29 C
Sidoarjo
Tuesday, October 8, 2024
spot_img

Waspada Fenomena Resistensi Obat


Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Baru-baru ini Kementerian Kesehatan mengungkap data kejadian resistensi antimikroba (AMR) di sejumlah rumah sakit di Indonesia. Data-data ini mencakup dua jenis bakteri yang kebal antibiotik. Dua jenis bakteri tersebut adalah Staphylococcus aureus (S. aureus) dimana bakteri ini resistan terhadap banyak antibiotik, termasuk methicillin. S. aureus dapat menyebabkan infeksi kulit, tetapi juga dapat menyerang tulang, sendi, jantung, dan paru-paru. Yang kedua adalah jenis Enterococcus Dimana bakteri ini resistan terhadap vankomisin (VRE) yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri berat yang tidak dapat diatasi oleh antibiotik lain atau yang terjadi pada pasien dengan alergi terhadap penisilin, serta mengatasi infeksi pada jantung, kulit, tulang, serta paru-paru. Kondisi ini tentu akan berdampak buruk bagi pasien atau masyarakat sebagai pengguna produk obat. Meski sebenarnya secara standar bahwa obat jenis antibiotik wajib dengan resep dokter dan tidak dapat dijualbelikan secara bebas serta indikasi medis berbeda pada setiap individu meski terkadang secara diagnosis penyakitnya sama misalnya.

Obat bak dewa penyelamat pasien. Dengan obat, sakit yang disebabkan oleh organisme pathogen dapat dimatikan atau diminimalkan untuk tidak berkembang secara luas di dalam tubuh manusia. Mengapa masyarakat perlu bijak dalam penggunaan obat antibiotik? Pertama, guna meminimalkan peluang bakteri untuk mengalami mutasi atau mengembangkan resistensi, sehingga pengobatan pada kunjungan berikutnya tetap efektif. Kedua, resistensi antibiotik merupakan ancaman serius bagi kesehatan global, di mana penghentian prematur pengobatan dapat meningkatkan risiko bakteri yang selamat mengembangkan mekanisme pertahanan, merugikan efektivitas antibiotik pada masa mendatang. Ketiga, untuk mencegah resistensi antibiotik juga melibatkan upaya untuk mencegah bakteri menjadi lebih kuat. Bakteri yang “selamat” dari pengobatan antibiotik cenderung mengalami perkembangan yang membuatnya lebih kuat sehingga seorang dokter tentu lebih sulit mengintervensi dengan keterbatasan tingkatan (grade) antibiotik termasuk dosisnya. Di sisi lain dibutuhkan penelitian farmakologi yang lebih lama untuk menemukan jenis obat yang lebih paten dan poten dengan konsentrasi dosis yang lebih tinggi.

Berita Terkait :  Nyalakan Potensi Perempuan dalam UMKM

Hati-Hati, Bijak dan Tuntas
Dalam layanan Kesehatan penggunaan obat identik untuk mengembalikan kondisi menjadi sehat. Harus diakui obat merupakan salah satu elemen penting dalam spektrum medis dan dunia kesehatan. Obat adalah bahan untuk mengurangi, menghilangkan, atau menyembuhkan penyakit yang diderita seseorang ketika sakit atau merasakan sakit. Produk obat berbeda dengan produk makanan, walaupun sama-sama masuk ke dalam tubuh manusia. Produk obat memiliki efek yang disebut sebagai farmakokinetik yaitu proses obat tersebut diserap, didistribusikan, dimetabolisme maupun kemudian dikeluarkan dari tubuh. Efek tersebut memberikan konstribusi antara lain terhadap bagaimana penggunaan dan frekuensi pemberian obat. Selain efek farmakokinetik, obat juga memiliki efek farmakodinamik dimana dengan efek tersebut dapat untuk menentukan kegunaan suatu produk obat yang akan digunakan oleh manusia.

Dengan demikian obat pada dasarnya merupakan bahan yang desain dengan takaran tertentu dan dengan penggunaan yang tepat dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit, menyembuhkan atau memelihara kesehatan. Penggunaan obat yang tepat dan benar sangat menentukan keberhasilan proses pengobatan, begitu juga sebaliknya jika penggunaan tidak tepat atau tidak sesuai resep atau anjuran medis maka akan berdampak merusak sistem tubuh. Di Indonesia saat ini penyakit infeksi masih tinggi sehingga mengakibatkan tingginya penggunaan antibiotik. Ibarat melawan musuh, antibiotik merupakan senjata untuk melumpuhkan lawan (penyakit). Namun, penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi antibiotik, suatu masalah kesehatan global yang memerlukan perhatian serius. Pengobatan yang tidak efektif akan mengakibatkan bertambah lamanya seseorang menderita suatu penyakit, meningkatnya resiko kematian dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit.

Berita Terkait :  Isue Kesehatan di Tengah Politik Elektoral

Resistensi antibiotik atau kebal terhadap efek antibiotik terjadi saat bakteri tidak lagi merespon efektif terhadap antibiotik yang seharusnya menghentikan pertumbuhan atau membunuh bakteri. Masalah ini semakin memburuk karena banyak orang yang mendapatkan antibiotik tanpa resep dokter dan kurang pemahaman tentang cara penggunaannya. Masyarakat perlu memahami bahwa antibiotik hanya efektif melawan bakteri, bukan virus atau jamur. Oleh karena itu penggunaan antibiotik saat diperlukan dan dengan resep dokter. Jangan menyimpan antibiotik yang tidak terpakai di rumah atau memberikannya kepada orang lain. Sekali lagi kunci pemahaman masyarakat tentang antibiotik adalah penggunaannya harus dilakukan yang bijak, hati-hati dan tuntas serta disiplin dalam mengikuti aturan penggunaan obat sesuai anjuran dokter menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan dan mencegah dampak buruk dari resistensi antibiotik yang lebih luas.

———– *** ————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img