Anggota Komisi VI DPR-RI, Sadarestuwati atau Mbak Estu.
Jombang, Bhirawa.
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Sadarestuwati atau Mbak Estu meminta Pertamina, pemerintah dan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaudit keseluruhan proses pengadaan BBM bersubsidi Pertalite RON 90 dan Pertamax RON 92.
Menurut Mbak Estu, proses tersebut harus dilakukan secara transparan, sebab telah berhembus ‘trust issue’ atau krisis kepercayaan rakyat kepada penyelenggara negara menyusul kasus mega korupsi Rp 193,7 Triliun yang ditangani Kejagung.
Terlebih, kata dia, aroma KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) memang sangat menyengat di tubuh perusahaan pelat merah tersebut sejak beberapa tahun terakhir.
“Kami mendengar bahwa kerugian negara yang ditangani Kejaksaan Agung sebesar Rp 193,7 Triliun itu baru perhitungan di satu tahun saja, bukan kerugian selama periode 2018-2023,” kata Mbak Estu, Jumat (28/02).
“Artinya, penyelenggaraan BBM ini telah melenceng dari tujuan awalnya,” tandas politisi PDI-P itu.
Pertamina, kata dia, harus menghadirkan BBM yang murah dan berkualitas untuk kesejahteraan rakyat.
“Kasus ini justru memperlihatkan bahwa Pertamina hadir untuk penderitaan rakyat. Ini serba kacau dan berkebalikan. Sampai beredar luas itu lelucon Pertamax adalah Pertalite yang ‘nggak’ antre. Jangan disalahkan rakyat merasa ada ‘trust issue’ dan marah,” ungkap dia.
Dia menyebutkan, Komisi VI DPR-RI akan segera memanggil Pertamina untuk segera menangani masalah Pertalite dan Pertamax dengan solusi yang ‘clean and clear’.
Sebab, kata Sadarestuwati, muncul dugaan kasus ini merupakan fenomena gunung es.
“Coba dihitung, ada berapa konsumen di pabrikan mobil dan bengkel mobil yang mengadu ke Komisi VI terkait urusan Pertalite yang ‘nggak’ antre’ ini,” ucap dia.
“Korbannya itu masyarakat lho, jangan dianggap enteng. Saya akan minta Badan Perlindungan Konsumen ikut turun tangan biar komprehensif,” tandas dia lagi.
Dia berharap, proses audit dan penyelidikan kasus secara menyeluruh terhadap proses pengadaan BBM Pertamina harus benar-benar dilandasi prinsip transparansi dan tidak pandang bulu, sebab ditengarai masih ada dugaan konflik kepentingan di dalam Pertamina.
“Rakyat tahu itu masih ada kaitannya dengan nepotisme. Benar itu, rakyat tahu tapi mereka diam tak berani bersuara,” tegas Mbak Estu.
Sadarestuwati juga meminta penjelasan sejelas-jelasnya dari Pertamina karena rakyat hanya bisa mengadu kepadanya atau ke sosial media.
Sejatinya, kata dia, rakyat tahu jika menggunakan Pertamax beberapa kali mesin kendaraannya mengalami kendala kecil seperti tarikan gas kurang lancar dan kendala kecil yang terus diabaikan inilah yang membuat konsumen beralih ke SPBU selain Pertamina.
“Kan kecewa rakyat sudah beli BBM non subsidi ternyata diperlakukan seperti ini,” tuturnya.(rif.hel)


