25 C
Sidoarjo
Monday, March 31, 2025
spot_img

Menempa Diri di Bulan Ramadan Menuju Kemenangan Hakiki

Oleh :
M Firdaus Rahmatullah
Katib yang berkhidmah di SMKN Mojoagung sebagai Guru Bahasa Indonesia

Bulan Ramadan datang kembali. Bulan yang penuh berkah, rahmat, dan ampunan. Bulan yang selalu dinantikan seluruh umat Muslim di berbagai belahan dunia. Ramadan merupakan bulan untuk melatih diri dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Menahan diri dan perilaku supaya tidak terjerumus ke dalam perbuatan terlarang adalah salah satu tujuan puasa.

Di bulan Ramadan, semua perbuatan baik dilipatgandakan pahalanya berpuluh kali (bahkan tidur pun dinilai sebagai ibadah). Tidak ketinggalan, dosa seluas langit dan sedalam bumi pun dihapus bila kita berpuasa dengan penuh keimanan dan hanya mengharap rida Allah semata.

Kita patut bersyukur bahwa Tuhan Seru Sekalian Alam menganugerahi Ramadan kepada kita. Ialah bulan di mana segala kebajikan dilipatgandakan dan semua keburukan dihapus dengan mudah. Ia merupakan festival ibadah yang menakjubkan, yang tidak pernah Dia berikan kepada umat-umat sebelum kita.

Tidak hanya menahan makan dan minum, berpuasa merupakan ibadah menyeluruh: lahir dan batin, hati dan pikiran, raga dan sukma. Termasuk keinginan-keinginan yang akan membatalkan puasa atau pun pahala puasa itu sendiri. Sebagaimana dalam hadis qudsi, “Puasa hanyalah untuk-Ku dan Aku sendirilah yang akan memberikan ganjaran padanya.”

Dalam bulan Ramadan, terdapat tiga fase yang dijelaskan dalam sebuah hadis: sepuluh hari pertama adalah periode pembukaan pintu rahmat, sepuluh hari kedua adalah periode pengampunan (maghfirah), dan sepuluh hari terakhir adalah periode menjauhkan diri dari pintu neraka. Namun, seringkali, kita sebagai umat tidak sepenuhnya memahami makna dan rahasia di balik pembagian ini.

Sebaliknya, menjelang Hari Raya, kita sering kali terjebak dalam kesibukan dunia yang melupakan esensi sejati dari Ramadan. Berbagai urusan duniawi mengalihkan perhatian kita dari meningkatkan kualitas ibadah sebelum kita meninggalkan bulan Ramadan.

Berita Terkait :  Warga Cerme Kidul Gresik Bakal Terbebas dari Stunting

Akan tetapi, kita memang umat yang tak memahami rahasia itu. Atau, barangkali, kita memang termasuk umat yang bandel. Sudah menjadi tradisi-entah sejak kapan-menjelang Hari Raya, yakni sepuluh hari terakhir Ramadan, kita justru disibukkan dengan berbagai macam pikiran dan keinginan duniawi menyongsong hari nan fitri itu.

Di sepanjang jalan, kita menyaksikan kesibukan orang-orang berburu berupa-neka kebutuhan rumah tangga, baik berupa sandang, pangan, bahkan hal-hal yang membuat “ikat pinggang” kita kencang, bahkan kalap. Di pasar, pusat perbelanjaan, warung, di mana pun itu, seolah-olah kita berlomba-lomba bergegas memperbagus diri dengan busana baru, gawai baru, jajanan baru, furnitur baru, kendaraan baru, sehingga abai pada bagaimana kita meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah sebelum kita benar-benar ditinggalkan bulan Ramadan. Seolah Ramadan hanyalah pengungkung lapar dan haus semata, sementara Idulfitri adalah momentum pelepas nafsu yang telah dikurung sebulan penuh.

Memang sudah menjadi identitas, bahkan simbol, bahwa Hari Raya cerminan orang-orang yang suci dan bersih sebagaimana bayi yang baru lahir. Puasa sebulan penuh seperti merontokkan seluruh dosa kita seolah kita menjadi manusia yang baru, manusia yang fitrah, manusia yang tanpa noda. Akan tetapi, baju baru dan segala hal baru yang kita kenakan usai Ramadan tidaklah menjamin bahwa kita telah bersih dan suci seutuhnya. Justru di balik itu, sesudah Ramadan, kita semakin dituntut bertanggung jawab atas apa-apa yang telah kita perbuat dan raih sehingga bulan-bulan selanjutnya kita semakin baik dengan melanggengkan amalan-amalan baik di bulan Ramadan.

