hutangnya bukan untuk kepentingan haram kecuali jika dia sudah benar-benar bertaubat (taubat nasuha). (c) hutangnya yang sudah jatuh tempo (segera butuh dilunasi) dan disesuaikan dengan total penghimpunan dana zakat yang didapatkan oleh Amil.

Kasus lainnya, seperti kasus Dedi, salah satu korban pinjol yang berhutang Rp 2,5 juta tidak kunjung lunas meski sudah dia bayar Rp 100 juta. Korban pinjol lainnya di Solo yang pinjam Rp 5 juta membengkak Rp 75 juta. Mengingat pola kasusnya yang dari nominal awal pencairan lalu menjadi berkali-kali lipat, terlebih menyasar pada kelas menengah ke bawah, belumlagi jatuh tempo pembayaran yang urgen untuk segera dibayar. Mereka mengalami kebangkrutan dengan percaya pada pinjol untuk memenuhi kebutuhannya. Maka korban akibat jeratan pinjol layak masuk kategori gharimin yang berhak menerima dana zakat dari para muzakki.

Mengingat bahwa akibat kebangkrutan jeratan pinjol tersebut mengurangi tingkat kesejahteraan dan melemahkan daya beli masyarakat. Sehingga, melalui dana zakat tersebut Gharimin mendapatkan stimulus untuk mengembalikan daya beli bahkan menjadi modal awal mustahik untuk membuka kran pendapatan baru guna melunasi hutang di pinjol. Akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan umat. [*]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru