Oleh :
Amir Rifa’I
Dosen AIK UMM dan Pemerhati Pendidikan
Setiap 10 November, bangsa Indonesia mengenang Hari Pahlawan untuk menghormati mereka yang berjuang demi kemerdekaan dan keadilan. Meski pahlawan masa lalu banyak berjuang di medan perang, pahlawan masa kini hadir dalam berbagai bentuk. Di antaranya adalah guru, yang dikenal sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” karena pengabdiannya dalam membentuk generasi penerus bangsa. Namun, ironi terjadi ketika dalam kenyataan, banyak guru menghadapi ancaman hukum dan dikriminalisasikan ketika menjalankan tugasnya. Apakah ini bentuk penghargaan yang layak untuk para pahlawan pendidikan kita?
Salah satu kasus yang anyar adalah kasus yang menimpa Supriyani, seorang guru honorer dari Konawe Selatan, Sulawesi Utara, diseret ke meja hijau. Ia diduga menganiaya muridnya yang merupakan anak polisi. Setelah sepekan berada di penjara, penangguhan penahanan Supriyani dikabulkan Pengadilan Negeri Andoolo.
Kejadian Supriyani ini viral di media sosial, saat tagar ‘Save Ibu Supriyani, S.Pd’ beredar luas. Hal ini mengundang respons dari sesama guru dengan menyerukan mogok mengajar untuk membela Supriyani.
Ironisnya, peristiwa ini terjadi saat pergantian Menteri Pendidikan dari Nadiem Anwar Makarim ke Abdul Mu’ti dilangsungkan. Seolah menyampaikan pesan bahwa kriminalisasi guru menjadi pekerjaan rumah pertama bagi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.
Semoga ini menjadi angina segar bagi para guru untuk tetap berada di jalan mencerdaskan anak bangsa tanpa takut di kriminalisasi hanta karena mengingatkan kebaikan.
Guru tidak hanya mengajar akademik, tetapi juga menjadi teladan dalam hal karakter dan moral. Mereka memberikan pengetahuan dasar yang akan membentuk masa depan siswa, sekaligus mengajarkan nilai-nilai kebangsaan, kerja keras, dan disiplin. Banyak guru bekerja keras dalam kondisi yang tidak ideal, terutama di daerah terpencil yang fasilitas pendidikannya masih terbatas. Mereka menempuh jarak jauh, menghadapi cuaca ekstrem, dan terkadang mengajar tanpa peralatan yang memadai.
Tidak berlebihan jika kita menyebut guru sebagai pahlawan, karena pengorbanan mereka berperan penting dalam membentuk karakter dan kemampuan generasi penerus bangsa. Guru yang mengajarkan siswa untuk berpikir kritis, menghargai perbedaan, dan menjaga integritas adalah sosok yang layak dihormati. Namun, dalam menjalankan tugas mulianya, guru sering kali menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah ancaman kriminalisasi.
Fenomena yang Dialami Guru
Kriminalisasi terhadap guru semakin sering terdengar ahir-ahir ini. Dalam konteks pendidikan, kriminalisasi merujuk pada guru yang dijerat hukum karena tindakannya di ruang kelas atau saat mendisiplinkan siswa.
Beberapa kasus bahkan melibatkan tuntutan hukum dari orang tua siswa yang merasa anaknya diperlakukan tidak sesuai, walau dalam banyak situasi, tindakan guru bertujuan untuk menanamkan disiplin dan kebaikan.
Maka salah satu yang dapat dijadikan cara untuk mencegah hal itu terjadi adalah, meningkatnya kesadaran hukum dan keberanian dari masyarakat untuk menyampaikan tuntutan atau laporan kepada pihak berwajib, bahkan untuk masalah kecil yang sebenarnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Selain itu, peran media sosial dalam menyebarkan informasi sering kali memperparah situasi. Sebuah insiden yang mungkin kecil bisa menjadi viral, sehingga menimbulkan kesan negatif terhadap guru sebelum fakta lengkap terungkap.
Kedua, sistem pendidikan yang tidak melindungi guru dari tuntutan hukum juga menjadi penyebab kriminalisasi ini. Banyak sekolah dan lembaga pendidikan yang belum memberikan pedoman atau perlindungan hukum yang memadai kepada guru. Akibatnya, guru sering kali merasa ragu dalam mendisiplinkan siswa, takut bahwa tindakannya akan menyebabkan masalah hukum.
Ketiga, hubungan antara orang tua dan sekolah yang kurang harmonis juga dapat menjadi faktor pemicu kriminalisasi. Ketika komunikasi antara guru dan orang tua tidak berjalan dengan baik, orang tua cenderung tidak memahami alasan di balik tindakan guru, dan lebih mudah merasa tersinggung atau terganggu dengan pendekatan yang diambil oleh sekolah.
Keempat tentu harus ada undang-undang perlindungan bagi guru, dimana UU ini dikhusukan bagi seorang guru dalam rangka mendisiplinkan dan mencerdaskan anak bangsa, khususnya di dalam kelas. Bagaimana keadaan lingkungan bisa kondusif jika salah satu pemeran penting “guru” tidak dihargai dan tidak mendapatkan hak dan kewajibanya dalam mendidik putra-putri generasi bangsa.
Perlindungan dan Dukungan untuk Guru
Mengingat peran penting guru dalam pendidikan dan pengembangan generasi penerus bangsa, sudah seharusnya mereka mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan kebijakan yang melindungi guru dari kriminalisasi yang tidak berdasar. Di beberapa negara, terdapat undang-undang yang secara khusus melindungi guru dalam menjalankan tugasnya, termasuk dalam hal mendisiplinkan siswa. Indonesia perlu memiliki kebijakan yang serupa.
Selain itu, pelatihan bagi guru tentang pendekatan yang tepat dalam mendisiplinkan siswa perlu ditingkatkan. Guru harus diberikan panduan yang jelas agar dapat menjalankan tugasnya dengan efektif tanpa melanggar batasan hukum atau norma yang berlaku. Hal ini juga penting untuk mengurangi risiko kriminalisasi akibat tindakan yang tidak disengaja.
Orang tua dan masyarakat juga memiliki peran penting dalam mendukung guru dan memahami konteks pendidikan di sekolah. Jika terdapat masalah atau ketidakpuasan terkait perilaku guru, sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan dan komunikasi yang baik antara pihak sekolah dan orang tua. Pendekatan ini akan jauh lebih efektif dalam menjaga hubungan baik antara guru, siswa, dan orang tua, serta mencegah kriminalisasi yang tidak perlu.
———— *** ————–