Inilah ujian kita. Menjaga hal yang baik tentu lebih berat ketimbang berupaya menuju hal yang baik. Tetap pada koridor kebaikan membutuhkan kekuatan yang jauh lebih besar dan daya yang tidak sedikit. Ramadan adalah tempat menempa diri agar sesudah itu kita benar-benar menjadi manusia yang fitri, manusia yang tamam.

Berita Terkait :  Sebanyak 90 SD dan SMP se-Surabaya Bertanding di EF Spelling Bee Regional Competition

Ramadan seharusnya tidak hanya menjadi waktu untuk menjalani ibadah, baik secara vertikal maupun horizontal, tetapi juga untuk introspeksi diri. Kita harus mengevaluasi diri kita sendiri, menahan diri dari perbuatan buruk, dan melakukan lebih banyak kebajikan kepada sesama. Inilah saatnya untuk menguji nilai-nilai kemanusiaan kita dan meningkatkan ketahanan kita terhadap godaan. Tentu saja, selama perjalanan ini, kesalahan dan kekhilafan mungkin tak terhindarkan, namun dengan keyakinan dan tawakal, kita dapat melewatinya dan terus berupaya mencapai kesucian yang lebih baik.

Puasa sebagai latihan diri seharusnya memperkuat iman kita, membantu kita menghadapi berbagai tantangan dengan kesabaran dan ikhlas. Dengan menjaga ketertiban dan kualitas ibadah di bulan Ramadan, kita akan menjadi lebih siap menghadapi tantangan-tantangan di masa mendatang. Momen ini juga harus digunakan untuk mengendalikan hawa nafsu, menjauhi perbuatan buruk, dan menumbuhkan kesadaran akan ketaqwaan.

Yang terpenting, kita harus tetap berjuang keras dalam menjalani ibadah di bulan Ramadan. Memperbanyak amal baik, bersedekah, dan menjalin hubungan baik dengan sesama adalah bagian integral dari ibadah kita. Kita juga harus merenungkan dosa-dosa kita dan bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT. Dengan tekad yang kuat, kita berharap dapat menjadi mukmin dan muslim yang sesungguhnya mendapat kemenangan.

Lebih jauh lagi, hendaknya Ramadan ini kita jadikan momentum instropeksi. Mengekang diri dari perbuatan buruk dan dilarang agama serta memperbanyak perbuatan baik bagi sesama. Inilah saatnya nilai-nilai kemanusiaan kita ditempa sedemikian rupa dan daya tahan kita diuji. Tentu, dalam perjalanannya terdapat kekhilafan yang tak bisa dihindari, namun bukan berarti tidak dapat dihindari. Keyakinan dan kepercayaan dirilah yang mampu membuat kita mampu melaluinya dengan tawakal, sebab jalan ikhtiar masih terbuka bagi mereka yang mau dan menginginkan kemenangan di pengujung Ramadan.

Berita Terkait :  Ketua PSI Jatim Apresiasi Polri atas Keberhasilan Mengawal Pilkada 2024

Bukankah kemenangan tidak mudah diraih begitu saja?
Puasa sebagai media melatih diri tentu akan semakin memperkuat keimanan kita bila dilakukan dengan sabar dan ikhlas. Bila kita mampu menghadapi berbagai persoalan di bulan ini tentu seusai Ramadan kita mampu menghadapi persoalan-persoalan yang tentu lebih berat dan menemukan jalan keluar yang baik, baik bagi diri sendiri maupun bagi sesama. Bukankah telah dikatakan bahwa dengan berpuasa niscaya kita akan menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa?

Berlomba-lomba dalam beribadah di bulan Ramadan sepatutnya menjadi momentum untuk mengekang hawa dan nafsu lahir dan batin. Menjaga diri dari keinginan-keinginan berlebih. Mengontrol perilaku dari perbuatan keji dan mungkar. Melawan syahwat yang mendekatkan diri pada jalan setan. Puasa adalah upaya membentengi diri sehingga seusai Ramadan kita siap dan sanggup menghadapi godaan-godaan yang jauh lebih kuat, jauh lebih hebat, jauh lebih jauh.

Terlepas apakah tahun depan kita berjumpa lagi dengan bulan Ramadan, seyogyanya di bulan puasa ini, kita senantiasa “bertarung habis-habisan” dalam beribadah. Memperbanyak amal baik, bersedekah dan menginfakkan harta kita di jalan Allah swt, dan menyambung tali silaturahmi kepada sanak, kerabat, dan kawan sejawat, serta mohon ampun kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh atas segala dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan dan (mungkin tanpa sengaja) kelak kita lakukan.

Sungguh kita berharap menjadi mukmin dan muslim yang muttaqin-yang memperoleh kemenangan sesungguhnya.

———— *** —————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru