Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya
Masa kampanye pada kontestasi Pemilihan Kepada Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2024 telah tiba yakni pada 25 September – 23 November 2024 dan berkisar selama dua bulan. Masa kampanye dilakukan untuk memaparkan visi, misi, dan program kerja pasangan calon kepada masyarakat, memungkinkan calon berinteraksi langsung dengan masyarakat, menjawab pertanyaan, dan mendengarkan aspirasi, dan kampanye juga berfungsi meningkatkan partisipasi pemilih. Momentum ini juga sebagai genderang persaingan untuk merebut hati pemilih terus didengungkan agar tujuan akhir yakni memilih pasangan yang diharapkan melalui bilik suara pada 27 November nanti. Berbagai macam strategi, cara, metode atau pendekatan untuk menawarkan visi-misi dan program kerja untuk periode lima tahun kedepan yang mana mampu mengubah atau memperbaiki taraf hidup, kesejahteraan, kemakmuran dan penghidupan yang lebih baik. Pasangan calon Kepala dan Wakil Kepala Daerah terus dan Tim Kampanye terus berorkestrasi guna menyakinkan masyarakat sebagai pemilik suara.
Salah satu issue, visi-misi dan program kerja adalah sektor kesehatan. Harus diakui, sektor kesehatan pada saat ini menjadi komoditas menarik dan issue seksi dalam jualan para calon dan tim kampanye. Sebenarnya tidak ada visi-misi atau program yang tidak baik dalam tataran konsep dan normatif. Persoalannya pada sudut pandang, perspektif atau prioritas saja yang berbeda termasuk diksi dan jargon digunakan para calon. Program lama dikemas ulang (recycle) sesuai dengan bahasa dan trademark calon. Singkat kata, kemasannya saja yang di’manage” meski konten atau substansinya hampir sama. Sebagai prioritas wajib dan unsur pelayanan dasar dalam perencanaan pembangunan maka issue kesehatan acapkali diidentikan dengan hajat dasar masyarakat bahkan identifikasikan dengan urusan yang lekat dengan sehat-sakit bahkan hingga berkaitan dengan nyawa atau aspek keselamatan manusia yang sangat esensial. Kampanye kesehatan hampir pasti mengangkat issue-isue stunting, jaminan kesehatan gratis, modernisasi fasilitas, sarpras kesehatan lain. Isu lainnya adalah masalah kesehatan dengan konteks kelokalan dengan skala yang lebih luas, mulai dari fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, isu gizi buruk, kusta, rokok dan tembakau, perilaku gaya hidup sehat, kehamilan dan menyusui, hingga disabilitas. Isu kesehatan dalam kampanye politik dipandang sangat kontekstual, tapi sayangnya, isu kesehatan juga acapkali ditampilkan sebagai isu populis oleh para kandidat.
Kesehatan, Bagian dari Politik
Sesuai perkembangan peradaban bahwa entitas kesehatan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan bernegara termasuk dalam ruang publik sehingga perlu ada politik kesehatan. Politik Kesehatan pada awal era otonomi daerah 20 tahun yang lalu dimanifestasikan dalam bentuk advokasi kesehatan dimana merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempengaruhi keputusan atau kebijakan, dengan cara memberikan dukungan dan pembelaan kepada orang-orang yang lemah atau tertindas. Advokasi juga bisa diartikan sebagai bentuk komunikasi persuasif untuk mempengaruhi pemangku kepentingan. Dalam perkembangannya advokasi bertransformasi pada politik kesehatan atau politik Kesehatan. Mengapa kesehatan adalah politik antara lain, pertama, karena kesehatan sama seperti sumber daya (resources) atau komoditas lain di bawah sistem ekonomi neoliberalisme yang mana beberapa kelompok sosial memiliki lebih dari yang lain dan saling berkaitan. Adanya tarif atau harga jasa layanan yang dikendalikan oleh unit cost sehingga memunculkan besaran nominal tarif atau biaya per layanan.
Kedua, karena determinan sosialnya mudah diterima dalam intervensi politik dan bergantung tindakan politik. Konteks sosial menyebakan dinamisasi kondisi kekinian yang dapat diperlakukan melalui strategi dan kebijakan. Ketiga, karena hak terhadap standar kehidupan layak untuk kesehatan dan kesejahteraan menjadi aspek kewarganegaraan dan HAM. Harus diakui bahwa kesehatan adalah hak dasar bagi setiap warga negara tanpa kecuali yang wajib dijamin pemerintah Keempat, karena kekuasaan dilaksanakan sebagai bagian sistem ekonomi, sosial, dan politik yang lebih luas. Kekuasaan yang didalamnya terkandung aspek kewenangan (otoritas) selayaknya diarahkan pada kebutuhan masyarakat luas terutama yang bersifat mendasar seperti kesehatan. Genggaman kekuasaan dapat berfungsi sebagai tombak bermata dua yang bermakna bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat seperti yang diamanahkan dalam UUD 1945 ataupun sebaliknya dapat merusak dan membawa awal bencana dan kemudaratan bagi masyarakat bila salah memaknai sebuah otoritas apalagi tanpa kontrol yang memadai.
———- *** ————-