Surabaya, Bhirawa
Nasib malang menimpa ribuan honorer pengairan di Jatim. Mereka yang berstatus sebagai Tenaga Pekarya Saluran tersebut sejak 28 Januari lalu tak diperpanjang tugasnya. Badan Kepegawaian Daerahj (BKD) Jatim menyebut Tenaga Pekarya Saluran ini merupakan honorer Kementerian PU.
Di antara ribuan tenaga pekarya saluran itu, Atok dan Yenda di antaranya. Kedua warga Sidoarjo tersebut tampak cukup serius berbincang sembari sesekali bertelepon rekannya untuk meminta pekerjaan sementara.
“Sudah mulai 28 Januari lalu dirumahkan dan gaji bulan lalu juga belum diberikan,” tutur Atok dengan tatapan mata yang kosong saat ditemui kemarin, Senin (3/2).
Atok dan rekannya sudah menggantungkan hidupnya dari pekerjaan tersebut sejak tahun 2012 dengan penghasilan kurang dari Rp 3 juta per bulan. Di musim penghujan seperti saat ini, dia mengaku pekerjaan seharusnya lebih banyak untuk memelihara dan mengamankan saluran irigasi agar tetap aman dan berfungsi baik.
“Tapi karena kita sudah tidak diperbolehkan bertugas, maka tinggal rekan-rekan kami yang PNS atau honorer daerah. Hanya kadang-kadang masih diajak untuk ikut menbantu kerja bakti,” ujar dia.
Dikonfirmasi terkait nasib para honorer tersebut, Kabid Perencanaan dan Pengadaan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jatim Hasyim Asy’ari mengungkapkan, status mereka merupakan honorer Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang gajinya dititipkan di Pemprov Jatim. Karena itu, rekrutmen maupun pengangkatannya sebagai PPPK masuk dalam data base kementerian.
“Statusnya memang bukan Non ASN Pemprov. Maka otomatis tidak masuk dalam formasi seleksi PPPK Pemprov. Sejauh ini Pemprov melalui Dinas PU Sumber Daya Air hanya membuat kontrak kerja karena anggarannya dicantolkan ke Pemprov,” ujar Hasyim.
Terkait nasib mereka, Hasyim mengaku telah berkoordinasi dengan Dinas PU SDA Jatim untuk dilanjutkan ke Kementerian PU. Sebab, jumlah tenaga pekarya saluran di Jatim ini terlampau besar jika harus ditanggung oleh APBD atau dimasukkan dalam formasi PPPK Pemprov Jatim.
Terpisah, Sekretaris Dinas PU SDA Jatim Fauzi membenarkan situasi yang membuat gelisah lebih dari 2.200 petugas pekarya saluran di Jatim tersebut. Menurutnya, para petugas tersebut digaji dari anggaran Kementerian PU. Namun, informasinya anggaran Kementerian PU hanya dapat digunakan sebesar Rp 29 triliun turun dari tahun lalu lebih dari Rp 100 triliun.
“Anggaran Rp 29 triliun ini yang sedang dibagi temen-temen Kementerian PU itu. Dan kita sedang menunggu proses akuntansi itu,” ujar Fauzi.
Sampai dengan proses penganggaran itu rampung, Fauzi mengakui adanya larangan sementara untuk tidak dilakukan pekerjaan yang menimbulkan pengeluaran anggaran. Maka utuk sementara terkait kebutuhan tenaga pengairan ini dilakukan perubahan skema. Khususnya penanganan debit air sungai di musim hujan ini akan memaksimalkan tenaga dari APBD.
“Jumlahnya memang sangat kecil, hanya sekitar 10 persen dari total tenaga APBN yang mencapai 2.200. Sifatnya adalah kerja bersama,” jelas dia.
Sebelumnya, tugas pengairan ini ditangani setiap petugas untuk 1-2 kilo meter sungai. Namun dalam kondisi sekarang, di titik mana ada lokasi sungai yang kotor atau berlumpur akan dikerjakan secara bersama-sama satu grup.
“Sama seperti hari ini kita kerja bakti bersama di Sidoarjo bersama 30 tenaga APBN. Tapi diberikan uang harian dari APBD,” jelas dia.
Fauzi mengakui, jumlah tenaga pengairan ini cukup besar, padat karya namun seringkali dilupakan. Berbeda dengan guru atau tenaga kesehatan yang memiliki formasi khusus.
“Kelihatannya sambil menunggu proses di kementerian itu rampung juga akan dibicarakan terkait pengangkatan honorernya,” jelas dia. [tam.gat]