27 C
Sidoarjo
Monday, February 3, 2025
spot_img

LPG Untuk Rakyat

Kegaduhan mewarnai kebijakan pengaturan distribusi LPG 3 kilogram. Bagai terjadi pembatasan (yang berujung pengurangan). Tabung “melon” tiba-tiba hilang di tingkat pengecer kampung. Padahal harga sudah naik, kini langka pula. Di berbagai sampai terjadi keributan pada antrean panjang berebut LPG “melon.” Walau sebenarnya pasokan cukup memadai, tersimpan di pangkalan. Kini, pemerintah patut mengendurkan distribusi, sekaligus mem-fasilitasi pengecer menjadi pangkalan LPG (Liquefied Petroleum Gas).

Pemerintah masih berhutang kepada keluarga miskin, berkait ketersediaan gas alam jaringan rumah tangga. Kalangan menengah ke bawah menggunakan LPG “melon” (3 Kilogram), yang jauh lebih mahal dibanding gas jaringan rumah tangga. Konsekuensinya, pemerintah terus menambah subsidi sampai Rp 80,21 trilyun (tahun 2024). Bahkan semakin membesar pada tahun 2025. Ironisnya, pemerintah masih harus impor gas bumi sekitar 7 juta ton per-tahun.

Mulai awal Pebruari 2025, pemerintah memberlakukan pola baru penjualan LPG tabung “melon” (3 kilogram). Hanya bisa diperoleh (dijual) di tingkat pangkalan. Konon pola baru untuk menjamin distribusi LPG bersubsidi lebih tepat sasaran, dan menghindari penyalahgunaan. Tidak ada lagi LPG “melon” di pengecer. Sebagai gantinya, pengecer boleh mendaftar menjadi usaha pangkalan. Tidak mudah, karena menyiapkan berbagai persyaratan. Terutama izin usaha, dan surat rekomendasi dari Lurah dan Camat.

Selama ini masyarakat mengandalkan pembelian LPG “melon” dari pengecer, terdekat rumah. Biasanya, pengecer memperoleh LPG “melon” dari pangkalan, sesuai permintaan. Diantar menggunakan mobil pikup, atau kadang motor roda tiga dengan bak pengangkut. Setiap pangkalan meng-ampu bisa mengampu antara 10 hingga 20 pengecer, masing-masing sekitar 10 tabung. Pangkalan menjual LPG “melon” dengan harga banderol sesuai HET (dulu Rp 16 ribu, kini menjadi Rp 18 ribu per-tabung di Surabaya), dengan tambahan ongkos kirim Rp 500,- per-tabung.

Berita Terkait :  Dukung UMKM Bersaing dengan Barang Impor

Berdasar data ke-energi-an di Jawa Timur, kini terdapat 33 ribu lebih pangkalan, diampu oleh 832 unit agen. Sedangkan jumlah SPBE (Stasiun Pengisian Bulk Elpiji) sebanyak 127 unit, tersebar di setiap (38) kabupaten dan kota. Bahkan tak jarang dise tiap desa dan kelurahan terdapat 4 pangkalan. Antara lain di area Malang, Madiun, dan Surabaya. Jumlah pangkalan di Jawa Timur, tergolong cukup banyak, karena melayani juta-an rumahtangga penerima manfaat.

Berdasarkan data ke-energi-an, terdapat 7,2 juta kepala keluarga (KK) pengguna LPG “melon.” Rasio kewajaran penggunaan LPG 3 Kilogram ditaksir 3 hingga 4 unit tabung pe-KK setiap bulan. Sedangkan kebutuhan UMKM antara 6 hingga 8 unit. Sehingga total dibutuhkan 28,8 juta tabung per-bulan, tidak termasuk kebutuhan UMKM, dan kebutuhan nelayan. Tetapi khusus pada bulan Ramadhan, bisa tambah 2 juta tabung.

Berdasarkan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) APBN 2025, subsidi LPG 3 KG sebesar Rp 82,95 trilun (41,38% dari total pagu subsidi energi). Pemerintah bisa kelimpungan menyediakan subsidi energi dari impor LPG sebanyak 6,9 juta ton dalam setahun. Harus disediakan devisa sebesar US$ 580 per-ton. Padahal berdasar data BPH Migas, Indonesia memiliki cadangan gas bumi sangat melimpah. Sampai sebanyak 142,72 triiyun standard cubic feet, atau sekitar 4,043 trilyun meter-kubik.

Maka pemerintah patut me-masal-kan penggunaan jaringan pipa gas rumah tangga. Jargas juga telah memiliki payung hukum ke-segera-an melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 tahun 2019 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil. Pembangunan jaringan gas bumi untuk rumahtangga, bisa mengurangi penggunaan tabung gas “melon,” sekaligus mengurangi subsidi impor gas.

Berita Terkait :  Mengendalikan Syahwat Berkuasa

——— 000 ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru