Kab Mojokerto, Bhirawa
Penjabat Sementara (PJs.) Bupati Mojokerto Akhmad Jazuli, menginstuksikan kepada OPD terkait untuk membuat laporan terhadap harga kebutuhan pokok dan berkenjutan untuk ditinjau ulang.
Hal ini penting untuk mengetahui secara pasti kondisi di pasar/ masyarakat dengan data yang ada. Sehingga pemerintah bisa memahami perkembangan data inflasi di bumi Majapahit.
Mengingat berdasarkan rapat koordinasi (rakor) pengendalian Inflasi bersama Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) yang barusan kita ikuti bersama dari bulan ke bulan dijelaskan dari 38 Provinsi terdapat 14 yang mengalami inflasi. Untuk itu kita respon cepat keadaan ini.
“Tolong dibikin laporan ke atas, tapi dengan data- data yang terakhir dari BPS untuk ditinjau ke teman-teman” , demikian antara lain poin penting disampaikan Pjs Bupati Jazuli usai mengikuti rakor pengendalian inflasi dengan Kemendagri secara virtual di Satya Bina Karya (SBK), Rabu (2/10) siang.
Adapun Rakor tersebut dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri RI) Tito Karnavian, diwakili PELAKSANA Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendaapgri Tomsi Tohir.
Dalam kesempatan tersebut, Tomsi Tohir meminta pemerintah daerah (Pemda) memahami perkembangan data inflasi. Tak hanya itu, kementerian/lembaga yang memiliki tugas dan fungsi dalam memonitor laju inflasi juga diminta untuk memperhatikan hal tersebut.
“Bagi produk-produk tertentu yang harganya masih naik kami mohon [stakeholder] sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing, tolong betul-betul dapat dikritisi. Dicek betul (data di) daerahnya,” ujarnya.
Tomsi mengimbau stakeholder terkait untuk menindaklanjuti apabila masih ada kenaikan harga produk tertentu di daerah. Ia berharap capaian angka inflasi yang relatif terkendali dapat dipertahankan.
Senada dengan itu, Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, per September 2024 ini terjadi deflasi sebesar -0,12 persen secara month to month. Sedangkan data inflasi secara Year on Year (YoY) sebesar 1,84 persen. Ia juga merinci penyebab terjadinya deflasi tersebut dipengaruhi oleh sejumlah komponen, khususnya dari sektor makanan, minuman, dan tembakau.
“Jadi dari pantauan kami, harga di tingkat konsumen ini menurun, atau terjadi deflasi secara month to month. Karena memang dipengaruhi oleh penurunan harga-harga komoditas yang suplainya sedang tinggi di pasar yang masuk dalam kategori volatile food,” ucapnya.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan penyebab deflasi berikutnya dipicu oleh menurunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi. Amalia menambahkan, perkembangan harga BBM non-subsidi tersebut menyesuaikan dengan harga minyak internasional.
Pada kesempatan itu, Amalia juga menjelaskan perkembangan inflasi month to month per September 2024 berdasarkan wilayah untuk kategori provinsi. Dari total 38 provinsi di Indonesia, sebanyak 14 provinsi mengalami inflasi. Sementara 24 provinsi mengalami deflasi.
Adapun provinsi yang mengalami inflasi tinggi yakni Maluku Utara, Papua Barat Daya, dan Gorontalo. Sedangkan provinsi dengan deflasi tertinggi yakni Papua Barat, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan.
Amalia menjelaskan, dalam mengukur inflasi di Indonesia, BPS berkomitmen menjaga independensi dan terlepas dari intervensi pihak manapun. Selain itu, BPS juga menggunakan metodologi yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan standar internasional.
“Oleh sebab itu, kami akan menjamin kualitas dan terus menjamin kualitas secara ketat dalam setiap tahapan proses penyediaan angka statistik tidak hanya angka inflasi, tetapi juga angka yang kami keluarkan itu harus dipastikan jaminan kualitasnya,” tegasnya. [min.gat]