Oleh :
Bayu Dharmala
Dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIP ; Staf Khusus Kerjasama Internasional
Universitas Muhammadiyah Malang
Bangsa Indonesia memiliki harapan baru dengan dilantiknya Presiden terpilih Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada 20 Oktober 2024 kemarin. Tentu kita semua sepakat bahwa harapan terbesar masyarakat Indonesia saat ini adalah terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Senafas dengan arah tersebut, Presiden Prabowo membawa misi utama yaitu membangun sumber daya manusia yang kompetitif melalui program unggulan makan siang gratis yang saat ini sudah marak diselenggarakan di beberapa daerah. Pertanyaan besarnya adalah apakah program tersebut cukup untuk membekali sumber daya manusia kita dalam menyambut bonus demografi? khususnya para Generasi Z (Gen Z) yang digadang-gadang sebagai tumpuan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Faktor Pembuat Cemas
Mengasuh generasi muda, khususnya para Gen Z, memang bukanlah pekerjaan rumah yang mudah. Generasi ini menghadapi tantangan yang jauh berbeda dibanding generasi sebelumnya. Masalah remaja saat ini bisa jadi berbeda dengan masalah remaja pada satu atau dua dekade lalu. Ada beberapa faktor harus mendapat perhatian khusus dari pemerintahan yang baru dalam menyiapkan generasi ini. Yang pertama adalah pengaruh teknologi digital khususnya Artificial Intelligence (AI). Sebagai digital natives, yang lahir dan tumbuh dengan teknologi yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan sosial mereka lebih banyak terhubung secara digital. Dalam State of Mobile 2024 yang dirilis oleh Data.AI, warga Indonesia menjadi pengguna yang paling lama menghabiskan waktu dengan perangkat digital seperti HP dan tablet, yaitu 6,05 jam setiap hari. Ketergantungan yang berlebihan ini menyebabkan mereka sering mengalami isolasi sosial dan kesulitan dalam berinteraksi secara langsung. Kecanduan pada teknologi digital dapat mengurangi interaksi sosial yang nyata dan kemampuan untuk membangun hubungan interpersonal yang kuat.
Selain masalah isolasi sosial, permasalahan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan semakin umum di kalangan Gen Z. Tekanan dari media sosial, tekanan kinerja dan prestasi, perbandingan sosial, dan ekspektasi yang tinggi dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Mereka tumbuh dalam budaya yang menekankan prestasi dan performa yang tinggi, baik di sekolah maupun di dunia digital. Hal ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi jika tidak dikelola dengan baik. Selain itu, paparan yang konstan terhadap gambar-gambar yang disunting dan gaya hidup yang tampak sempurna dari orang lain dapat memicu perasaan tidak memadai dan kurangnya rasa percaya diri. Perbandingan diri yang terus-menerus dengan orang lain di media sosial dapat menghasilkan kecemasan sosial dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri yang berkepanjangan. Menurut data yang dilaporkan oleh Survei Kesehatan Indonesia (SKI) pada tahun 2023, penduduk usia 15-24 tahun merupakan kelompok usia dengan prevalensi depresi tertinggi. Masalah mental Gen Z ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga menjadi isu global. Hasil survei McKinsey Health Institute terhadap 41.960 orang di 26 negara pada tahun 2022 melaporkan bahwa kesehatan mental Gen Z lebih buruk dari generasi lain.
Lebih mencemaskan lagi, tantangan berat yang dihadapi Gen Z di atas senada dengan realita pahit di masyarakat. Berbagai survei melaporkan bagaimana sulitnya para remaja ini untuk mendapatkan pekerjaan. Temuan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 menyebutkan bahwa 9,89 juta atau 22,5% penduduk berusia 15-24 tahun menganggur atau Not Employment, Education, or Training (NEET). NEET adalah penduduk usia muda dengan rentang usia 15-24 tahun yang sedang tidak sekolah, tidak bekerja atau tidak mengikuti pelatihan. Kondisi ini sering disebut sebagai pengangguran di usia muda karena tidak melakukan kegiatan apapun. Mimpi Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045 terancam redup sebab bayang-bayang akan hampir 10 juta Generasi Z yang menganggur menggelayuti optimisme bonus demografi.
Solusi Mengatasi Kecemasan
Merujuk realitas kondisi Gen Z diatas, pemerintahan baru dibawah komando Presiden Prabowo mencanangkan program unggulan makan siang gratis yang akan diberikan kepada seluruh anak Indonesia. Keseriusan Presiden Prabowo ini ditunjukkan dengan peringatan kerasnya bahwa jika ada yang tidak mendukung program ini, orang tersebut tidak perlu ada di pemerintahannya. Hal itu disampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna (SKP) perdana pada 23 Oktober 2024 lalu. Pertanyaan besar yang muncul saat ini adalah apakah makan gratis tersebut ampuh untuk menghilangkan kecemasan di benak masyarakat akan berhasilnya bonus demografi yang berada di pundak para generasi muda.
Jika ditelaah lebih dalam dari perspektif perkembangan peserta didik, manfaat dari program ini termasuk akan memastikan bahwa siswa menerima paling tidak satu kali makan bergizi dalam sehari. Kecukupan gizi penting bagi perkembangan kognitif anak serta kesehatan mereka secara menyeluruh. Selain itu, program ini akan dapat membantu menurunkan tingkat kekurangan gizi serta stunting di kalangan anak-anak. Anak yang memperoleh asupan pangan yang baik, lebih besar kemungkinannya untuk tumbuh baik secara fisik dan lebih berhasil secara akademis.
Namun penting untuk digaris bawahi bahwa aspek kognitif bukan satu-satunya faktor penentu untuk mencapai perkembangan peserta didik yang optimal. Ada aspek sosiokultural yang harus mendapat perhatian khusus pemerintah bila melihat fakta dan problematika yang tengah dihadapi oleh Gen Z sekarang ini, khususnya meningkatkan keterampilan dan kepekaan sosial. Selain itu, pemangku kebijakan yang baru perlu mempertimbangkan program pendamping yang dapat melengkapi program makan siang gratis. Salah satunya adalah pelatihan keterampilan digital gratis. Peningkatan keterampilan digital dan AI akan membantu Gen Z mengarungi dunia maya dengan lebih bijak, produktif, dan meningkatkan daya saing mereka yang akan mempermudah mendapat pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran.
————- *** —————–