Pemkab Sumenep, Bhirawa.
Pemkab Sumenep melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) mengadakan pertemuan di penghujung tahun 2024. Pertemuan melalui High Level Meeting Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (HLM-ETPD) dalam rangka membahas pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2024 dan target PAD tahun 2025. Acara tersebut berlangsung di ruang rapat Graha Aryawiraraja, lantai 2 Kantor Bupati Sumenep dengan melibatkan 27 camat dan Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) se-Kabupaten Sumenep.
Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, dalam sambutannya menegaskan pentingnya optimalisasi pajak daerah sebagai salah satu indikator kinerja pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Sistem elektronifikasi transaksi pemerintah ini dapat memberikan transparansi sekaligus memudahkan proses evaluasi capaian pajak selama ini. “Program ini bertujuan untuk mempermudah pemerintah daerah dalam memantau capaian pajak secara real-time. Dengan digitalisasi, kita bisa melihat potret kinerja pajak, baik di tingkat desa maupun kecamatan, sehingga ada tindak lanjut untuk meningkatkan PAD,” kata Bupati Fauzi, Rabu (18/12).
Fauzi juga menyoroti pajak bumi dan bangunan (PBB), yang kerap menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menegaskan, rendahnya capaian pajak PBB dapat berdampak pada penilaian kinerja pemerintah daerah secara keseluruhan. “Kalau pendapatan pajak PBB rendah, otomatis nilai evaluasi kinerja pemerintah, termasuk pemerintah desa, ikut terdampak. Makanya, kita harus bekerja lebih baik untuk meningkatkan capaian tersebut,” katanya mengajak.
Orang nomor satu di lingkungan Kota Keris ini juga menyampaikan, salah satu tantangan dalam mengoptimalkan pajak adalah kurangnya komunikasi intensif antara pemerintah desa dan kecamatan, serta kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.
“Koordinasi antara pemerintah desa dan kecamatan harus lebih intens. Pertemuan bulanan, sangat penting untuk mengevaluasi dan menyusun strategi bersama. Selain itu, perlu pendekatan yang lebih persuasif kepada masyarakat agar mereka sadar akan pentingnya membayar pajak,” ujarnya.
Ketua DPC PDI-P ini mencontohkan pola pembayaran yang tidak konsisten di beberapa desa. Banyak warga yang merasa keberatan membayar pajak di waktu-waktu tertentu, terutama saat kebutuhan hidup sedang tinggi.
Sebaiknya, pajak dipungut pada saat mereka memiliki penghasilan, seperti setelah panen, angka penerimaan cenderung meningkat. “Bukan soal besar kecilnya pajak, tapi lebih pada waktu pengumpulan yang tepat. Ketika masyarakat sedang kesulitan ekonomi, angka sekecil Rp7.000 pun terasa berat. Sebaliknya, saat panen atau pendapatan sedang bagus, pajak menjadi lebih mudah diterima,” tegasnya.
Dengan demikian, Bupati mengusulkan agar pendekatan pembayaran pajak lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan siklus ekonomi masyarakat desa. Dia juga menekankan pentingnya edukasi tentang kewajiban berbangsa dan bernegara melalui pajak. Sebagai langkah lanjutan, Pemkab Sumenep akan memperkuat digitalisasi dalam pengelolaan pajak daerah. “Sistem elektronifikasi bukan hanya soal modernisasi, tetapi juga efisiensi dan transparansi. Dengan data yang terintegrasi, kita bisa mengambil keputusan yang lebih tepat untuk mengoptimalkan pajak,” imbuhnya.
Bupati juga mendorong seluruh camat dan kepala desa untuk aktif berkontribusi dan berkolaborasi, dalam mencapai target PAD tahun 2025. “Dengan sinergi antara pemerintah daerah dan desa, diharapkan Kabupaten Sumenep mampu meningkatkan pendapatan demi mendukung pembangunan yang berkelanjutan,” tukasnya. [sul.wwn]