Di banyak negara, termasuk Indonesia, aktivis lingkungan sering menghadapi ancaman berupa gugatan hukum yang bertujuan untuk membungkam perlawanan mereka terhadap proyek-proyek pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan, seperti pembukaan lahan hutan, tambang, dan pembangunan infrastruktur skala besar. Untuk itu, Regulasi Anti-SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) dalam aturan hukum dan Undang-Undang turunannya sangat mendesak untuk terhadirkan guna melindungi aktivis lingkungan dari penyalahgunaan sistem hukum dari pihak yang lebih kuat dan memiliki modal.
Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) perlu konsisten merealisasikan atas terbitnya Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024 yang secara garis besar berupaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap para pejuang lingkungan hidup secara lebih detail. Dalam regulasi tersebut, individu maupun kelompok yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang lestari mendapatkan jaminan hukum dari ancaman tuntutan pidana dan gugatan perdata. Kebijakan ini diambil sebagai langkah nyata untuk mendukung para aktivis, organisasi lingkungan, akademisi serta masyarakat adat yang kerap terlibat dalam advokasi lingkungan.
Regulasi tersebut, meski konsisten diterapkan, pasalnya sejak terpilih kembali sebagai Presiden Republik Indonesia periode kedua pada tahun 2019 lalu, pemerintahan Joko Widodo terus menghadapi berbagai persoalan dan pekerjaan rumah yang kompleks terkait isu lingkungan, sumber daya alam dan hak asasi manusia. Ditambah, sejumlah data yang menunjukan setidaknya terdapat 1.054 orang, terdiri dari 1.019 laki-laki, 28 perempuan, dan 11 anak-anak, diduga mengalami kriminalisasi akibat perjuangan mereka untuk lingkungan selama dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, (WALHI, 2024).
Banyaknya kasus kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan hidup memperlihatkan bahwa partisipasi publik semakin terdesak. Untuk itu, regulasi Anti-SLAPP sangat mendesak untuk terhadirkan guna melindungi aktivis lingkungan dari penyalahgunaan sistem hukum dari pihak yang lebih kuat. Perlindungan, bukan hanya soal membela hak aktivis, tetapi juga soal memastikan bahwa isu-isu lingkungan mendapat perhatian yang layak dalam demokrasi. Selebihnya, dengan adanya regulasi ini, masyarakat dapat lebih leluasa terlibat dalam advokasi untuk lingkungan yang lebih baik tanpa takut akan ancaman gugatan hukum yang berlebihan.
Muhammad Yusuf
Dosen PPKn Universitas Muhammadiyah Malang