Jombang, Bhirawa.
Pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah pada tahun 2025 sebesar Rp. 6.500 per Kilogram Gabah Kering Panen (GKP). Dengan situasi tersebut, harga beras diharapkan oleh Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Kabupaten Jombang bisa naik dari Rp. 12.000 menjadi Rp. 12.500 per Kilogram.
Ketua Perpadi Kabupaten Jombang terpilih, Mohammad Sholeh mengatakan, pihaknya tak mempermasalahkan naiknya HPP Gabah dari Rp. 6.000 per Kilogram GKP pada 2024 menjadi Rp. 6.500 pada tahun 2025 ini. Namun demikian kata dia, saat ini sepertinya kondisi rendemen gabah kurang bagus. “Kalau memang harga (gabah) itu Rp. 6.500, harusnya beras Rp. 12.500 dengan asumsi rendemen 55 atau 53 (1 kwintal gabah diproses keluar beras 55 atau 53 Kilogram),” terang Mohammad Sholeh.
Menurut dia, jika rendemen gabah jelek kemudian dibeli sesuai HPP yakni Rp. 6.500 per Kilogram GKS ataupun di atasnya hingga Rp. 6.700 per Kilogram GKP, dengan harga jual beras Rp. 12.000 per Kilogram, maka penggilingan Padi bisa terancam merugi.
Mohammad Sholeh menjelaskan, dalam mata rantai penyerapan gabah, pihaknya berposisi sebagai penyerap atau pemroses. Dari data yang berhasil dihimpun media ini dari berbagai sumber, dalam mata rantai gabah, sebelum jatuh ke pihak penyerap atau pemroses seperti pihak penggilingan Padi, masih ada lagi posisi penebas dan juga broker. Penebas inilah yang membeli gabah langsung ke petani.
“Petani kadang-kadang kan mereka ‘nggak’ mungkin langsung hubungan ke Perpadi. Mereka lebih dekat biasanya ke broker-broker itu. Broker mungkin menggandeng yang punya Combi (mesin pemanen),” urai Mohammad Sholeh.
Sementara itu, seorang tokoh petani asal Desa Watudakon, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Suradi membenarkan jika ada mata rantai yang panjang dalam penyerapan gabah petani. “Ya, memang yang selama ini terjadi di lapangan sangat banyak mata rantai pemberian gabah petani, sehingga berdampak harga pasti di bawah HPP,” tutur Suradi. “Contohnya dua hari yang lalu ada yang panen Padi cuma dibeli Rp. 5.900 per Kilogram. Yang beli ya makelar,” tuturnya lagi.
Menurutnya, petani sangat menginginkan agar HPP gabah dapat terwujud dan benar-benar dirasakan oleh petani. “Tapi mau ‘gimana’ lagi, ‘wong’ yang mau beli dan uang ‘cash’- nya ya harga segitu. Ya dengan terpaksa dan sedikit kecewa, ya dilepas gabahnya,” ungkapnya. “Jadi sekali lag, kalau pemerintah mengeluarkan HPP itu mohon yang serius dikawal sampai tingkat petani. Minggu depan sudah mulai panen daerah kami,” pungkas Suradi.[rif.ca]


