26 C
Sidoarjo
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kemenag – FISIP UB Gelar Dialog Moderasi Beragama Bersama Civitas Akademika

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Prof. Dr. Suyitno , M.Ag. (kiri) dengan Wakil Rektor Bidang Akademik UB Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, M.P , melakukan terkait moderasi beragama di auditorium Nuswantara, gedung A Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) Malang,

Kota.Malang, Bhirawa.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag) Prof. Dr. Suyitno , M.Ag. dalam “Dialog Moderasi Beragama bersama Civitas Akademika Universitas Brawijaya” di auditorium Nuswantara, gedung A Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) Malang, menyampaikan pentingnya moderasi di perguruan tinggi.
Pernyataan itu disampaikan pada dialog ini juga menghadirkan Wakil Rektor Bidang Akademik UB Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, M.P., Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kemenag, H.M. Arfi Hatim M. Ag., Dekan FISIP UB, Prof. Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D. COMM, Dosen Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim, Prof. Dr. Ahmad Izuddin dan Kepala UPT Laboratorium Pendidikan Agama Universitas Negeri Malang Dr. Achmad Sultoni, S.Ag. M.Pd.I.
Suyitno menuturkan, bahwa moderasi beragama itu mengusung nilai-nilai harmonisasi perbedaan baik itu suku, agama sebagai aset bangsa.

“Kegiatan dialog seperti ini merupakan bagian penting mengimplementasikan moderasi beragama sesuai Perpres 58 Tahun 2023, tentang pelaksanaan ekosistem moderasi beragama, termasuk kepada civitas akademika di kampus-kampus,” ujarnya.

Menurut Suyitno, UB punya kewajiban untuk melaksanakannya. Selain diseminasi dalam bentuk dialog bersama Wakil Rektor dan Dekan FISIP, ada pula MoU dan perjanjian kerjasama agar moderasi beragama ini dapat benar-benar berjalan di lingkungan kampus, baik itu dosen maupun mahasiswa.

Berita Terkait :  Tim Verifikasi Kota Sehat Provinsi Jatim Tinjau Lapangan, Pj Wali Kota Optimis Madiun Raih Hasil Optimal

“Moderasi ini sangat penting, karena mahasiswa dibutuhkan di masa depan sebagai pemimpin yang inklusif, tahu tentang sejarah bangsanya, khususnya pluralisme. Moderasi beragama itu mengusung nilai-nilai harmonisasi perbedaan baik itu suku, agama sebagai aset bangsa,” paparnya.

Suyitno menekankan pentingnya menghormati orang lain, budayanya maupun agama ini yang harus diciptakan oleh mahasiswa dalam bentuk yang lebih inovatif, karena bisa melalui konten-konten yang kreatif, tidak hanya dari ceramah-ceramah saja.

“Bahkan dari Kemenag sudah mengimplementasikannya dalam perspektif musik, dengan lirik-lirik berapresiasi perbedaan, serta film-film moderasi yang menampilkan pentingnya kehamornian bangsa Indonesia dari berbagai suku, agama dan budaya. Itu secara inovasi dan kreativitas tergantung usia, tapi dalam bentuk lain materinya diinsersikan dalam konteks materi-materi perkuliahan, diklat serta penanaman nilai karakter,” urainya.

Ia mengaku telah mengadakan kegiatan serupa dengan sejumlah perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Bandung (ITB) maupun kampus-kampus besar lain.

“Nantinya akan menyasar semua kampus yang berada di bawah naungan Kemendikbud maupun Kemenag sesuai amanat Perpres seperti itu. Bahkan belum lama ini kita setelah mengadakan Semiloka yang menghadirkan semua rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Kekuatan dua institusi pendidikan ini agar menyongsong era Indonesia Emas dengan generasi yang sadar akan NKRI dan inklusivisme yang menjadi modal sosial pembangunanan di masa mendatang,” bebernya.

Berita Terkait :  Rektor Tegaskan Lulus UMM Tidak Harus dengan Skripsi

Menurut Suyitno, isu moderasi beragama bukan hanya kepentingan nasional saja, karena bisa diekspor.

“Pengalaman Indonesia sudah menunjukkan menjadi bangsa yang beragam selama puluhan tahun membuat banyak negara yang ingin belajar secara konseptual untuk mengurangi disharmoni yang masih terjadi di negara mereka,” tandasnya.

Wakil Rektor Bidang Akademik UB Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, M.P. menyikapi moderasi beragama ini sebagai suatu sikap mental yang sudah sejak lama diterapkan di UB. Menurut dia, moderasi juga berarti seseorang punya keyakinan akan sesuatu, baik itu nilai serta keyakinan dengan Tuhannya.

“Dalam konteks kemanusiaan dia menghargai pilihan orang lain, apakah itu agama, budaya, perilaku dan adat istiadat. Di sini kita juga mendorong agar mahasiswa saling tolong menolong, menghargai dan saking membantu. Ini sudah lama terjadi di sini, sehingga UB jadi sejuk dan diminati orang tua yang membuat mereka menguliahkan anaknya di sini,” ucap mantan Dekan Fakultas Teknologi Pertanian ini.

Meski demikian Imam Santoso menyadari tantangan itu selalu ada dan terus dinamis dilihat dari keanekaragaman budaya mahasiswa UB yang berasal dari 34 provinsi.

UB sendiri telah memiliki UPT Pengembangan Kepribadian Manusia (PKM) yang valuenya adalah moderasi beragama, karakter yang dibangun mahasiswa.

“Seluruh mahasiswa dengan berbagai latar belakang ada di sini, bahkan dominasi Jawa Timur (Jatim) sudah mulai bergeser, karena saat ini mahasiswa asal luar Jatim malah sudah lebih banyak dari mahasiswa dari Jatim sendiri. Itu artinya dinamika menjadi sangat tinggi, yang membuat moderasi beragama sangat penting dengan berpijak pada Bhinneka Tunggal Ika,” pungkas Imam. (mut.hel).

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img