Cahyo Harjo Prakoso
Dalam Rapat Paripurna DPRD Jatim, Fraksi Partai Gerindra melalui juru bicaranya, Cahyo Harjo Prakoso, menyampaikan pandangan umum terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang PT Bank Perekonomian Rakyat Jawa Timur (Perseroda), Senin (16/12).
Transformasi dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menjadi Bank Perekonomian Rakyat ini disebut sebagai langkah strategis untuk memperluas akses keuangan masyarakat dan memperkuat sektor UMKM.
Cahyo menegaskan, perubahan nomenklatur ini bukan hanya untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), tetapi juga membuka peluang baru bagi pengembangan usaha perbankan di Jawa Timur.
“Transformasi ini harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar formalitas. Bank Perekonomian Rakyat harus menjadi motor penggerak ekonomi daerah, khususnya untuk membiayai UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian kita,” ujar Cahyo.
Dalam pandangan umumnya, Fraksi Gerindra memberikan tujuh poin penting terkait Raperda ini, di antaranya perluasan Ruang Usaha.
Menurut Cahyo, Fraksi Gerindra meminta kejelasan sejauh mana transformasi ini akan memperluas ruang lingkup usaha Bank Perekonomian Rakyat dibandingkan status sebelumnya sebagai BPR.
Kedua, kata Cahyo, efisiensi biaya sosialisasi. Gerindra mempertanyakan kesiapan keuangan daerah untuk mendukung sosialisasi transformasi ini, mengingat kondisi APBD yang terbatas.
“Ketiga yakni strategi penambahan modal. Kami meminta agar strategi penambahan modal dilakukan dengan cermat, tanpa membebani anggaran daerah yang sudah penuh tekanan,” terangnya.
Keempat, lanjut dia, diferensiasi dengan Bank Jatim. Fraksi Gerindra menyoroti potensi konflik kepentingan jika Bank Perekonomian Rakyat tidak memiliki diferensiasi yang jelas dengan Bank Jatim, terutama dalam melayani segmen ekonomi menengah ke bawah.
Kelima, komitmen pada fungsi sosial. Sebagai BUMD, Cahyo menegaskan, bahwa Bank Perekonomian Rakyat harus tetap mengutamakan fungsi sosial dalam memberdayakan ekonomi masyarakat.
Di samping itu, kesiapan institusi dan mitigasi risiko. Gerindra, tambah Cahyo, meminta analisis kesiapan institusi serta rencana mitigasi risiko untuk memastikan transformasi selesai tepat waktu, sebelum batas 12 Januari 2025.
“Pengawasan Pemprov Jatim sebagai pemegang saham mayoritas harus tetap dominan dalam pengambilan kebijakan strategis untuk menjaga arah bank tetap sesuai tujuan pembangunan daerah,” tambahnya.
Cahyo menambahkan, perubahan status kelembagaan ini harus diiringi dengan langkah konkret untuk memperkuat sektor UMKM di Jawa Timur.
Menurutnya, bank ini tidak boleh hanya fokus pada profit, tetapi juga menjadi penggerak utama pemberdayaan masyarakat, khususnya di daerah terpencil yang selama ini sulit mendapatkan akses keuangan.
“Ini bukan sekadar transformasi nama, tetapi kesempatan untuk membangun ekonomi daerah yang lebih inklusif dan memberdayakan masyarakat kecil,” tegas Cahyo.
Gerindra juga menegaskan pentingnya pelibatan DPRD dalam proses pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat.
“Kami akan memastikan proses ini berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip pembangunan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkas Cahyo. [geh.gat]